Sunday 5 March 2017

MAKALAH FARMAKOTERAPI PERNAFASAN DAN PENCERNAAN

MAKALAH FARMAKOTERAPI

PERNAFASAN  DAN PENCERNAAN


BAB I
PENDAHULUAN

Hepatitis B merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B. Virus hepatitis B merupakan jenis virus DNA untai ganda, famili hepadnavirus dengan ukuran sekitar 42 nm yang terdiri dari 7 nm lapisan luar yang tipis dan 27 nm inti di dalamnya. Masa inkubasi virus ini antara 30-180 hari rata-rata 70 hari(1).
Terjadinya Hepatitis B disebabkan oleh VHB yang terbungkus serta mengandung genoma DNA (Deoxyribonucleic acid) melingkar. Virus ini merusak fungsi liver dan terus berkembang biak dalam sel-sel hati (Hepatocytes). Akibat fungsi serangan ini sistem kekebalan tubuh kemudian memberi reaksi dan melawan. Kalau berhasil maka virus dapat terbasmi habis, tetapi jika gagal virus akan tetap tinggal dan menyebabkan Hepatitis B kronis (si pasien sendiri menjadi carrier atau pembawa virus seumur hidupnya). Dalam seluruh proses ini liver mengalami peradangan(2).
VHB mudah ditularkan kepada semua orang. Penularannya dapat melalui darah atau bahan yang berasal dari darah, cairan semen (sperma), lendir kemaluan wanita (Sekret Vagina), darah menstruasi. Dalam jumlah kecil HbsAg dapat juga ditemukan pada Air Susu Ibu (ASI), air liur, air seni, keringat, tinja, cairan amnion dan cairan lambung(3).
Gejala dan Tanda 
Munculnya gejala ditentukan oleh beberapa faktor seperti usia pasien saat terinfeksi, kondisi kekebalan tubuh dan pada tingkatan mana penyakit diketahui.
Gejala dan tanda antara lain :
a.  Mual-mual (Nausea)
b.  Muntah-muntah (Vomiting) disebabkan oleh tekanan hebat pada liver  sehingga membuat keseimbangan tubuh tidak terjaga
c. Diare
d. Anorexia yaitu hilangnya nafsu makan yang ekstrem dikarenakan adanya rasa mual
e. Sakit kepala yang berhubungan dengan demam, peningkatan suhu tubuh
f. Penyakit kuning (Jaundice) yaitu terjadi perubahan warna kuku, mata dan kulit(2).
Diagnosa yang dapat dilakukan yaitu serologi (test darah) dan biopsi liver (pengambilan sampel jaringan liver). Bila HbsAg positif maka orang tersebut telah terinfeksi oleh VHB(2).
Cara Penularan
 Ada dua macam cara penularan Hepatitis B, yaitu transmisi vertikal dan transmisi horisontal.
a. Transmisi vertikal
Penularan terjadi pada masa persalinan (Perinatal). VHB ditularkan dari ibu kepada bayinya yang disebut juga penularan Maternal Neonatal. Penularan cara ini terjadi akibat ibu yang sedang hamil terserang penyakit Hepatitis B akut atau ibu memang pengidap kronis Hepatitis B(3).
b. Transmisi horisontal
Adalah penularan atau penyebaran VHB dalam masyarakat. Penularan terjadi akibat kontak erat dengan pengidap Hepatitis B atau penderita Hepatitis B akut. Misalnya pada orang yang tinggal serumah atau melakukan hubungan seksual dengan penderita Hepatitis B(3).
 Cara penularan paling utama di dunia ialah dari ibu kepada bayinya saat proses melahirkan. Jika bayinya tidak divaksinasi saat lahir bayi akan menjadi carrier seumur hidup bahkan nantinya bisa menderita gagal hati dan kanker hati. Selain itu penularan juga dapat terjadi lewat darah ketika terjadi kontak dengan darah yang terinfeksi virus Hepatitis B(2).
Penentuan Hepatitis B berdasarkan hasil laboratorium(4)

