Monday, 6 March 2017

OBAT-OBAT ANESTESI UMUM DAN LOKAL

FARMAKOLOGI KLINIK
OBAT-OBAT ANESTESI UMUM DAN LOKAL

1.      DEFINISI ANESTESI
Istilah anesthesia yang artinya hilangnya sensasi nyeri (rasa sakit) yang disertai maupun yang tidak disertai hilang kesadaran, di perkenalkan oleh oliver W. Holmes pada tahun 1846. Obat yang digunakan dalam menimbulkan anesthesia disebut sebagai anestetik, dan kelompok obat ini dibedakan dalam anestetik umum dan anestetik local.  Bergantung pada dalamnya pembiusan, anestetik umum dapat memberikan efek analgesia yaitu hilangnya sensasi nyeri atau efek anestesia yaitu analgesia yang disertai hilangnya kesadaran, seadangkan anestetik local hanya dapat menimbulkan efek analgesia. Anestetik umum bekerja disusunan saraf pusat sedangkan anestetik local bekerja langsung pada serabut saraf di perifer. (Anonim (a), 2009)

2.      FAKTOR PENDERITA DALAM PEMILIHAN ANESTESI
Selama fase preoperative (sebelum operasi), ahli anestesi memilih obat anestesi yang memberikan keamanan dan efisien berdasarkan prosedur pembedahan alamiah sama seperti keadaan fisiologi dan farmakologi penderita. Diantaranya adalah :
a.       Fungsi hati dan ginjal yang mempengaruhi distribusi jangka panjang dan pembersihan obat anestasi sekaligus menjadi target efek toksik dari obat anestesi.
b.      Sistem respirasi yang berkaitan dengan pemberian anestesi secara inhalasi. Pasien yang menderita asma dapat mengganggu perfusi obat anestesi.
c.       Sisem kardiofaskular sering terjadi efek hipotensi yang mempengaruhi kerja jantung sehingga kadang-kadang diperlukan vasoaktif, iskemi jaringan akibat penurunan perfusi.
d.      Sistem syaraf : adanya kelainan neurologi pada pasien menjadi pertimbangan dalam pemilihan anestesi (Maycek, Marry J., 2001).
3.    OBAT ANESTESI YANG DIGUNAKAN UNTUK TERAPI NYERI
Mekanisme dasar presepsi nyeri pada bayi dan anak-anak mirip degan orang dewasa, kecuali transmisi impuls nyeri pada noenatus terutama yang terjadi pada saray yang tidak bermielin akan berjalan lebih lambat. Selain itu, kurangnya presisi transmisi sinyal nyeri terjadi di sumsung tulang belakang akibatnya inhibitor nyeri yang dihasilkan kurang memenuhi kebutuhan untuk menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri yang ada. Sehingga neonates dan bayi dapat merasakan nyeri yang lebih kuat dan sensitive dibandingakan dengan anak-anak yang lebih tua atau orangdewasa. Pengalaman rasa sakit akibat nyeri menimbulkan respon untuk mencari antinyeri untuk mengurangi atau meniadakan rasa nyeri tersebut. Taddio dan beberapa perguruan tinngi melaporkan bahwa penyunatan pada anak laki-laki dengan pemberian anestesi topical menghasilkan respon nyeri yang lebih rendah dibandingkan dengan tanpa pemberian anestesi (Dipiro, Joseph T., et. al., 2005).
Manajemen  rasa sakit untuk kondisi medis, bedah  dan pasca operasi telah berkembang cukup selama dekade tahun lalu dengan penggunan opioid infun kontunu, epidural anestesi, blokade saraf perifer, anestesi lokal, obat-obatan anti-inflamasi dengan rute yang berbeda digunakan dengan berbagai rute dan digunakan pula obat non opioid. Teknik manajemen rasa sakit yang ditiimbukan oleh rasa nyeri telah membantu dalam peningkatan taraf hidup pada anak-anak (Dipiro, Joseph T., et. al., 2005).
Contoh obat-obat anestesi yang digunakan untuk manajemen nyeri yang disebabkan oleh injeksi (Dipiro, Joseph T., et. al., 2005):













4.      PENGGOLONGAN OBAT ANESTESI
a.       Tambahan anestesi
b.      Anestesi umum
c.       Anestesi local. (Mycek, et. al, 2001)

