1.
Kasus Alzheimer
Seorang pasien, Tn. H, 69 tahun,
berdasarkan hasil anamnesa Dokter dan pemeriksaan penunjang yang terkait,
didignosa mengalami Alzheimer tahap 3 dengan gejala gangguan/penurunan fungsi
kognitif dan cemas. Terapi yang diberikan
adalah donepezil 10 mg, 1 X sehari dan ekstrak gingko biloba 1 X sehari. RPD :
Hipertensi terkendali dgn lisonopril 10 mg 1 X 1.
- Bagaimana penerapan asuhan kefarmasian pada Tn.
H?
- Parameter apa yang perlu dimonitoring?
Jawab :
- Analisis kasus berdasarkan
metode FARM
1.
Finding
Nama
|
Tn. H
|
Umur
|
69 tahun
|
Diagnosa
|
Alzheimer tahap 3
|
Riwayat pengobatan
|
-
Donepezil 10 mg 1 x sehari
-
Ekstrak gingko biloba 1 x sehari
-
Lisinopril 10 mg 1 x sehari
|
Keluhan pasien
|
Gangguan / penurunan fungsi kognitif dan cemas
|
RPD
|
Hipertensi
|
2.
Assesment, Resolution, dan Monitoring
Assesment
|
Resolution
|
Monitoring
|
||
Medical Problem
|
Terapi
|
DRP’s
|
||
Alzheimer
Tahap 3
|
Donepezil 10 mg 1 x sehari
|
Dosis yang tidak tepat.Donepezil dapat digunakan untuk
pengobatan kognitif tahap ringan sampai
sedang.(1)
|
-Pemilihan
terapi donepezil untuk pengobatan alzheimer sudah tepat karena memiliki paling
sedikit efek samping seperti mual,muntah, diare apabila
dibandingkan dengan golongan obat alzheimer lainnya seperti tacrine,
rivastigmine, memantine,galantamine.
-Dosis yang
digunakan pada pengobatan awal adalah 5mg sehari dosis ditingkatkan jika
diperlukan setelah 4-6 minggu maksimal 10 mg sehari. (1)
|
Efektivitas:
donepezil merupakan
inhibitor
kolinesterase piperidine dengan spesifisitas penghambatan
acetylcholinesterase dibandingkan
dengan
butyrylcholinestera
se yang dapat digunakan untuk mengobati
penurunan kognitif alzheimer tahap ringan hingga sedang(1).
Efek samping: mual, muntah,
diare, sakit kepala(1).
|
Ekstrak Gingko Biloba 1 x
sehari
|
Penggunaan ekstrak gingko
biloba kurang tepat. Gingko biloba tidak memberikan efek yang signifikan(2)
|
Terapi pengobatan alzheimer
ekstak gingko biloba digantikan
dengan vitamin E yaitu sebagai
antioksidan kuat(3).
Dosis vitamin E 1000ui
2 kali sehari(1)
|
Efektivitas:
vitamin E untuk mencegah degenerasi sel
saraf yang dapat mencegah perkembangan penyakit alzheimer ke tahap
selanjutnya. (2)
Efek samping :
diare dan sakit perut dengan
dosis
lebih dari 1 g sehari (4) |
|
Lisinopril
|
Lisinopril efektif untuk
penurunan tekanan darah(5).
|
Pemilihan terapi lisinopril sudah tepat dengan
dosis 10 mg per hari(4).
Lisinopril dapat
memelihara penururnan tekanan darah(5).
|
Efektivitas: suatu penghambat ACE
yang nonprodrug dan secara efektif memelihara penurunan tekanan darah selama
24 jam dengan dosis tunggal(5).
