ADHD (Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder)
atau kelainan hiperaktivitas kurang perhatian sering tampak sebelum usia 4
tahun dan dikarakteristikkan oleh ketidaktepatan perkembangan tidak perhatian,
impulsif, dan hiperaktivitas. Pada kira-kira sepertiga kasus, gejala-gejala
menetap sampai masa dewasa (1).
Epidemiologi
ADHD terjadi pada 3
sampai 10 % anak-anak di seluruh dunia dan terjadi pada 4% orang dewasa. Di
Amerika Serikat empat anak laki-laki didiagnosis menderita ADHD untuk setiap
satu anak perempuan. Perbedaan ini lebih dikarenakan ADHD lebih mungkin terjadi
pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Gejala-gejala ADHD mungkin akan
bertahan pada anak laki-laki maupun perempuan sampai mereka dewasa, tetapi
gejala berupa hiperaktivitas lebih kurang menonjol pada saat dewasa(2).
Patofisiologi
ADHD adalah suatu
gangguan neurobiologis kronis yang ditandai dengan masalah-masalah pengaturan
aktivitas (hiperaktivitas), perilaku menghambat (impulsivitas), dan mengikuti
tugas (tidak ada perhatian). Untuk memenuhi criteria ADHD, gejala-gejalanya
harus terjadi di tatanan manapun. Dengan kata lain, jika anak hiperaktif di
rumah tetapi di sekolah tidak, ADHD tidak dapat dijadikan diagnosis.
Meskipun gejala ADHD
ini sudah ada sebelum usia 7 tahun, diagnosis umumnya belum ditegakkan sampai
anak itu masuk sekolah, saat perilaku tersebut menganggu fungsi akademik dan sosial
anak. Anak yang mengalami ADHD mudah mengalami cedera fisik. Koordinasi
sensorikmotorik mungkin terganggu, dan kejanggalan serta masalah dengan
orientasi ruang sering terjadi. Gejala dapat terus berlangsung sampai masa
dewasa. Tidak ada tanda penyebab terjadinya ADHD. Kemungkinan karena pengaruh
genetik (3).
Terapi
yang Dilakukan
Ada 2 macam terapi
terhadap anak yang mengalami ADHD yaitu terapi psikologis dan terapi obat.
·
Psikologis
Ø Hendaknya
berusaha sejauh mungkn menggunakan terapi psikologis yang melibatkan psikolog,
anak dan orang tuanya.
Ø Orang
tua diajak untuk mengubah cara pandang dan cara memperlakukan anak dengan
menerima meraka sesuai keadaannya
Terapi
ini dilakukan dengan sistem “Token” atau sistem hadiah untuk meningkatkan
kemampuannya memusatkan perhatian dan perilaku cooperatif. Terapi ini
memerlukan waktu relatif lama dan membutuhkan perencanaan dan kesabaran, dan
ketelatenan sebelum membuahkan hasil. Bila terapi psikolog gagal membuahkan
hasil barulah mempertimbangkan penggunaan terapi obat
·
Terapi obat
Terapi obat ini lebih mudah dijalankan. Dua profesor
psikolog di Amerika Serikat Richard Bulgeski dan Anthony M. Graziano dalam
bukunya The Handbook of Practical
Psicology, menyebutkan kelemahan terapi obat sebagai berikut :
1. Tidak
semua anak ADHD yang diberi obat menjadi lebih tenang
2. Meski
ada yang menjadi lebih tenang, tetap saja tidak membantu mereka menjadi lebih
cooperatif dan lebih dapat memusatkan perhatian.
3. Tidak
meningkatkan prestasi belajar
4. Ada
akibat samping yang negatif, seperti mengantuk, nafsu makan berkurang, sulit
tidur, nyeri perut, sakit kepala, perasaan tidak nyaman, cemas, tekanan darah
tinggi, tertundanya pertumbuhan fisik, dan dalam jangka panjang menyebabkan
ketergantungan atau ketagihan obat(4).
|
KASUS
Rida berusia 7 tahun, 120 cm, 24 kg. Saat ini dia duduk di kelas 1
Sekolah Dasar. Orang tuanya seringkali mendapatkan masukan dan laporan dari
gurunya bahwa dia seringkali jalan-jalan di kelas. Rida lebih banyak berdiri
dan tidak fokus pada pekerjaan sekolahnya.
Orang tuanya pun mengakui bahwa di rumah pun Rida seperti itu.
Seringkali Rida berganti-ganti aktivitas dan tidak pernah sampai selesai.
Misalnya, bermain bongkar pasang dan selang beberapa menit kemudian sudah
beralih pada permainan yang lain.