 
























a.      Tambahan Anestesi
-          Pra-anestesi
Tujuan medikasi pra-anestetik ialah untuk mengurangi rasa cemas menjelang pembedahan, mempelancar induksi, mengurangi kegawatan akibat anesthesia. Selain itu, obat-obat ini akan mengurangi hipersalivasi, bradikardia, dan muntah yang ditimbulkan sesudah maupun selama anesthesia. (Anonim (a), 2009)
Penderita yang dioperasi sering menerima satu atau lebih obat yang mengikuti pengobatan pre anestasi
a.       Antikolinergik
Antkolinergik adalah enzim yang khusus memecah asetilkolin menjadi asetet dan kolin. Digunakan sebagai preanestesi untk mencegah bradikardia dan skresi cairan ke dalam saluran pernafasa (Maycek, Marry J., 2001)..
Cara kerjanya dengan melekat pada membrane ujung saraf pre dan post sinap. Obat menyekat asetilkolinerase yang secara tidak langsung bekerja sebagai kolinergik dengan memperpanjang keberadaan asetilkolin endogen yang dilepas oleh ujung syaraf kolinergik. Keadaan ini menimbulkan penumpukan asetilkolin dalam ruang sinaptik (Maycek, Marry J., 2001). Pemblokan reseptor muskarin dari syaraf-syaraf kolinergis di otot polos bronchi, hingga aktivitas syaraf adrenergis menjadi dominan dengan efek bronchodilatasi (Triyani, 2010) Contoh obat nya adalah :
1)      Sulfas atropin 0,25 mg. Atropin dapat mengurangi sekresi dan merupakan obat pilihan utama untuk mengurangi efek bronchial dan kardial yang berasal dari perangsangan parasimpatis, baik akibat obat atau anestesikum maupun tindakan lain dalam operasi (Anonim (b),  2011) :
                                         i.         Efek lainnya adalah melemaskan tonus otot polos organ-organ dan menurunkan spasme gastrointestinal. Perlu diingat bahwa obat ini tidak mencegah timbulnya laringospame yang berkaitan denganane stesi umum  
                                       ii.         Penggunaan : setelah penggunaan obat ini (golongan baladona) dalam dosis terapeutik ada perasaan kering dirongga mulut dan penglihatan jadi kabur. Karena itu sebaiknya obat ini tidak digunakan untuk anestesi regional atau lokal. Pemberiannya harus hati-hati pada penderita dengan suhu diatas normal dan pada penderita dengan penyakit jantung khususnya fibrilasi aurikuler.
                                     iii.         Dosis : Atropin tersedia dalam bentuk atropin sulfat dalam ampul 0,25 mg dan 0,50 mg. Diberikan secara suntikan subkutis, intramuscular atau intravena dengan dosis 0,5-1 mg untuk dewasa dan 0,015 mg/kgBB untuk anak-anak (Anonim (b),  2011)
2)      Skopolamin yang memiliki efek nyata pada SSP dan masa kerjanya lama dibandingkan dengan atropine. Skopolamin menimbulkan kerja khusus yaitu :
                                         i.         Efek : menimbulkan menghlangkan daya ingat jangka pendek, menyebabkan sedasi, rasa mengantuk, tatapi dalam dosis yang lebih tinggi menyebabkan kegelisahan.
                                       ii.         Kegunaan terapi : indikasi utama adalah sebagai pencagah mabuk dalam perjalanan. Sedangkan efek amnesik dimanfaatkan untuk membantu prosedur anestesi.
                                     iii.         Efek samping : sangat tergantung dengan dosis yang diberikan, diantaranya dapat menyebabkan mulut kering, pengelihatan yang kabur, mata serasa berpasir, takikardi dan kinstipasi. Efek terhadap SSP adalah rasa capek, bingung, halusinasi, delirium, yang lebih lanjut dapat menyebabkan depresi, kolaps system respirasi dan pernafasan (Maycek, Marry J., 2001).
b.      Antiemetik
