MAKALAH
FARMAKOTERAPI
PERNAFASAN DAN PENCERNAAN
BAB I
PENDAHULUAN
Hepatitis B
merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang disebabkan
oleh virus hepatitis B. Virus hepatitis B merupakan jenis virus DNA untai
ganda, famili hepadnavirus dengan ukuran sekitar 42 nm yang terdiri dari 7 nm
lapisan luar yang tipis dan 27 nm inti di dalamnya. Masa inkubasi virus ini
antara 30-180 hari rata-rata 70 hari(1).
Terjadinya
Hepatitis B disebabkan oleh VHB yang terbungkus serta mengandung genoma DNA
(Deoxyribonucleic acid) melingkar. Virus ini merusak fungsi liver dan terus
berkembang biak dalam sel-sel hati (Hepatocytes). Akibat fungsi serangan ini
sistem kekebalan tubuh kemudian memberi reaksi dan melawan. Kalau berhasil maka
virus dapat terbasmi habis, tetapi jika gagal virus akan tetap tinggal dan
menyebabkan Hepatitis B kronis (si pasien sendiri menjadi carrier atau pembawa
virus seumur hidupnya). Dalam seluruh proses ini liver mengalami peradangan(2).
VHB mudah
ditularkan kepada semua orang. Penularannya dapat melalui darah atau bahan yang
berasal dari darah, cairan semen (sperma), lendir kemaluan wanita (Sekret
Vagina), darah menstruasi. Dalam jumlah kecil HbsAg dapat juga ditemukan pada
Air Susu Ibu (ASI), air liur, air seni, keringat, tinja, cairan amnion dan
cairan lambung(3).
Gejala
dan Tanda
Munculnya gejala
ditentukan oleh beberapa faktor seperti usia pasien saat terinfeksi, kondisi
kekebalan tubuh dan pada tingkatan mana penyakit diketahui.
Gejala dan tanda antara lain :
a. Mual-mual (Nausea)
b. Muntah-muntah (Vomiting) disebabkan oleh tekanan
hebat pada liver sehingga membuat keseimbangan
tubuh tidak terjaga
c.
Diare
d.
Anorexia yaitu hilangnya nafsu makan yang ekstrem dikarenakan adanya rasa mual
e.
Sakit kepala yang berhubungan dengan demam, peningkatan suhu tubuh
f.
Penyakit kuning (Jaundice) yaitu terjadi perubahan warna kuku, mata dan kulit(2).
Diagnosa yang dapat dilakukan yaitu serologi (test darah)
dan biopsi liver (pengambilan sampel jaringan liver). Bila HbsAg positif maka
orang tersebut telah terinfeksi oleh VHB(2).
Cara
Penularan
Ada dua macam cara
penularan Hepatitis B, yaitu transmisi vertikal dan transmisi horisontal.
a.
Transmisi vertikal
Penularan terjadi pada masa persalinan (Perinatal). VHB
ditularkan dari ibu kepada bayinya yang disebut juga penularan Maternal
Neonatal. Penularan cara ini terjadi akibat ibu yang sedang hamil terserang
penyakit Hepatitis B akut atau ibu memang pengidap kronis Hepatitis B(3).
b.
Transmisi horisontal
Adalah penularan atau penyebaran VHB dalam masyarakat.
Penularan terjadi akibat kontak erat dengan pengidap Hepatitis B atau penderita
Hepatitis B akut. Misalnya pada orang yang tinggal serumah atau melakukan
hubungan seksual dengan penderita Hepatitis B(3).
Cara penularan
paling utama di dunia ialah dari ibu kepada bayinya saat proses melahirkan. Jika bayinya tidak divaksinasi
saat lahir bayi akan menjadi carrier seumur hidup bahkan nantinya bisa
menderita gagal hati dan kanker hati. Selain itu penularan juga dapat terjadi
lewat darah ketika terjadi kontak dengan darah yang terinfeksi virus Hepatitis
B(2).
Penentuan Hepatitis B berdasarkan hasil laboratorium(4)
BAB II
Ny. S. (32 th) masuk RS 19 Maret 2014
dengan keluhan utama mata kuning diikuti oleh kulit bagian tubuh lain ±5 hari
yang lalu, demam, lemas, dan mual. Ny. S memiliki riwayat alergi penicillin.
Riwayat sosial: pernah menggunakan iv drug setahun lalu disebuah rumah sakit.
Berat badan stabil tanpa ada penurunan berat badan. Riwayat keluarga ibu Ny S.
meninggal karena hepatitis di usia 62 tahun, dan ayah meninggal karena lung
cancer usia 65 tahun, saudara laki-laki memiliki riwayat asam urat, saudara
perempuan meninggal di usia 30 th karena liver disease.
