FARMAKOLOGI KLINIK
OBAT-OBAT ANESTESI UMUM DAN LOKAL
1.
DEFINISI
ANESTESI
Istilah anesthesia yang artinya
hilangnya sensasi nyeri (rasa sakit) yang disertai maupun yang tidak disertai
hilang kesadaran, di perkenalkan oleh oliver W. Holmes pada tahun 1846. Obat
yang digunakan dalam menimbulkan anesthesia disebut sebagai anestetik, dan
kelompok obat ini dibedakan dalam anestetik umum dan anestetik local. Bergantung pada dalamnya pembiusan, anestetik
umum dapat memberikan efek analgesia yaitu hilangnya sensasi nyeri atau efek
anestesia yaitu analgesia yang disertai hilangnya kesadaran, seadangkan
anestetik local hanya dapat menimbulkan efek analgesia. Anestetik umum bekerja
disusunan saraf pusat sedangkan anestetik local bekerja langsung pada serabut
saraf di perifer. (Anonim (a), 2009)
2.
FAKTOR
PENDERITA DALAM PEMILIHAN ANESTESI
Selama fase preoperative (sebelum operasi), ahli anestesi memilih
obat anestesi yang memberikan keamanan dan efisien berdasarkan prosedur pembedahan
alamiah sama seperti keadaan fisiologi dan farmakologi penderita. Diantaranya
adalah :
a.
Fungsi hati dan ginjal yang mempengaruhi
distribusi jangka panjang dan pembersihan obat anestasi sekaligus menjadi
target efek toksik dari obat anestesi.
b.
Sistem
respirasi yang berkaitan dengan pemberian anestesi secara inhalasi. Pasien yang
menderita asma dapat mengganggu perfusi obat anestesi.
c.
Sisem kardiofaskular
sering terjadi efek hipotensi yang mempengaruhi kerja jantung sehingga
kadang-kadang diperlukan vasoaktif, iskemi jaringan akibat penurunan perfusi.
d.
Sistem syaraf : adanya
kelainan neurologi pada pasien menjadi pertimbangan dalam pemilihan anestesi (Maycek,
Marry J., 2001).
3. OBAT ANESTESI YANG DIGUNAKAN UNTUK
TERAPI NYERI
Mekanisme dasar presepsi nyeri pada
bayi dan anak-anak mirip degan orang dewasa, kecuali transmisi impuls nyeri
pada noenatus terutama yang terjadi pada saray yang tidak bermielin akan
berjalan lebih lambat. Selain itu, kurangnya presisi
transmisi sinyal nyeri terjadi di sumsung tulang belakang akibatnya inhibitor nyeri
yang dihasilkan kurang memenuhi kebutuhan untuk menghilangkan atau mengurangi
rasa nyeri yang ada. Sehingga neonates dan bayi dapat merasakan nyeri yang
lebih kuat dan sensitive dibandingakan dengan anak-anak yang lebih tua atau
orangdewasa. Pengalaman rasa sakit akibat nyeri menimbulkan respon untuk
mencari antinyeri untuk mengurangi atau meniadakan rasa nyeri tersebut. Taddio
dan beberapa perguruan tinngi melaporkan bahwa penyunatan pada anak laki-laki
dengan pemberian anestesi topical menghasilkan respon nyeri yang lebih rendah
dibandingkan dengan tanpa pemberian anestesi (Dipiro, Joseph T., et.
al., 2005).
Manajemen rasa sakit untuk kondisi medis, bedah dan pasca operasi telah berkembang cukup selama dekade tahun lalu dengan penggunan
opioid infun kontunu, epidural anestesi, blokade saraf perifer, anestesi lokal,
obat-obatan anti-inflamasi dengan rute yang berbeda digunakan dengan berbagai
rute dan digunakan pula obat non opioid. Teknik manajemen rasa sakit yang
ditiimbukan oleh rasa nyeri telah membantu dalam peningkatan taraf hidup pada
anak-anak (Dipiro, Joseph T., et. al., 2005).
Contoh obat-obat anestesi yang
digunakan untuk manajemen nyeri yang disebabkan oleh injeksi (Dipiro,
Joseph T., et. al., 2005):
4. PENGGOLONGAN OBAT ANESTESI
a.
Tambahan anestesi
b.
Anestesi umum
c.
Anestesi local. (Mycek, et. al, 2001)
a. Tambahan Anestesi
-
Pra-anestesi
Tujuan medikasi
pra-anestetik ialah untuk mengurangi rasa cemas menjelang pembedahan,
mempelancar induksi, mengurangi kegawatan akibat anesthesia. Selain itu,
obat-obat ini akan mengurangi hipersalivasi, bradikardia, dan muntah yang
ditimbulkan sesudah maupun selama anesthesia. (Anonim (a), 2009)
Penderita yang dioperasi sering menerima
satu atau lebih obat yang mengikuti pengobatan pre anestasi
a.