Anti emetik atau obat mual adalah obat yang digunakan untuk mengatasi rasa mual/muak dan muntah. Antiemetik secara khusus digunakan untuk mengatasi mabuk perjalanan dan efek samping dari analgesik golongan opiat, anestesi umum, dan kemoterapi yang digunakan untuk melawan kanker, juga untuk mengatasi vertigo (pusing) atau migren (Anonim (c),  2011).
Anti emetik terbagi dalam beberapa golongan sebagai berikut (Anonim (c),  2011).
1.      Golongan antagonis reseptor 5HT3 - obat emetik ini menghambat  reseptor serotonin pada sistem saraf serebral dan saluran pencernaan. Sehingga, obat emetik golongan ini dapat digunakan untuk mengobati mual dan muntah setelah operasi dan penggunaan obat cytotoxic(3). Obat yang biasa digunakan untuk terapi tambahan preanestesi adalah droperidol yang bekerja menghambat reseptor dopamine, efektifitasnya sedang jika digunakan dengan dosis rendah namun dengan penggunaan dosis tinggi efeknya dapat sebanding dengan metokopramid (Maycek, Marry J., 2001).
Adapun golongan obat emetik lainnya ini adalah
    1. Ondansetron
      Ondansetron diperuntukkan untuk mencegah mual dan muntah yang disebabkan kemoterapi kanker atau setelah operasi. Ondansetron bekerja dengan memblokade hormon Serotonin yang menyebabkan muntah. Selain itu Ondansentron digunakan untuk mengobati kecanduan alkohol. Obat ini digunakan sebelum atau sesudah makan. Ondansetron juga dapat diminum bersama antasida. Dosis pertama diberikan 30 menit sebelum kemoterapi. Dosis selanjutnya sesuai resep dokter, biasanya 1 sampai 2 hari setelah kemoterapi selesai. Untuk kondisi kesehatan lainnya pemberian berbeda-beda.
    2. Tropisetron
      Tropisetron digunakan untuk mual karena kemoterapi dan muntah pada anak. Mencegah mual dan muntah setelah operasi (Anonim (c),  2011).
2.      Golongan antagonis Dopamin bekerja di otak dan digunakan untuk mengobati rasa mual dan muntah karena penyakit kanker, sakit karena radiasi, obat golongan opiat, obat cytotoxic dan anestesi umum. Metoclopramide juga bekerja pada saluran pencernaan sebagai prokinetik, dan ini berguna pada penyakit saluran cerna, tetapi kurang berguna pada rasa ingin muntah karena obat cytoxic dan setelah operasi (Anonim (c),  2011).
3.      Golongan Antihistamines (anatgonis reseptor H1 histamine),efektif untuk beberapa kondisi, termasuk mabuk perjalanan dan rasa mual di pagi hari pada ibu hamil.
    1. Diphenhydramine
    2. Dimenhydrinate selain sabagai antiemetik juga mengatasi vertigo.
    3. Pyrathiazine (Anonim (c),  2011).
c.       Antihistamin
Antihistamin berfungsi untuk mencegah reaksi alergi dan mengurangi keasaman lambung (ulasan bergambar). Contoh obatnya adalah ondansentron. Suatu antagonis reseptor serotonin 5 – HT 3 selektif. Baik untuk pencegahan dan pengobatan mual, muntah pasca bedah. Efek samping berupa ipotensi, bronkospasme, konstipasi dan sesak nafas. Dosis dewas 2-4 mg (Anonim (c),  2011).
d.      Barbiturate
Barbiturate digunakan untuk menghilangkan kesadaran pasien pramedis atau untuk mempertahankan efek anestesi. Barbiturate dapat menyebabkan toleransi, enzim metabolic obat, dependensi fisik dan gejala putus obat yang hebat, sehingga sebagian besar digatikan dengan benzodiazepine (Maycek, Marry J., 2001).
Golongan barbiturate biasanya digunakan untuk menimbulkan sedasi. Pentobarbital dan sekobarbita dignakan secara oral atau IM dengan dosis 100-150 mg pada orang dewasa dan 1 mg/Kg BB pada anak di atas 6 bulan. Keuntungan menggunakan barbiturate ialah tidak memperpanjang masa pemulihan dan kurang menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan. (Anonim (a), 2009)