BAB II
Ny. S. (32 th) masuk RS 19 Maret 2014 dengan keluhan utama mata kuning diikuti oleh kulit bagian tubuh lain ±5 hari yang lalu, demam, lemas, dan mual. Ny. S memiliki riwayat alergi penicillin. Riwayat sosial: pernah menggunakan iv drug setahun lalu disebuah rumah sakit. Berat badan stabil tanpa ada penurunan berat badan. Riwayat keluarga ibu Ny S. meninggal karena hepatitis di usia 62 tahun, dan ayah meninggal karena lung cancer usia 65 tahun, saudara laki-laki memiliki riwayat asam urat, saudara perempuan meninggal di usia 30 th karena liver disease.
Diagnosis dokter terhadap Ny. S adalah hepatitits kronik
Pasien diijinkan pulang dari rumah sakit pada tanggal 26 Maret 2014
Pemeriksaan data laboratorium:

SGOT (U/L)
SGPT (U/L)
HBV DNA
HBsAg
HBeAg
Tanggal
19/3/2014
1187
1419
-
5439 (Positif)
-
22/3/2014
263
493
-
-
-
24/3/2014
96
197
-
-
-

Terapi yang diberikan
Nama Obat
Dosis
Durasi
Mulai
Berhenti
Inj. Ranitidin
1 Ampul/12 jam
19/3/2014
26/3/2014
Inj. SNMC
1 Ampul/24 jam
19/3/2014
26/3/2014
Domperidon tablet
3x1
19/3/2014
26/3/2014
HP Pro
3x1
20/3/2014
26/3/2014
Inj. Metronidazole
1 Ampul/8 jam
20/3/2014
26/3/2014


Metode SOAP :
Subyek
1.   Ny S
2.   umur 32 tahun
3.   Demam, lemas dan mual


Obyek
1. mata kuning diikuti oleh kulit bagian tubuh lain ±5 hari yang lalu
2. memiliki riwayat alergi penicillin
3. pernah menggunakan iv drug setahun lalu
4. pemeriksaan data lab

SGOT (U/L)
SGPT (U/L)
HBV DNA
HBsAg
HBeAg
1187
1419
-
5439 (Positif)
-
263
493
-
-
-
96
197
-
-
-
Assesment     

- tidak ada DRP
- metronidazole tidak digunakan
- penambahan antiviral yaitu interferon α
- penambahan paracetamol
Plan                

-Dilakukan pemeriksaan HBV DNA dan HbeAg
-Dilakukan monitoring 3-6 bulan sekali
           
Terapi farmakologi
Interferon α konvensional, dengan imunomodulator ganda dan efek antivirus, merupakan pilihan untuk pengobatan CHB. Namun, IFN konvensional memiliki tingkat keberhasilan yang sederhana, dikaitkan dengan efek samping yang tidak diinginkan, dan dosis tiga kali seminggu secara injeksi merupakan regimen yang nyaman bagi pasien. Lamivudine menawarkan keuntungan minimal efek samping dan kemudahan administrasi. Kombinasi lamivudine dengan interferon konvensional lebih efektif daripada obat tunggal dalam meningkatkan serokonversi HBeAg(5).
Pasien dengan penyakit ringan tidak boleh diberikan anivirus. Sebaliknya, pasien yang berisiko mengalami komplikasi seperti sirosis dan kanker hati harus menerima terapi antivirus. Pada pasien dengan faktor prediktif respon, PEG-IFN harus diuji cobakan sebagai pengobatan first line (6).
Peg-IFNα, atau bahkan standar IFNa, merupakan
terapi satu-satunya pengobatan praktis
yang diberikan untuk jangka waktu yang terbatas, dengan probabilitas yang cukup dalam menurunkan HbsAg(8).
Hasilnya pemberian SNMC tunggal mampu menurunkan SGOT sebesar 18,05-93,62% dan SGPT sebesar 9,31-77,55%; SNMC dengan kombinasi (Curcuma rhizome, asam ursodeoksikolat, ekstrak siccum/fructus Schizandrae (HP pro), Lesitin murni (PPC 95%), dan L-ornithine-L-aspartate baik tunggal/kombinasi) menurunkan SGOT sebesar 5,26-98,41% dan SGPT sebesar 4,45-92,15%(9).
SNMC sangat efektif dalam mengurangi kadar ALT serum dan AST; menekan jumlah bilirubin serum untuk rentang normal atau
menjaga
agar tetap rendah; meningkatkan metabolisme
protein serum sampai batas tertentu
, dan tidak memiliki efek samping pada darah dan platelet; efektif pada beberapa kasus refrakter, contohnya
pada kasus hepatitis B kronis dengan sirosis aktif yang dirawat di rumah sakit selama 196 hari dan diberikan lebih dari sepuluh jenis obat-obatan menunjukkan nilai ALT serum pasien masih berfluktuasi antara 65 dan 116 UL. Hanya 2 minggu setelah pemberian infus SNMC, tingkat serum ALT nya menurun menjadi 41 UL. Tingkat efektif keseluruhan dari terapi SNMC adalah 75%, dan ditandai tingkat efektif adalah 66%. SNMC adalah obat yang aman. Sebagian besar (90%) pasien tidak memiliki efek yang tak diinginkan(10).
Terapi non farmakologi(11):
Semua pasien HBV kronis harus dikonseling untuk mencegah penularan penyakit. Kontak seksual pada rumah tangga harus divaksinasi. Untuk meminimalkan kerusakan hati lebih lanjut, semua pasien HBV kronis harus menghindari alkohol dan diimunisasi terhadap HBV. Selain itu, pasien dianjurkan untuk berkonsultasi dengan penyedia medis sebelum menggunakan obat baru, termasuk herbal dan obat non resep.
Obat-obatan herbal merupakan pilihan yang menarik bagi banyak pasien. Empat persiapan umum termasuk Phyllanthus, milk thistle, glycyrrhizin (ekstrak akar licorice), dan campuran herbal yang dikenal sebagai Liv 52. Meskipun beberapa produk mungkin memiliki beberapa manfaat, namun kualitas metodologi uji coba masih kurang. Meta analisis dari studi yang ada menunjukkan bahwa milk thistle dan Liv 52 tidak mempengaruhi terjadinya penyakit hati. Pengobatan herbal tidak dianjurkan untuk pasien dengan hepatitis B kronis.