Antikolinergik
Antkolinergik adalah enzim yang
khusus memecah asetilkolin menjadi asetet dan kolin. Digunakan sebagai
preanestesi untk mencegah bradikardia dan skresi cairan ke dalam saluran
pernafasa (Maycek, Marry J., 2001)..
Cara kerjanya dengan melekat pada
membrane ujung saraf pre dan post sinap. Obat menyekat asetilkolinerase yang
secara tidak langsung bekerja sebagai kolinergik dengan memperpanjang
keberadaan asetilkolin endogen yang dilepas oleh ujung syaraf kolinergik.
Keadaan ini menimbulkan penumpukan asetilkolin dalam ruang sinaptik (Maycek,
Marry J., 2001). Pemblokan reseptor muskarin dari
syaraf-syaraf kolinergis di otot polos bronchi, hingga aktivitas syaraf
adrenergis menjadi dominan dengan efek bronchodilatasi (Triyani,
2010) Contoh obat nya adalah :
1)
Sulfas atropin 0,25 mg. Atropin dapat
mengurangi sekresi dan merupakan obat pilihan utama untuk mengurangi efek
bronchial dan kardial yang berasal dari perangsangan parasimpatis, baik akibat
obat atau anestesikum maupun tindakan lain dalam operasi (Anonim (b), 2011) :
i.
Efek lainnya adalah melemaskan tonus
otot polos organ-organ dan menurunkan spasme gastrointestinal. Perlu diingat
bahwa obat ini tidak mencegah timbulnya laringospame yang berkaitan denganane
stesi umum
ii.
Penggunaan : setelah penggunaan obat ini
(golongan baladona) dalam dosis terapeutik ada perasaan kering dirongga mulut
dan penglihatan jadi kabur. Karena itu sebaiknya obat ini tidak digunakan untuk
anestesi regional atau lokal. Pemberiannya harus hati-hati pada penderita
dengan suhu diatas normal dan pada penderita dengan penyakit jantung khususnya
fibrilasi aurikuler.
iii.
Dosis : Atropin tersedia dalam bentuk
atropin sulfat dalam ampul 0,25 mg dan 0,50 mg. Diberikan secara suntikan
subkutis, intramuscular atau intravena dengan dosis 0,5-1 mg untuk dewasa dan
0,015 mg/kgBB untuk anak-anak (Anonim (b), 2011)
2)
Skopolamin yang memiliki efek nyata pada
SSP dan masa kerjanya lama dibandingkan dengan atropine. Skopolamin menimbulkan
kerja khusus yaitu :
i.
Efek : menimbulkan menghlangkan daya
ingat jangka pendek, menyebabkan sedasi, rasa mengantuk, tatapi dalam dosis
yang lebih tinggi menyebabkan kegelisahan.
ii.
Kegunaan terapi : indikasi utama adalah
sebagai pencagah mabuk dalam perjalanan. Sedangkan efek amnesik dimanfaatkan
untuk membantu prosedur anestesi.
iii.
Efek samping : sangat tergantung dengan
dosis yang diberikan, diantaranya dapat menyebabkan mulut kering, pengelihatan
yang kabur, mata serasa berpasir, takikardi dan kinstipasi. Efek terhadap SSP
adalah rasa capek, bingung, halusinasi, delirium, yang lebih lanjut dapat
menyebabkan depresi, kolaps system respirasi dan pernafasan (Maycek, Marry J.,
2001).
b.
Antiemetik
Anti emetik atau obat mual adalah
obat yang digunakan untuk mengatasi rasa mual/muak dan muntah. Antiemetik secara
khusus digunakan untuk mengatasi mabuk perjalanan dan efek samping dari
analgesik golongan opiat, anestesi umum, dan kemoterapi yang digunakan untuk
melawan kanker, juga untuk mengatasi vertigo (pusing) atau migren (Anonim (c), 2011).
Anti emetik terbagi dalam
beberapa golongan sebagai berikut (Anonim (c), 2011).
1.
Golongan antagonis reseptor 5HT3 - obat
emetik ini menghambat reseptor serotonin
pada sistem saraf serebral dan saluran pencernaan. Sehingga, obat emetik
golongan ini dapat digunakan untuk mengobati mual dan muntah setelah operasi
dan penggunaan obat cytotoxic(3). Obat yang biasa digunakan untuk terapi
tambahan preanestesi adalah droperidol yang bekerja menghambat reseptor
dopamine, efektifitasnya sedang jika digunakan dengan dosis rendah namun dengan
penggunaan dosis tinggi efeknya dapat sebanding dengan metokopramid (Maycek,
Marry J., 2001).