Cara kerja barbiturate adalah dengan mengganggu transport natrium dan klium melewati membrane sel yang mengakibatkan inhibisi aktifitas system reticular mesensefalik. Mekanisme lain adalah dengan menigkatkan fugsi GABA(Maycek, Marry J., 2001)..
Efek dan efek samping pada penggunaannya :
1)        Depresi SSP yang mengakibatkan efek sedasi pada dosis rendah dan efek hipnotik pada dosis tinggi. Menyebabkan rasa ngantuk konsentrasi terganggu dan kelesuan mental dan fisik.
2)        Depresi pernafasandengan menekan respon hipnotik dan kemreseptor CO2.
3)        Induksi enzim P 450 yang mengakibatkan penurunan efek obat lain yang dimetabolisme dihati yang dikonsumsi bersama dengan barbiturate.
4)        Ketergantngan, penghentian secara mendadak menyebabkan tremor, ansietas, lemah, gelisah, mual dan muntah, kejang dan berhentinya kerja jantung (Maycek, Marry J., 2001).
e.       Benzodiazepin
Lebih dianjurkan dari pada opioiddan barbiturate. Pada dosis biasa obat ini tidak menambah depresi napas akibat opioid. Selain menyebabkan tidur, benzodiazepine juga meimbulkan amnesia retrogad dan dapat mengurangi mengurangi rasa cemas. (Anonim (a), 2009)
Cara kerja benzodiazepine adalah dengan pengikatan GABA ke reseptornya pada membrane sel akan membuka saluran klorida, sehingga meningkatkan efek konduksi klorida. Aliran ion klorida yang masuk menyebabkan hiperpolarisasi lemah menurunkan potensi postinaptik dari ambang letup dan meniadakan pembentukan kerja potensial (Maycek, Marry J., 2001).
Efek obat yang biasanya terlihat pada pasien yang menggunakan benzodiazepine diantaranya adalah :
1)            Menurunkan ansietas pada dosis rendah dengan menghambat secara selektif saluran neuron pada system limbic otak.
2)            Bersifat sedative pada dosis rendah dan efek hipnotik pada dosis yang lebih tinggi.
3)            Antikonfulsan dan digunakan untuk pengobatan epilepsy dan gangguan kejang.
4)            Pelemas otot skelet yang spastic dengan cara meningkatkan inhibisi presinaptik dalam sumsum tulang (Maycek, Marry J., 2001).
Contoh golongan benzodiazepine yang biasa digunakan premedikasi adalah midazolam yaitu obat induksi tidur jangka pendek untuk premedikasi, induksi dan pemeliharaananestesi. Dibandingkan dengan diazepam, midazolam bekerja cepat karena transformasi metabolitnya cepat dan lama kerjanya singkat. Pada pasien orang tua dengan perubahan organik otak atau gangguan fungsi jantung dan pernafasan, dosis harus ditentukan secara hati-hati. Efek obat timbul dalam 2 menit setelah penyuntikan(Anonim (b),  2011).
Dosis premedikasi dewasa 0,07-0,10 mg/kgBB, disesuaikan dengan umur dan keadaan pasien. Dosis lazim adalah 5 mg. pada orang tua dan pasien lemah dosisnya 0,025-0,05 mg/kgBB. Efek sampingnya terjadi perubahan tekanan darah arteri, denyut nadi dan pernafasan, umumnya hanya sedikit (Anonim (b),  2011)
f.       Opioid
Opioid berinteraksi secara stereospesifik dengan reseptor protein pada membrane sel-sel tertentu pada SSP, ujung syaraf perifer, dan pada sel-sel saluran cerna. Efek yag ditimbulkan adalah terjadinya hiperpolarisasi sel saraf, menghambat peletupan saraf dan menghambat presinaptik dalam pelepasan neurotransmitter  (Maycek, Marry J., 2001).
Contoh obat golongan opioid yang bias digunakan untuk preanestesi adalah fentanil, yang secara kimia berhubungan dengan meperidin, mempunyai potensi analgesic 80 kali dari morfin, sehingga biasanya digunakan untuk anestesi. Onset fentanil cepat dan durasinya singkat. Jika dikombinasi dengan droperidol menyebabkan suatu anestesi disosiatif  (Maycek, Marry J., 2001).