Diagnosis dokter terhadap Ny. S adalah
hepatitits kronik
Pasien diijinkan pulang dari rumah
sakit pada tanggal 26 Maret 2014
Pemeriksaan data laboratorium:
SGOT (U/L)
|
SGPT (U/L)
|
HBV DNA
|
HBsAg
|
HBeAg
|
||
Tanggal
|
19/3/2014
|
1187
|
1419
|
-
|
5439 (Positif)
|
-
|
22/3/2014
|
263
|
493
|
-
|
-
|
-
|
|
24/3/2014
|
96
|
197
|
-
|
-
|
-
|
Terapi yang diberikan
|
|||
Nama Obat
|
Dosis
|
Durasi
|
|
Mulai
|
Berhenti
|
||
Inj. Ranitidin
|
1 Ampul/12 jam
|
19/3/2014
|
26/3/2014
|
Inj. SNMC
|
1 Ampul/24 jam
|
19/3/2014
|
26/3/2014
|
Domperidon tablet
|
3x1
|
19/3/2014
|
26/3/2014
|
HP Pro
|
3x1
|
20/3/2014
|
26/3/2014
|
Inj. Metronidazole
|
1 Ampul/8 jam
|
20/3/2014
|
26/3/2014
|
Metode SOAP :
Subyek
|
1.
Ny
S
2. umur 32 tahun
3. Demam, lemas dan mual
|
||||||||||||||||||||
Obyek
|
1.
mata kuning diikuti oleh kulit bagian tubuh lain ±5 hari yang lalu
2.
memiliki riwayat alergi penicillin
3.
pernah menggunakan iv drug setahun lalu
4.
pemeriksaan data lab
|
||||||||||||||||||||
|
|||||||||||||||||||||
Assesment
|
- tidak ada DRP
-
metronidazole tidak digunakan
-
penambahan antiviral yaitu interferon α
- penambahan paracetamol
|
||||||||||||||||||||
Plan
|
-Dilakukan
pemeriksaan HBV DNA dan HbeAg
-Dilakukan
monitoring 3-6 bulan sekali
|
Terapi
farmakologi
Interferon α konvensional, dengan
imunomodulator ganda dan efek antivirus, merupakan
pilihan untuk pengobatan CHB.
Namun, IFN konvensional
memiliki tingkat keberhasilan yang sederhana, dikaitkan dengan efek samping yang tidak diinginkan, dan dosis tiga kali seminggu secara injeksi merupakan
regimen yang nyaman bagi pasien. Lamivudine menawarkan
keuntungan minimal efek samping dan kemudahan
administrasi. Kombinasi lamivudine dengan interferon konvensional lebih efektif daripada obat
tunggal dalam meningkatkan serokonversi
HBeAg(5).
Pasien
dengan penyakit
ringan
tidak boleh diberikan
anivirus. Sebaliknya, pasien yang berisiko mengalami komplikasi
seperti sirosis dan kanker hati harus menerima terapi antivirus. Pada pasien dengan faktor prediktif respon,
PEG-IFN harus
diuji cobakan sebagai
pengobatan first line (6).
Peg-IFNα, atau bahkan standar IFNa, merupakan
terapi satu-satunya pengobatan praktis yang diberikan untuk jangka waktu yang terbatas, dengan probabilitas yang cukup dalam menurunkan HbsAg(8).
terapi satu-satunya pengobatan praktis yang diberikan untuk jangka waktu yang terbatas, dengan probabilitas yang cukup dalam menurunkan HbsAg(8).
Hasilnya pemberian
SNMC tunggal mampu menurunkan SGOT sebesar 18,05-93,62% dan SGPT sebesar
9,31-77,55%; SNMC dengan kombinasi (Curcuma rhizome, asam ursodeoksikolat,
ekstrak siccum/fructus Schizandrae (HP pro),
Lesitin murni (PPC 95%), dan L-ornithine-L-aspartate baik tunggal/kombinasi)
menurunkan SGOT sebesar 5,26-98,41% dan SGPT sebesar 4,45-92,15%(9).