Adapun golongan obat emetik lainnya ini adalah
- Ondansetron
Ondansetron diperuntukkan untuk mencegah mual dan muntah yang disebabkan kemoterapi kanker atau setelah operasi. Ondansetron bekerja dengan memblokade hormon Serotonin yang menyebabkan muntah. Selain itu Ondansentron digunakan untuk mengobati kecanduan alkohol. Obat ini digunakan sebelum atau sesudah makan. Ondansetron juga dapat diminum bersama antasida. Dosis pertama diberikan 30 menit sebelum kemoterapi. Dosis selanjutnya sesuai resep dokter, biasanya 1 sampai 2 hari setelah kemoterapi selesai. Untuk kondisi kesehatan lainnya pemberian berbeda-beda. - Tropisetron
Tropisetron digunakan untuk mual karena kemoterapi dan muntah pada anak. Mencegah mual dan muntah setelah operasi (Anonim (c), 2011).
2.
Golongan antagonis Dopamin
bekerja di otak dan digunakan untuk mengobati rasa mual dan muntah karena
penyakit kanker, sakit karena radiasi, obat golongan opiat, obat cytotoxic dan
anestesi umum. Metoclopramide
juga bekerja pada saluran pencernaan sebagai prokinetik, dan ini berguna pada
penyakit saluran cerna, tetapi kurang berguna pada rasa ingin muntah karena obat
cytoxic dan setelah operasi (Anonim (c), 2011).
3.
Golongan Antihistamines
(anatgonis reseptor H1 histamine),efektif untuk beberapa kondisi, termasuk
mabuk perjalanan dan rasa mual di pagi hari pada ibu hamil.
- Diphenhydramine
- Dimenhydrinate selain sabagai antiemetik juga
mengatasi vertigo.
- Pyrathiazine (Anonim (c), 2011).
c.
Antihistamin
Antihistamin berfungsi untuk mencegah reaksi alergi
dan mengurangi keasaman lambung (ulasan bergambar). Contoh obatnya adalah ondansentron. Suatu antagonis reseptor serotonin 5 – HT 3 selektif. Baik untuk pencegahan dan pengobatan mual, muntah pasca bedah. Efek samping berupa ipotensi, bronkospasme,
konstipasi dan sesak nafas. Dosis dewas 2-4 mg (Anonim (c), 2011).
d. Barbiturate
Barbiturate digunakan untuk menghilangkan kesadaran
pasien pramedis atau untuk mempertahankan efek anestesi. Barbiturate dapat
menyebabkan toleransi, enzim metabolic obat, dependensi fisik dan gejala putus
obat yang hebat, sehingga sebagian besar digatikan dengan benzodiazepine (Maycek,
Marry J., 2001).
Golongan barbiturate biasanya digunakan untuk
menimbulkan sedasi. Pentobarbital dan sekobarbita dignakan secara oral atau IM
dengan dosis 100-150 mg pada orang dewasa dan 1 mg/Kg BB pada anak di atas 6
bulan. Keuntungan menggunakan barbiturate ialah tidak memperpanjang masa
pemulihan dan kurang menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan. (Anonim (a),
2009)
Cara kerja barbiturate adalah dengan mengganggu
transport natrium dan klium melewati membrane sel yang mengakibatkan inhibisi aktifitas
system reticular mesensefalik. Mekanisme lain adalah dengan menigkatkan fugsi
GABA(Maycek, Marry J., 2001)..
Efek dan efek samping pada penggunaannya :
1)
Depresi SSP yang mengakibatkan efek sedasi pada dosis
rendah dan efek hipnotik pada dosis tinggi. Menyebabkan rasa ngantuk
konsentrasi terganggu dan kelesuan mental dan fisik.
2)
Depresi pernafasandengan menekan respon hipnotik dan
kemreseptor CO2.
3)
Induksi enzim P 450 yang mengakibatkan penurunan efek
obat lain yang dimetabolisme dihati yang dikonsumsi bersama dengan barbiturate.
4)
Ketergantngan, penghentian secara mendadak menyebabkan
tremor, ansietas, lemah, gelisah, mual dan muntah, kejang dan berhentinya kerja
jantung (Maycek, Marry J., 2001).
e.
Benzodiazepin
Lebih dianjurkan dari pada opioiddan barbiturate.