  1. Anestesi umum
1.      Anestesi Umum
1.      Teori anesthesia umum
Anesthesia terjadi karena adanya perubahan neurotransmisi di berbagai bagian SSP, kerja neurotransmitter di passcasinaps akan diikuti dengan pembantuan second messenger dalam hal ini cAMP yang selanjutnya mengubah transmisi di neuron. Disamping asetilkolin sebagai neurotransmitter klasik, dikenal juga katekolamin, serotonin, GABA, adenosine serta berbagai asam amino dan peptide endogen yang bkerja sebagai neurotransmitter atau yang memodulasi neurotransmitter di SSP, misalnya asam glutamate dengan mekanisme hambatan pada reseptor NMDA (N-metil-D-Aspartat). (Anonim (a), 2009)

2.      Stadium anesthesia umum
Guedel (1920) membagi anesthesia umum dalam 4 stadium, sedangkan stadium ke-3 dibedakan lagi atas 4 tingkat.
Stadium 1 (ANALGESIA)
Stadium analgesia dimulai sejak saat pemberian anestetik sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium ini pasien tidak lagi merasakan nyeri ( anlagensia ), tetapi masih tetap sadar dan dapat mengikuti perintah. Pada stadium ini dapat dilakukan tindakan pembedahan ringan seperti mencabut gigi dan biopsy kelenjar.
Stadium II (EKSITASI)
Stadium ini dimulai sejak hilangnya kesadaran samapi munculnya pernapasan yang teratur yang merupakan tanda dimulainya stadium pembedahan. Pada stadium ini pasien tampak mengalami delirium dan eksitasi dengan gerakan-gerakan di luar kehendak. Pernapasan tidak teratur, kadang-kadang apnea hiperapnea, tonus otot rangka meninggi , pasiennya meronta-ronta  kadang sampai  mengalami inkontenesia, dan muntah. Ini terjadi karena hambatan pada pusat inhibisi. Pada stadium ini dapat tejadi kematian, maka stadium ini harus diusahakan cepat dilalui.
Stadium III (PEMBEDAHAN)
Stadium III dimulai dengan timbulnya kembali pernapasan yang teratur dan berlangsung sampai pernapasan spontan hilang. Keempat tingkat dalam stadium pembedahan ini dibedakan dari perubahan pada gerakan bola mata, reflex bulu mata dan konjungtiva, tonus otot, dan lebar pupil yang menggambarkan semakin dalamnya pembiusan.
-          Tingkat 1 : pernapasan teratur, spontan dan seimbang antra pernapasan dada dan perut, gerakan bola mata terjadi di luar kehendak, miosis, sedangkan tonus otot rangka masih ada.
-          Tingkat 2 : pernapasan teratur tetapi frekuensinya lebih kecil, bola mata tidak bergerak, pupil mata melebar, otot rangka mulai melemas, dan reflex laring hilang sehingga pada tingkat ini dapat dilakukan intubasi.
-          Tingkat 3 : pernapasan perut lebih nyata dari pada pernapasan dada karena otot interkostal mulai lumpuh , relaksasi otot rangka sempurna, pupil lebih lebar tetapi belum maksimal.
-          Tingkat 4 : pernapasan perut sempurna karena otot interkostal lumpuh total, tekanan darah mulai menurun, pupil sangat lebar dan reflex cahaya hilang. Pembiusan hendaknya jangan sampai ke tingkat 4 ini sebab pasien akan mudah sekalii masuk dalam stadium IV yaitu ketika pernapasan spontan melemah.
Stadium IV ( DEPRESI MODULA OBLONGATA)
Stadium IV ini dimulai dengan melemahnya pernapasan perut disbanding stadium III tingkat 4, te dkanan darah tidak dapat diukur karena pembuluh darah kolaps, dan jantung berhenti berdenyut. Kedaan ini dapat segera disusul kematian, kelumpuhan napas di sini tidak didukung haoleh alat bant napas dan sirkulasi. (Anonim (a), 2009)
Secara klinik anestesi umum di bagi dua cara yaitu secara inhalasi dan intravena.
Anestesi Inhalasi
Anestetik inhalasi kerjanya non selektif, sehingga selain efek penting kliniknya pada susunan saraf pusat (SSP), juga mengubah fungsi berbagai tipe sel perifer. Kenyataannya bahwa molekul yang tidak berkaitan secara kimia menghasilkan suatu keadaan anestestik umum membantah adanya suatu reseptor anestetik spesifik. Lebih lanjut, bila anestetik merubah fungsi reseptor untuk neurotransmitter (misalnya ᵞ - asam aminobutirat, glutamate), obat ini bekerja nonselektif. Jadi, kenyataannya bahwa daerah SSP, seperti system aktivasi reticular dan korteks, menggambarkan tempat kerja anestetik yang penting, jelas tidak ada hubungannya terhadap adanya reseptor spesifik pada suatu daerah utama, tetapi lebih terhadap peranan SSP dalam mengotrol semua keadaan desadaran dan respons terhadap rangsangan sensorik. (Maycek, Marry J., 2001).
            Obat anestesi inhalasi
Nama obat
Golongan
Indikasi
Waktu induksi  
(Kee Joyce L, et.al.,1996)
Efek samping
Halotan







Enfluran






Metoksifluran







Isofluran






Nitrogen oksida


Hidrokarbon terhalogenisasi






Eter






Eter







Eter






Gas anorganik
Inhalasi anastesi untuk semua jenis pembedahan, prosedur diagnosis  (Hardjasaputra purwanto S. L., 2002).
Anastesi inhalasi







Anastesi inhalasi







Anastesi inhalasi






Anastesi, analgesic
Cepat







Cepat






Lambat







Cepat






Sangat cepat
Depresi pernafasan, bradikardi, penurunan tekanan darah  (Schmitz, Gery, et.al.,2008).



Penurunan tekanan darah, aritmia, menekan pernafasan tergantung dosis  (Schmitz, Gery, et.al.,2008).