SNMC sangat
efektif dalam mengurangi kadar ALT serum dan AST; menekan jumlah bilirubin serum untuk
rentang normal atau
menjaga agar tetap rendah; meningkatkan metabolisme
protein serum sampai batas tertentu, dan tidak memiliki efek samping pada darah dan platelet; efektif pada beberapa kasus refrakter, contohnya
pada kasus hepatitis B kronis dengan sirosis aktif yang dirawat di rumah sakit selama 196 hari dan diberikan lebih dari sepuluh jenis obat-obatan menunjukkan nilai ALT serum pasien masih berfluktuasi antara 65 dan 116 UL. Hanya 2 minggu setelah pemberian infus SNMC, tingkat serum ALT nya menurun menjadi 41 UL. Tingkat efektif keseluruhan dari terapi SNMC adalah 75%, dan ditandai tingkat efektif adalah 66%. SNMC adalah obat yang aman. Sebagian besar (90%) pasien tidak memiliki efek yang tak diinginkan(10).
menjaga agar tetap rendah; meningkatkan metabolisme
protein serum sampai batas tertentu, dan tidak memiliki efek samping pada darah dan platelet; efektif pada beberapa kasus refrakter, contohnya
pada kasus hepatitis B kronis dengan sirosis aktif yang dirawat di rumah sakit selama 196 hari dan diberikan lebih dari sepuluh jenis obat-obatan menunjukkan nilai ALT serum pasien masih berfluktuasi antara 65 dan 116 UL. Hanya 2 minggu setelah pemberian infus SNMC, tingkat serum ALT nya menurun menjadi 41 UL. Tingkat efektif keseluruhan dari terapi SNMC adalah 75%, dan ditandai tingkat efektif adalah 66%. SNMC adalah obat yang aman. Sebagian besar (90%) pasien tidak memiliki efek yang tak diinginkan(10).
Terapi non farmakologi(11):
Semua pasien HBV
kronis harus dikonseling untuk mencegah penularan penyakit. Kontak seksual pada rumah tangga harus
divaksinasi. Untuk meminimalkan kerusakan hati lebih lanjut, semua pasien HBV
kronis harus menghindari alkohol dan diimunisasi terhadap HBV. Selain itu, pasien dianjurkan
untuk berkonsultasi dengan penyedia medis sebelum
menggunakan obat baru, termasuk herbal dan obat non resep.
Obat-obatan herbal
merupakan pilihan yang menarik bagi banyak pasien. Empat persiapan umum termasuk
Phyllanthus, milk thistle, glycyrrhizin (ekstrak akar licorice), dan campuran
herbal yang dikenal sebagai Liv 52. Meskipun beberapa produk mungkin memiliki beberapa
manfaat, namun kualitas
metodologi uji coba masih kurang. Meta analisis dari studi yang ada menunjukkan bahwa milk thistle dan
Liv 52 tidak mempengaruhi terjadinya penyakit hati. Pengobatan herbal tidak dianjurkan untuk
pasien dengan hepatitis B kronis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Badan
Kesehatan Dunia, http://who.int/immunization/topics/hepatitis_b/en/index.html di akses tanggal
3 Juni 2015
2. Misnadiarly.,
2007, Penyakit Hati (liver), Edisi 1, Pustaka Obor Populer, Jakarta
3. Dalimartha, Setiawan., 2004, Ramuan Tradisional untuk
Pengobatan Hepatitis, Cetakan Ketujuh, Penebar Swadaya, Jakarta
4. Bailen, Laurence Scott, M.D, http://ocw.tufts.edu/Content/48/lecturenotes/595117/595147 diakses
tanggal 3 Juni 2015
5. Lavanchy D.,
2004, Hepatitis B virus epidemiology, disease burden, treatment, and current
and emerging prevention and control measures, Journal of Viral Hepatitis,
Vol.11
6. Tang
Ceen-Ming, Jun Yu, and Tung On Yau, 2014, Management of chronic hepatitis B
infection: Current treatment guidelines, challenges, and new developments, World Journal of
Gastroenterology, Vol. 20 (20)
7. Coffin Carla
S, Mang M Ma, and Scott K Fung, 2012, Management
of chronic hepatitis B: Canadian Association for the Study of the Liver
consensus guidelines, Special
Artikel, Vol 26 (12)
8. Papatheodoridis
George V, Athanasios J Archimandritis, and Spilios Manolakopoulos, 2008, World Journal Gastroenterol, Vol. 14
(45)
9. Faridah Ismi Noer,
2013,
Evaluasi
Penggunaan Stronger Neo Minophagen C (SNMC) Injeksi Pada Gangguan Fungsi Hati
di Beberapa Rumah Sakit di Yogyakarta, Tesis,
http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view&typ=html&buku_id=63315 di akses 3
Juni 2015
10. Zhang Lingxia,
Baoen Wang, and Zhenyu Cui, 2000, Therapeutic effects of Stronger Neo-Minophagen
C (SNMC) in patients with chronic liver disease, Hepatology Research, Vol. 16
11. DiPiro Joseph T., Gary C. Yee, Robert L. Talbert, et all., 2008, Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, Seventh Edition, Mc Graw Hill Medical, New York
No comments:
Post a Comment