Pada dosis biasa obat ini tidak menambah depresi napas akibat opioid. Selain
menyebabkan tidur, benzodiazepine juga meimbulkan amnesia retrogad dan dapat
mengurangi mengurangi rasa cemas. (Anonim (a), 2009)
Cara kerja benzodiazepine adalah
dengan pengikatan GABA ke reseptornya pada membrane sel akan membuka saluran
klorida, sehingga meningkatkan efek konduksi klorida. Aliran ion klorida yang
masuk menyebabkan hiperpolarisasi lemah menurunkan potensi postinaptik dari
ambang letup dan meniadakan pembentukan kerja potensial (Maycek,
Marry J., 2001).
Efek obat yang biasanya terlihat
pada pasien yang menggunakan benzodiazepine diantaranya adalah :
1)
Menurunkan ansietas pada dosis rendah
dengan menghambat secara selektif saluran neuron pada system limbic otak.
2)
Bersifat sedative pada dosis rendah dan
efek hipnotik pada dosis yang lebih tinggi.
3)
Antikonfulsan dan digunakan untuk
pengobatan epilepsy dan gangguan kejang.
4)
Pelemas otot skelet yang spastic dengan
cara meningkatkan inhibisi presinaptik dalam sumsum tulang (Maycek,
Marry J., 2001).
Contoh golongan benzodiazepine yang
biasa digunakan premedikasi adalah midazolam yaitu obat induksi tidur jangka
pendek untuk premedikasi, induksi dan pemeliharaananestesi. Dibandingkan dengan
diazepam, midazolam bekerja cepat karena transformasi metabolitnya cepat dan
lama kerjanya singkat. Pada pasien orang tua dengan perubahan organik otak atau
gangguan fungsi jantung dan pernafasan, dosis harus ditentukan secara
hati-hati. Efek obat timbul dalam 2 menit setelah penyuntikan(Anonim (b), 2011).
Dosis premedikasi dewasa 0,07-0,10
mg/kgBB, disesuaikan dengan umur dan keadaan pasien. Dosis lazim adalah 5 mg.
pada orang tua dan pasien lemah dosisnya 0,025-0,05 mg/kgBB. Efek sampingnya
terjadi perubahan tekanan darah arteri, denyut nadi dan pernafasan, umumnya
hanya sedikit (Anonim (b),
2011)
f. Opioid
Opioid berinteraksi secara
stereospesifik dengan reseptor protein pada membrane sel-sel tertentu pada SSP,
ujung syaraf perifer, dan pada sel-sel saluran cerna. Efek yag ditimbulkan adalah
terjadinya hiperpolarisasi sel saraf, menghambat peletupan saraf dan menghambat
presinaptik dalam pelepasan neurotransmitter (Maycek, Marry J., 2001).
Contoh obat golongan opioid yang
bias digunakan untuk preanestesi adalah fentanil, yang secara kimia berhubungan
dengan meperidin, mempunyai potensi analgesic 80 kali dari morfin, sehingga
biasanya digunakan untuk anestesi. Onset fentanil cepat dan durasinya singkat.
Jika dikombinasi dengan droperidol menyebabkan suatu anestesi disosiatif (Maycek, Marry J., 2001).
- Anestesi
umum
1. Anestesi Umum
1.
Teori anesthesia umum
Anesthesia terjadi karena adanya perubahan
neurotransmisi di berbagai bagian SSP, kerja neurotransmitter di passcasinaps
akan diikuti dengan pembantuan second messenger dalam hal ini cAMP yang
selanjutnya mengubah transmisi di neuron. Disamping asetilkolin sebagai
neurotransmitter klasik, dikenal juga katekolamin, serotonin, GABA, adenosine
serta berbagai asam amino dan peptide endogen yang bkerja sebagai
neurotransmitter atau yang memodulasi neurotransmitter di SSP, misalnya asam
glutamate dengan mekanisme hambatan pada reseptor NMDA (N-metil-D-Aspartat).
(Anonim (a), 2009)
2.
Stadium anesthesia umum
Guedel (1920) membagi anesthesia umum
dalam 4 stadium, sedangkan stadium ke-3 dibedakan lagi atas 4 tingkat.
Stadium
1 (ANALGESIA)
Stadium analgesia dimulai sejak saat
pemberian anestetik sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium ini pasien tidak
lagi merasakan nyeri ( anlagensia ), tetapi masih tetap sadar dan dapat
mengikuti perintah. Pada stadium ini dapat dilakukan tindakan pembedahan ringan
seperti mencabut gigi dan biopsy kelenjar.