Depresi pernafasan, efek ionotrop, penurunan volume menit jantung, sangat nefrotoksik  (Schmitz, Gery, et.al.,2008).

Penurunan tekanan darah, aritmia, menekan pernafasan tergantung dosis  (Schmitz, Gery, et.al.,2008).

Hipoksia difusi pada akhir anastesi (Schmitz, Gery, et.al.,2008).

Anestesi intravena
      Anestetik intravena sering digunakan untuk mendapatkan induksi ceapt anestesi, yang kemudian dipelihara dengan obat inhalasi yang tersedia. Anestetik intravena ini cepat menginduksi anestesi dan karena itu harus disuntikan secara lambat. Sadar kembali dari anestetik intravena disebabkan oleh redistribusi dari daerah SSP.
Obat anestesi intravena
Nama Obat
Golongan
Indikasi
(Stringer, Janet L., 2008).
Mekanisme
Efek Samping
Metoheksital (Maycek, Marry J., 2001).
Barbiturat
Untuk anestesi
- Bekerja sangat singkat
-Menghambat jalur-jalur asenden di Formatio reticularis
-Berikatan pada reseptor GABA
-Memperpanjang waktu pembukaan kanal Cl
-Hiperpolarisasi  sel-sel
-Pengurangan sensitivitas (Schmitz, Gery, et.al.,2008).
-Sindrom putus obat cepat  Staf Pengajar (Departemen Farmakologi FK UNSRI.,  2009)
Tiopental
Barbiturat
-Untuk anestesi
-Bekerja sangat singkat (beberapa menit)  (Stringer, Janet L., 2008).
-Mendepresi SSP dengan menghambat konduksi impuls dalam  sistem aktivasi retikularis asenden  (Townsend, Mary.C., 2004).
-Menghasilkan anastesia dan hipnotis, namun tidak memiliki sifat analgesic (Townsend, Mary.C., 2004).
-Sindrom putus obat cepat (Departemen Farmakologi FK UNSRI.,  2009)
Diazepam
Benzodiazepin
Pengobatan epileptikus
-Diazepam berikatan dengan reseptor stereospesifik benzodiazepin di neuron postsinaptik GABA pada beberapa sisi di dalam SSP
-Diazepam meningkatkan penghambatan efektifitas GABA (rangsangan) ( Wahab, Samik., 2000).
-Meningkatkan permeabilitas membran terhadap ion Cl
-Ion klorida berada dalam bentuk terhiperpolarisasi dan stabil ( Lacy, C.F., et al, 2003).
Mengantuk
Ketergantungan
Depresi ( Lacy, C.F., et al, 2003).


Lorazepam
Benzodiazepin
-Pengobatan epileptikus (Stringer, Janet L., 2008).
-Antikonvulsan jangka pendek
-Lama kerja > diazepam
-Mempengaruhi efek GABA (dalam otak)
-Pemberian suntikan diserap dengan cepat  ( Lacy, C.F., et al, 2003).
-Rasa lela
-Mengantuk
-Kecanduan (Ramaiah, Savitri.,  2003).
Etomidat

-Hipnotik non barbiturat  tanpa aktivitas analgesik(Omoigui, Sota., 1997).
-Mempertahankan tekanan perfusi otak > tiopental
-Tidak melepaskan histamine (Omoigui, Sota., 1997).
-Menurunkan metabolisme otak, aliran darah otak dan tekanan intrakranial(Omoigui, Sota., 1997).
Fentanil
Opioid
-Untuk analgesi dan anestesi
-Untuk infark jantung (Omoigui, Sota., 1997).
-Efek analgetik agonis-opiat  80x lebih kuat daripada morfin
-Kerjanya cepat (menit)
-Analgesik opioid yang berikatan dengan reseptor opiat di SSP, merubah ( Tjay, Tan Hoan., 2007).
-respon dan persepsi nyeri  (Deglin, Judith Hopfer., 2005).