Kondisi seperti ini bisa mempengaruhi prestasinya di sekolah. Rida
seringkali sulit dikontrol. Dia sering mengabaikan apa yang Mamanya
perintahkan. Selanjutnya, Rida diperiksakan ke Dokter Spesialis kejiwaan dan
didiagnosa mengalami ADHD. Terapi yang diberikan adalah methylphenidat 5 mg, 2
X sehari. Setelah 1 minggu penggunaan, Rida mengeluh perutnya terasa tidak
nyaman dan kehilangan nafsu makan. Pertanyaan:
- Bagaimana penerapan asuhan kefarmasian pada
An.Rida ?
- Parameter apa yang perlu dimonitoring ?
Jawab :
Untuk menjawab kasus diatas
digunakan metode FARM
Finding
|
Assessment
|
Resolution
|
Monitoring
|
Data Pasien :
An. Rida, perempuan, umur 7th,
BB 24 kg, TB 120 cm
Gejala :
Sering jalan-jalan dikelas, tidak
fokus terhadap pekerjaannya sekolahnya, sering berganti akvitas dan tidak
pernah menyelesaikannya, sulit dikontrol dan sering membantah perintah orang
tuanya.
Diagnosa:
ADHD
Terapi :
Methylphendate 5 mg 2x sehari
Keluhan :
Setelah 1 minggu pengobatan pasien
mengeluh sakit perut dan nafsu makan berkurang.
|
Reaksi efek samping
Pasien mengalami reaksi efek samping
dari obat penurun gejala ADHD golongan stimulant yang telah diberikan yaitu Methylphenidate.
Efek samping dari obat golongan
stimulant yaitu sakit kepala, sakit perut insomnia, penurunan nafsu makan, dan
sakit kepala (2).
|
Terapi tetap dilanjutkan
Methylphenidate 5 mg 2x sehari sebelum
sarapan pagi dan sebelum makan siang.
Untuk mengatasi masalah sakit perut
pada pasien, obat digunakan 30 menit sebelum sarapan pagi dan 30 menit
sebelum makan siang.
Untuk mengatasi efek samping hilangnya
nafsu makan, An. Rida diberikan makanan dengan kadar nutrisi yang mencukupi.
Seperti kadar kalori yang tinggi dan protein yang cukup. Ditambah dengan
buah-buahan yang dapat mencukupi kebutuhan vitamin anak.
Terapi farmakologi dilakukan bersamaan
dengan terapi non-farmakologi.
|
Monitoring efektivitas obat dan
monitoring efek samping obat
|
-
Monitoring :
o
Efektivitas obat
Dengan melihat
penurunan atau pengurangan gelaja-gejala ADHD yang terjadi pada An. Rida
setelah pemberian obat stimulan dan dengan mengontrol perilaku dari pasien di
rumah maupun disekolah. Untuk mengontrol perilaku anak, dapat dilakukan oleh
orang tua maupun guru di sekolah.
o
Efek samping obat
Dengan melihat apakah efek samping
dari obat yang diberikan berkurang atau tidak. Efek samping dari obat dapat
berkurang dengan sendirinya, karena pasien baru menerima obat selama 1 minggu
dan diasumsikan bahwa pasien belum pernah menerima obat ini (Methylphenidate)
sebelumnya.
Dalam kasus ini
digunakan kombinasi terapi farmakologis
dan non-farmakologis agar didapatkan efek yang lebih baik. Yang dimaksud
efek disini yaitu efek dalam mengurangi hiperactivity, sedangkan efek samping
yang ditimbulkan oleh methylphenidate yang berupa perut tidak nyaman dan nafsu
makan berkurang diatasi dengan pengkonsumsian obat 30 menit sebelum sarapan dan
makan siang. Digunakan terapi non-farmakologis karena terapi ini merupakan
terapi yang lebih efektif untuk penanganan penyakit yang berhubungan dengan
kelainan sistem syaraf dan terapi farmakologis digunakan untuk mengurangi
aktivitas neurotransmitter yang menjadi penyebab hyperactivity (6).
DAFTAR
PUSTAKA
1. Townsend,
Mary C., 1998, Buku Saku Diagnosa
Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta
2. Dipiro,
J.T., Talbert, R.L, Yee G.C., Matzke G.R., Wells B.G., and Posey L.M., 2008, Pharmacotheraphy A
Pathophysiologic Approach Seventh Edition, The McGraw-Hill Companies, United States of America
3. Betz
C.L., Sowden L.A., 2009, Buku Saku
Keperawatan Pediatri, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
4.
Widyarini, Nilam. 2009. Relasi Orang Tua dan Anak. Elex Media
Computindo. Jakarta. 47-48
5. Anonim,.2011. ADHD: Clinical Practice Guidline for
the Diagnosis, Evaluation, and Treatment of Attenion-Deficit/Hyperactivity Disorder
in Children and Adolescents. pedriatics.aappublications.org/content/early/2011/10/14/peds.20112654
(diakses tanggal 6 Desember 2011)
No comments:
Post a Comment