Stadium
II (EKSITASI)
Stadium ini dimulai sejak hilangnya
kesadaran samapi munculnya pernapasan yang teratur yang merupakan tanda
dimulainya stadium pembedahan. Pada stadium ini pasien tampak mengalami
delirium dan eksitasi dengan gerakan-gerakan di luar kehendak. Pernapasan tidak
teratur, kadang-kadang apnea hiperapnea, tonus otot rangka meninggi , pasiennya
meronta-ronta kadang sampai mengalami inkontenesia, dan muntah. Ini
terjadi karena hambatan pada pusat inhibisi. Pada stadium ini dapat tejadi
kematian, maka stadium ini harus diusahakan cepat dilalui.
Stadium
III (PEMBEDAHAN)
Stadium III dimulai dengan timbulnya
kembali pernapasan yang teratur dan berlangsung sampai pernapasan spontan
hilang. Keempat tingkat dalam stadium pembedahan ini dibedakan dari perubahan
pada gerakan bola mata, reflex bulu mata dan konjungtiva, tonus otot, dan lebar
pupil yang menggambarkan semakin dalamnya pembiusan.
-
Tingkat 1 : pernapasan teratur, spontan
dan seimbang antra pernapasan dada dan perut, gerakan bola mata terjadi di luar
kehendak, miosis, sedangkan tonus otot rangka masih ada.
-
Tingkat 2 : pernapasan teratur tetapi
frekuensinya lebih kecil, bola mata tidak bergerak, pupil mata melebar, otot
rangka mulai melemas, dan reflex laring hilang sehingga pada tingkat ini dapat
dilakukan intubasi.
-
Tingkat 3 : pernapasan perut lebih nyata
dari pada pernapasan dada karena otot interkostal mulai lumpuh , relaksasi otot
rangka sempurna, pupil lebih lebar tetapi belum maksimal.
-
Tingkat 4 : pernapasan perut sempurna
karena otot interkostal lumpuh total, tekanan darah mulai menurun, pupil sangat
lebar dan reflex cahaya hilang. Pembiusan hendaknya jangan sampai ke tingkat 4
ini sebab pasien akan mudah sekalii masuk dalam stadium IV yaitu ketika
pernapasan spontan melemah.
Stadium
IV ( DEPRESI MODULA OBLONGATA)
Stadium IV ini dimulai dengan melemahnya
pernapasan perut disbanding stadium III tingkat 4, te dkanan darah tidak dapat
diukur karena pembuluh darah kolaps, dan jantung berhenti berdenyut. Kedaan ini
dapat segera disusul kematian, kelumpuhan napas di sini tidak didukung haoleh
alat bant napas dan sirkulasi. (Anonim (a), 2009)
Secara klinik
anestesi umum di bagi dua cara yaitu secara inhalasi dan intravena.
Anestesi
Inhalasi
Anestetik
inhalasi kerjanya non selektif, sehingga selain efek penting kliniknya pada
susunan saraf pusat (SSP), juga mengubah fungsi berbagai tipe sel perifer.
Kenyataannya bahwa molekul yang tidak berkaitan secara kimia menghasilkan suatu
keadaan anestestik umum membantah adanya suatu reseptor anestetik spesifik.
Lebih lanjut, bila anestetik merubah fungsi reseptor untuk neurotransmitter
(misalnya ᵞ - asam aminobutirat, glutamate), obat ini bekerja nonselektif.
Jadi, kenyataannya bahwa daerah SSP, seperti system aktivasi reticular dan
korteks, menggambarkan tempat kerja anestetik yang penting, jelas tidak ada
hubungannya terhadap adanya reseptor spesifik pada suatu daerah utama, tetapi
lebih terhadap peranan SSP dalam mengotrol semua keadaan desadaran dan respons
terhadap rangsangan sensorik. (Maycek, Marry J., 2001).
Obat anestesi inhalasi
Nama obat
|
Golongan
|
Indikasi
|
Waktu induksi
(Kee
Joyce L, et.al.,1996)
|
Efek samping
|
Halotan
Enfluran
Metoksifluran
Isofluran
Nitrogen oksida
|
Hidrokarbon terhalogenisasi
Eter
Eter
Eter
Gas anorganik
|
Inhalasi anastesi untuk semua jenis
pembedahan, prosedur diagnosis (Hardjasaputra purwanto S. L., 2002).
Anastesi inhalasi
Anastesi inhalasi
Anastesi inhalasi
Anastesi, analgesic
|
Cepat
Cepat
Lambat
Cepat
Sangat cepat
|
Depresi pernafasan, bradikardi, penurunan
tekanan darah (Schmitz,
Gery, et.al.,2008).
Penurunan tekanan darah, aritmia, menekan
pernafasan tergantung dosis (Schmitz, Gery, et.al.,2008).
Depresi pernafasan, efek ionotrop, penurunan
volume menit jantung, sangat nefrotoksik (Schmitz, Gery, et.al.,2008).