-Neuroleptoanalgesia
(tenang, analgesia tanpa kehilangan kesadaran dan berkurangnya aktivitas motorik) ( Deglin, Judith Hopfer., 2005)
Morfin
Opioid
-Berkhasiat analgetis
-Khusus pada nyeri  hebat akut dan kronis  (Tjay, Tan Hoan., 2007)
-Bekerja pada reseptor opoida yang sebagian besar terletak di susunan saraf pusat dan saluran cerna
-Menekan pusat pernapasan yang terletak di batang otak , menyebabkan hambatan pada pernapasan (Joewana, Satya., 2005).
-Sedatif
-Hipnotis
-Menekan pernapasan
-Euforia
-Miosis (Penciutan pupil Mata)
-Protacted withdrawal (“sugesti”) rasa tidak nyaman hingga pengguna ingin mengkonsumsi kembali (Joewana, Satya., 2005).
Droperidol + Fentanil
Neuroleptik
-Digunakan untuk menghasilkan efek tenang dan analgesia selama prosedur diagnotik atau bedah.
-Adjuvant dalam berbagai jenis anesthesia (Deglin, Judith Hopfer., 2005)
-Droperidol mengubah kerja dopamine di SSP dan fentanil berikatan dengan reseptor opiat di SSP, merubah repon dan persepsi nyeri, efek terapeutik gabungan : Neuroleptoanalgesia (tenang, berkurangnya aktivitas motorik dan analgesi tanpa kehilangan kesadaran) ( Deglin, Judith Hopfer., 2005).
-SSP : sedasi berlebihan, reaksi ekstrapiramidal
-Respirasi  : bronkospasme, laringospasme, apnea
-KV : hipotensi, takikardi
-GI : mulut kering, konstipasi ( Deglin, Judith Hopfer., 2005).

Propofol

-Pemeliharaan anesthesia seimbang jika digunakan bersama agens lain( Deglin, Judith Hopfer., 2005)

-SSP: pusing, sakit kepala
-Respirasi : APNEA, batuk
-KV : bradikardi, hipotensi, hipertensi
-G1 : mual, muntah, kram abdomen.
-Lokal: nyeri, rasa terbakar, rasa tersengat, kesemutan (Deglin, 2005)
Anestesi local
Anesti local ialah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan secara local pada jaringan saraf dengan kadar cukup. Anestesi local mencegah pembentukan dan konduksi implus saraf. Tempat kerjanya terutama di membrane sel, efeknya pada aksoplasma hanya sedikit. (Anonim (a), 2009)
Anestesi local dianggap lebih aman daripada anestesi umum pada berbagai keadaan, atau menyebabkan lebih sedikit afek samping pasca bedah yang tidak menyenangkan pada kasus lain, tetapi seringkali diabaikan kebaikannya bila dibandingkan kecepatan dan kemudahannya secara komparatif dengan anestesi umum. Memang benar bahwa tidak seorang pun dapat memberikan jaminan akan keberhasilan anestesi local yang diberikan pada pendeita yang sadar, tetapi berdasarkan factor lama kerja, tingkat kesulitan, kepraktisan, dan pemilihan seksama teknik yang tepat, maka keandalannya hamper dapat dijamin. (Colin E, blog, 1994)
Indikasi anestesi local
1.      Jika nyawa penderita dalam bahaya karena kehilangan kesadarannya, sebagai contoh sumbatan pernapasan atau infeksi.
2.      Kedaruratan karena tidak ada waktu untuk mengurangi bahaya anestesi umum.
3.      Menghimdari bahaya pemberian obat anestesi umum. Sebagai contoh pada porfiria intermiten akut, anestesi dengan halotan berulang, mitonia dan gagal ginjal atau hepar.
4.      Prosedur yang membutuhkan kerja sama dengan penderita seperti pada perbaikan tendo, pembedahan mata, serta pemeriksaan gerakan faring,
5.      Lesi superfisialis minor dan permukaan tubuh, seperti ektrasi gigi tanpa penyulitan, lesi kulit. Laserasi minor dan revesi jaringan parut.
6.      Pemberian analgesi pascabedah. Contoh utama adalah sirkumisisi, torakotomi, herniorafi ser ta pembedahan abdomen.
7.      Untuk menimbulkan lambatan simpatik, seperti pada free flap atau pembedahan reimplantasi atu iskemia ekstremitas.
8.      Jika penderita atau ahli bedah atau ahli anestesi lebih menyukai anestesi local serta dapat meyakinkan para pihak lainnya bahwa anestesi local saja sudah cukup. (Colin E, blog, 1994)
Obat-obat anestesi local
Nama Obat
Golongan
Indikasi
Mekanisme
Efek samping
Bupivakain
Amida