DAFTAR PUSTAKA
1.    Badan Kesehatan Dunia, http://who.int/immunization/topics/hepatitis_b/en/index.html di akses tanggal  3 Juni 2015
2.    Misnadiarly., 2007,  Penyakit Hati (liver), Edisi 1, Pustaka Obor Populer, Jakarta
3.    Dalimartha, Setiawan., 2004, Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Hepatitis, Cetakan Ketujuh,  Penebar Swadaya, Jakarta
4.    Bailen, Laurence Scott, M.D, http://ocw.tufts.edu/Content/48/lecturenotes/595117/595147 diakses tanggal 3 Juni 2015
5.    Lavanchy D., 2004, Hepatitis B virus epidemiology, disease burden, treatment, and current and emerging prevention and control measures, Journal of Viral Hepatitis,  Vol.11
6.    Tang Ceen-Ming, Jun Yu, and Tung On Yau, 2014, Management of chronic hepatitis B infection: Current treatment guidelines, challenges, and new developments, World Journal of Gastroenterology, Vol. 20 (20)
7.    Coffin Carla S, Mang M Ma, and Scott K Fung, 2012, Management of chronic hepatitis B: Canadian Association for the Study of the Liver consensus guidelines, Special Artikel, Vol 26 (12)
8.    Papatheodoridis George V, Athanasios J Archimandritis, and Spilios Manolakopoulos, 2008, World Journal Gastroenterol, Vol. 14 (45)
9.    Faridah Ismi Noer, 2013, Evaluasi Penggunaan Stronger Neo Minophagen C (SNMC) Injeksi Pada Gangguan Fungsi Hati di Beberapa Rumah Sakit di Yogyakarta, Tesis, http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view&typ=html&buku_id=63315 di akses 3 Juni 2015
10.  Zhang Lingxia, Baoen Wang, and Zhenyu Cui, 2000, Therapeutic effects of Stronger Neo-Minophagen C (SNMC) in patients with chronic liver disease, Hepatology Research, Vol. 16
11.  DiPiro Joseph T., Gary C. Yee, Robert L. Talbert, et all., 2008, Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, Seventh Edition, Mc Graw Hill Medical, New York

No comments:

Post a Comment

PENGELOLAAN ALAT KESEHATAN DI RUMAH SAKIT

PENGELOLAAN ALAT KESEHATAN DI RUMAH SAKIT            Berbagai peralatan yang diperlukan di Rumah Sakit seperti alat untuk menginfus da...