Penurunan tekanan darah, aritmia, menekan
pernafasan tergantung dosis (Schmitz, Gery, et.al.,2008).
Hipoksia difusi pada akhir anastesi
(Schmitz, Gery, et.al.,2008).
|
Anestesi intravena
Anestetik intravena sering digunakan untuk mendapatkan induksi
ceapt anestesi, yang kemudian dipelihara dengan obat inhalasi yang tersedia.
Anestetik intravena ini cepat menginduksi anestesi dan karena itu harus
disuntikan secara lambat. Sadar kembali dari anestetik intravena disebabkan
oleh redistribusi dari daerah SSP.
Obat
anestesi intravena
Nama Obat
|
Golongan
|
Indikasi
(Stringer, Janet L., 2008).
|
Mekanisme
|
Efek Samping
|
|
Metoheksital (Maycek, Marry J.,
2001).
|
Barbiturat
|
Untuk
anestesi
|
-
Bekerja sangat singkat
-Menghambat
jalur-jalur asenden di Formatio
reticularis
-Berikatan
pada reseptor GABA
-Memperpanjang
waktu pembukaan kanal Cl
-Hiperpolarisasi sel-sel
-Pengurangan
sensitivitas (Schmitz, Gery, et.al.,2008).
|
-Sindrom
putus obat cepat Staf Pengajar
(Departemen Farmakologi FK UNSRI.,
2009)
|
|
Tiopental
|
Barbiturat
|
-Untuk
anestesi
|
-Bekerja
sangat singkat (beberapa menit) (Stringer, Janet L., 2008).
-Mendepresi
SSP dengan menghambat konduksi impuls dalam
sistem aktivasi retikularis asenden (Townsend, Mary.C., 2004).
-Menghasilkan
anastesia dan hipnotis, namun tidak memiliki sifat analgesic (Townsend, Mary.C., 2004).
|
-Sindrom
putus obat cepat (Departemen Farmakologi FK UNSRI., 2009)
|
|
Diazepam
|
Benzodiazepin
|
Pengobatan
epileptikus
|
-Diazepam
berikatan dengan reseptor stereospesifik benzodiazepin di neuron postsinaptik
GABA pada beberapa sisi di dalam SSP
-Diazepam
meningkatkan penghambatan efektifitas GABA (rangsangan) ( Wahab, Samik., 2000).
-Meningkatkan
permeabilitas membran terhadap ion Cl
-Ion
klorida berada dalam bentuk terhiperpolarisasi dan stabil ( Lacy, C.F., et al, 2003).
|
Mengantuk
Ketergantungan
Depresi
( Lacy, C.F., et al, 2003).
|
|
Lorazepam
|
Benzodiazepin
|
-Pengobatan
epileptikus (Stringer, Janet L., 2008).
|
-Antikonvulsan
jangka pendek
-Lama
kerja > diazepam
-Mempengaruhi
efek GABA (dalam otak)
-Pemberian
suntikan diserap dengan cepat ( Lacy, C.F., et al, 2003).
|
-Rasa
lela
-Mengantuk
-Kecanduan
(Ramaiah,
Savitri., 2003).
|
|
Etomidat
|
-Hipnotik
non barbiturat tanpa aktivitas
analgesik(Omoigui,
Sota., 1997).
|
-Mempertahankan
tekanan perfusi otak > tiopental
-Tidak
melepaskan histamine (Omoigui,
Sota., 1997).
|
-Menurunkan metabolisme otak, aliran darah
otak dan tekanan intrakranial(Omoigui, Sota., 1997).
|
||
Fentanil
|
Opioid
|
-Untuk
analgesi dan anestesi
-Untuk
infark jantung (Omoigui,
Sota., 1997).
|
-Efek
analgetik agonis-opiat 80x lebih kuat
daripada morfin
-Kerjanya
cepat (menit)
-Analgesik
opioid yang berikatan dengan reseptor opiat di SSP, merubah ( Tjay, Tan Hoan., 2007).