Menstabilisasi membrane neuron dengan menginhibisi perubahan ionic terus menerus yang diperlukan untuk memulai dan menghantarkan implus (Joewana, Satya., 2005)
KV : hipotensi, aritmia, henti jantung.
SSP : kejang, tinnitus, penghlihatan kabur  (Omoigui, Sota., 1997)
Prokain
Ester
Blockade saraf dan anestesi spinal (Deglin, Judith Hopfer., 2005)
Menstabilisasi membra n neuron dan mencegah awal dan transmisi dari implus  (Deglin, Judith Hopfer., 2005)
-KV : hipotensi, bradikardia, aritmia.
SP : tinnitus, kejang, pusing, gelisah.
Respirasi : depresi, henti pernapasan  (Deglin, Judith Hopfer., 2005)
Tetrakain
Ester
Anestesi spinal, penggunaan topical pada mata dan nasofaring (Omoigui, Sota., 1997).
Menstabilisasi membra n neuron dan mencegah awal dan transmisi dari implus (Omoigui, Sota., 1997)
KV : hipotensi, brakikarida, blok jantung
Pernapasan : gangguan, atau kelumpuhan pernapasan.
SSP : sakit kepala, tinnitus, kejang, penglihatan kabur (Omoigui, Sota., 1997)
Lidokain
Amida
pengobatan aritmia ventricular akut  (Deglin, Judith Hopfer., 2005
IM,IV : menekan otomatisasi jaringan konduksi dan depolarisasi spontan dari ventrikel selama diastole dengan mengubah aliran ion natrium yang melewati membrane sel.
Topical : inhibisi tranpor ion yang milewati membrane neurol, sehingga menghambat inisiasi dan konduksi implus saraf yang normal (Deglin, Judith Hopfer., 2005).
SSP : mengantuk, pusing, konfusi,letergi, Kejang.
KV : Hipotensi, aritmia, bradikardi, henti jantung.
GI: mual, muntah.
Lokal: rasa terbakar, rasa tersengat, eritmia (Deglin, Judith Hopfer., 2005).











DAFTAR PUSTAKA
Anonim (a), 2009, Farmakologi Dan Terapi Edisi 5, Departemen Farmakologi Dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Anonim(b), 2011, General Anesthesia, available at : http://www.scribd.com/ doc/11534339/Anestesi-Umum , diakses 7 Oktober 2011
Anonim(c), 2011, Obat Mual dan Vertigo, available at : http://medicastore.com/ apotik_online/ obat_saraf_otot/obat_mual_&_vertigo.htm, diakses 7 Oktober 2011
Deglin, Judith Hopfer., 2005, Pedoman Obat  Untuk Perawat Edisi 4, EGC, Jakarta
Dipiro, Joseph T, et.al., 2005, Pharmacotherapy A Pathophysiologyc Approach, six’th ed., handbook, Mc GrawHill, New York
Hardjasaputra purwanto S. L., 2002, Data obat di Indonesia, Grafidian Medipress,  Jakarta
Joewana, Satya., 2005, Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif Edisi 2, EGC, Jakarta
Kee Joyce L, et.al.,1996,  Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan, EGC, Jakarta
Lacy, C.F., et.al, 2003, Drug Information Handbook, 403-405, Lexi-Comp Inc., Canada
Maycek, Marry J., 2001, Farmakologi Ulasan Bergambar ed 11, Widya Medika, Jakarta
Omoigui, Sota., 1997, Obat-obatan anastesia Edisi II, EGC, Jakarta
Ramaiah, Savitri.,  2003, Bagaimana Mengatasi Penyebab Kecemasan, Pustaka Populer Obor, Jakarta
Schmitz, Gery, et.al.,2008, Farmakologi dan toksikologi Edisi 3, EGC, Jakarta
Staf Pengajar Departemen Farmakologi FK UNSRI.,  2009, Kumpulan Kuliah Farmakologi Edisi 2, EGC, Jakarta
Stringer, Janet L., 2008, Konsep Dasar Farmakologi Panduan Untuk Mahasiswa Edisi 3, EGC, Jakarta
Tjay, Tan Hoan., 2007, Obat-Obat Penting,  PT. Elex Media Komputindo, Jakarta
Townsend, Mary.C., 2004, Pedoman Obat dalam Keperawatan Psikiatri Edisis 2, EGC, Jakarta
Triyani, 2010, Evaluasi Penggunaan Obat Asma pada Pasien Asma di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.Soerdji Tirtonegoro Klaten Tahun 2009, Skripsi, Fakultas Farmasi Unifersitas Muhammadiyah Surakarta
Wahab, Samik., 2000, Ilmu Kesehatan Anaka Nelson, EGC, Jakarta


No comments:

Post a Comment

PENGELOLAAN ALAT KESEHATAN DI RUMAH SAKIT

PENGELOLAAN ALAT KESEHATAN DI RUMAH SAKIT            Berbagai peralatan yang diperlukan di Rumah Sakit seperti alat untuk menginfus da...