-respon
dan persepsi nyeri (Deglin, Judith Hopfer., 2005).
|
-Neuroleptoanalgesia
(tenang, analgesia tanpa kehilangan
kesadaran dan berkurangnya aktivitas motorik) ( Deglin, Judith Hopfer., 2005)
|
|
Morfin
|
Opioid
|
-Berkhasiat
analgetis
-Khusus
pada nyeri hebat akut dan kronis (Tjay, Tan Hoan., 2007)
|
-Bekerja
pada reseptor opoida yang sebagian besar terletak di susunan saraf pusat dan
saluran cerna
-Menekan
pusat pernapasan yang terletak di batang otak , menyebabkan hambatan pada
pernapasan (Joewana,
Satya., 2005).
|
-Sedatif
-Hipnotis
-Menekan
pernapasan
-Euforia
-Miosis
(Penciutan pupil Mata)
-Protacted
withdrawal (“sugesti”) rasa tidak nyaman hingga pengguna ingin mengkonsumsi
kembali (Joewana,
Satya., 2005).
|
|
Droperidol + Fentanil
|
Neuroleptik
|
-Digunakan untuk menghasilkan efek tenang
dan analgesia selama prosedur diagnotik atau bedah.
-Adjuvant dalam berbagai jenis anesthesia (Deglin,
Judith Hopfer., 2005)
|
-Droperidol mengubah kerja dopamine di SSP
dan fentanil berikatan dengan reseptor opiat di SSP, merubah repon dan
persepsi nyeri, efek terapeutik gabungan : Neuroleptoanalgesia (tenang,
berkurangnya aktivitas motorik dan analgesi tanpa kehilangan kesadaran) ( Deglin, Judith Hopfer., 2005).
|
-SSP : sedasi berlebihan, reaksi
ekstrapiramidal
-Respirasi
: bronkospasme, laringospasme, apnea
-KV : hipotensi, takikardi
-GI : mulut kering, konstipasi ( Deglin, Judith Hopfer., 2005).
|
|
Propofol
|
-Pemeliharaan anesthesia seimbang jika
digunakan bersama agens lain( Deglin, Judith Hopfer., 2005)
|
-SSP: pusing, sakit kepala
-Respirasi : APNEA, batuk
-KV : bradikardi, hipotensi, hipertensi
-G1 : mual, muntah, kram abdomen.
-Lokal: nyeri, rasa terbakar, rasa
tersengat, kesemutan
(Deglin, 2005)
|
|||
Anestesi local
Anesti local
ialah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan secara local pada
jaringan saraf dengan kadar cukup. Anestesi local mencegah pembentukan dan
konduksi implus saraf. Tempat kerjanya terutama di membrane sel, efeknya pada
aksoplasma hanya sedikit. (Anonim (a), 2009)
Anestesi local dianggap lebih aman
daripada anestesi umum pada berbagai keadaan, atau menyebabkan lebih sedikit
afek samping pasca bedah yang tidak menyenangkan pada kasus lain, tetapi
seringkali diabaikan kebaikannya bila dibandingkan kecepatan dan kemudahannya
secara komparatif dengan anestesi umum. Memang benar bahwa tidak seorang pun
dapat memberikan jaminan akan keberhasilan anestesi local yang diberikan pada
pendeita yang sadar, tetapi berdasarkan factor lama kerja, tingkat kesulitan,
kepraktisan, dan pemilihan seksama teknik yang tepat, maka keandalannya hamper
dapat dijamin. (Colin E, blog, 1994)
Indikasi anestesi local
1.
Jika nyawa penderita dalam bahaya karena
kehilangan kesadarannya, sebagai contoh sumbatan pernapasan atau infeksi.
2.
Kedaruratan karena tidak ada waktu untuk
mengurangi bahaya anestesi umum.
3.
Menghimdari bahaya pemberian obat
anestesi umum. Sebagai contoh pada porfiria intermiten akut, anestesi dengan
halotan berulang, mitonia dan gagal ginjal atau hepar.
4.
Prosedur yang membutuhkan kerja sama
dengan penderita seperti pada perbaikan tendo, pembedahan mata, serta
pemeriksaan gerakan faring,
5.
Lesi superfisialis minor dan permukaan
tubuh, seperti ektrasi gigi tanpa penyulitan, lesi kulit. Laserasi minor dan
revesi jaringan parut.
6.
Pemberian analgesi pascabedah. Contoh
utama adalah sirkumisisi, torakotomi, herniorafi ser ta pembedahan abdomen.
7.
Untuk menimbulkan lambatan simpatik,
seperti pada free flap atau pembedahan reimplantasi atu iskemia ekstremitas.
8.
Jika penderita atau ahli bedah atau ahli
anestesi lebih menyukai anestesi local serta dapat meyakinkan para pihak
lainnya bahwa anestesi local saja sudah cukup. (Colin E, blog, 1994)
Obat-obat anestesi local
Nama
Obat
|
Golongan
|
Indikasi
|
Mekanisme
|
Efek
samping
|
Bupivakain
|
Amida
|
Menstabilisasi
membrane neuron dengan menginhibisi perubahan ionic terus menerus yang
diperlukan untuk memulai dan menghantarkan implus
(Joewana, Satya., 2005)
|
KV : hipotensi,
aritmia, henti jantung.
SSP : kejang,
tinnitus, penghlihatan kabur (Omoigui, Sota., 1997)
|
|
Prokain
|
Ester
|
Blockade saraf dan
anestesi spinal (Deglin, Judith Hopfer., 2005)
|
Menstabilisasi
membra n neuron dan mencegah awal dan transmisi dari implus (Deglin, Judith Hopfer., 2005)
|
-KV : hipotensi,
bradikardia, aritmia.
SP : tinnitus,
kejang, pusing, gelisah.
Respirasi :
depresi, henti pernapasan (Deglin, Judith Hopfer.,
2005)
|
Tetrakain
|
Ester
|
Anestesi spinal,
penggunaan topical pada mata dan nasofaring (Omoigui, Sota., 1997).
|
Menstabilisasi
membra n neuron dan mencegah awal dan transmisi dari implus
(Omoigui, Sota., 1997)
|
KV : hipotensi,
brakikarida, blok jantung
Pernapasan :
gangguan, atau kelumpuhan pernapasan.
SSP : sakit
kepala, tinnitus, kejang, penglihatan kabur (Omoigui, Sota., 1997)
|
Lidokain
|
Amida
|
pengobatan aritmia ventricular akut (Deglin, Judith Hopfer., 2005
|
IM,IV : menekan
otomatisasi jaringan konduksi dan depolarisasi spontan dari ventrikel selama
diastole dengan mengubah aliran ion natrium yang melewati membrane sel.
Topical : inhibisi
tranpor ion yang milewati membrane neurol, sehingga menghambat inisiasi dan
konduksi implus saraf yang normal (Deglin, Judith Hopfer., 2005).
|
SSP : mengantuk,
pusing, konfusi,letergi, Kejang.
KV : Hipotensi,
aritmia, bradikardi, henti jantung.
GI: mual, muntah.
Lokal: rasa
terbakar, rasa tersengat, eritmia (Deglin, Judith Hopfer., 2005).
|
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim (a), 2009, Farmakologi Dan Terapi Edisi 5, Departemen Farmakologi Dan
Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Anonim(b), 2011, General Anesthesia, available at : http://www.scribd.com/
doc/11534339/Anestesi-Umum , diakses 7 Oktober 2011
Anonim(c), 2011, Obat Mual dan Vertigo, available at : http://medicastore.com/
apotik_online/ obat_saraf_otot/obat_mual_&_vertigo.htm, diakses 7
Oktober 2011
Deglin,
Judith Hopfer., 2005, Pedoman Obat Untuk Perawat Edisi 4, EGC, Jakarta
Dipiro,
Joseph T, et.al.,
2005, Pharmacotherapy A Pathophysiologyc
Approach, six’th ed., handbook,
Mc GrawHill, New York
Hardjasaputra
purwanto S. L., 2002, Data obat di
Indonesia, Grafidian
Medipress, Jakarta
Joewana, Satya., 2005, Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif Edisi 2,
EGC, Jakarta
Kee
Joyce L, et.al.,1996, Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan,
EGC, Jakarta
Lacy, C.F., et.al, 2003, Drug
Information Handbook, 403-405, Lexi-Comp Inc., Canada
Maycek,
Marry J., 2001, Farmakologi Ulasan
Bergambar ed 11, Widya Medika, Jakarta
Omoigui,
Sota., 1997, Obat-obatan anastesia Edisi
II, EGC, Jakarta
Ramaiah, Savitri.,
2003, Bagaimana Mengatasi Penyebab
Kecemasan, Pustaka Populer Obor, Jakarta
Schmitz,
Gery, et.al.,2008, Farmakologi dan
toksikologi Edisi 3, EGC, Jakarta
Staf
Pengajar Departemen Farmakologi FK UNSRI.,
2009, Kumpulan Kuliah Farmakologi
Edisi 2, EGC, Jakarta
Stringer,
Janet L., 2008, Konsep Dasar Farmakologi
Panduan Untuk Mahasiswa Edisi 3, EGC, Jakarta
Tjay,
Tan Hoan., 2007, Obat-Obat Penting, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta
Townsend, Mary.C., 2004, Pedoman Obat dalam Keperawatan Psikiatri Edisis 2, EGC, Jakarta
Triyani,
2010, Evaluasi Penggunaan Obat Asma pada
Pasien Asma di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.Soerdji Tirtonegoro Klaten Tahun
2009, Skripsi, Fakultas Farmasi Unifersitas Muhammadiyah Surakarta
Wahab,
Samik., 2000, Ilmu Kesehatan Anaka Nelson,
EGC, Jakarta
No comments:
Post a Comment