Efek samping :
Batuk
kering, hipotensi, keluhan lambung usus,pusing, nyeri yang bersifat
sementara, disfungsi ginjal, gejala lain seperti demam, mialgia, artritis (6).
|
b. Parameter yang perlu di
monitoring :
1. efek samping obat
2. kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat
Kasus :
Seorang pasien , Tn. H, 69 tahun berdasarkan hasil anamnesa dokter
dan pemeriksaan penunjang yang terkait di diagnose mengalami Alzheimer tahap 3
dengan gejala gangguan/ penurunan fungsi kognitif dan cemas. Terapi yang
diberikan adalah donepezil 10 mg 1 x sehari dan ekstrak gingko biloba 1 x
sehari. RPD : Hipertensi terkendali dengan lisinopril 10 mg 1x1.
a. Bagaimana asuhan kefarmasian pada Tn.
H
b. Parameter apa yang perlu dimonitoring
?
Penyelesian Kasus
Finding :
·
Tn.
H usia 69 tahun
·
Terdiagnosis:
Alzheimer tahap 3
·
Gejala:
gangguan/ penurunan fungsi kognitif dan cemas.
·
RPD
: Hipertensi terkendali dengan lisinopril 10 mg 1x1.
·
Terapi
: Donepezil 10 mg 1 x sehari dan ekstrak gingko biloba 1 x sehari.
Assasment :
No
|
PEMILIHAN OBAT
|
DRP’s
|
KETERANGAN
|
RESOLUTION
|
MONITORING
|
1.
|
Donepezil 10 mg 1 x sehari
|
Pemberian
dosis kurang tepat
|
Pemberian dosis Donepezil kurang
tepat untuk Tn.H yang menderita Alzheimer tahap 3
|
Tetap diberikan donepezil yang dapat meningkatkan efek
kognitif, dengan dosis 5 mg sekali sehari menjelang tidur sehingga dapat meningkatkan
kepatuhan pasien, tidak ada efek hepatotoksik
|
Efek samping obat: mual
dan muntah
Setelah 4-6
minggu, dosis dapat dinaikkan menjadi 10 mg
|
2.
|
Ekstrak gingko biloba 1 x sehari
|
Pemilihan terapi
tambahan bukan yang terbaik untuk pasien
|
Penggunaan ekstrak gingko biloba
sebagai
terapi tambahan bukan merupakan terapi yang terbaik untuk Tn. H. Karena
informasi terakhir dari uji klinik tentang penggunaan gingko biloba untuk
mencegah AD menunjukkan bahwa gingko biloba tidak memberikan efek signifikan.
Bisa dilihat pada
http://www.emaxhealth.com/1002/91/26772/gingko-biloba-does-not-prevent-alzheimer-039-s-disease.html
|
Gingko biloba dapat digantikan dengan Vitamin E
dengan dosis 15 mg perhari (setara dengan 22 iu). Vitamin E, harganya murah dan dianggap aman cukup
efektif untuk mencegah kepikunan, seperti yang dilaporkan pada perttemuan
ilmiah tahunan American Geriatrics Society (AGS) 2009.
|
Pemantauan progresi penyakit
|
3.
|
Lisinopril 10 mg 1x
sehari
|
Pemilihan obat
sudah tepat. Hipertensi pada Tn. H sudah terkendali dengan lisinopril 10 mg
1x sehari
|
Tidak ada interaksi dengan donepezil
|
Pemantauan
tekanan darah.
|
Pemantauan :
·
Pemantauan
perlu dilakukan secara periodic untuk memantau kemampuan fungsional pasien
(kognisi dan memori), dan gejala psikiatrik yang muncul.
·
Dapat
digunakan dengan beberapa alat ukur seperti Mini-Mental State Examination
(MMSE) atau yang lain
Terapi Non Farmakologi
1. Managing the family
2. Managing the environment
3. Managing the pasien
Tujuan terapi non farmakologis dimaksudkan untuk memperbaiki orientasi
realitas pasien, memodifikasi prilaku, memberikan informasi dan pelatihan yang
benar pada keluarga pasien.
KASUS ALZHEIMER
Seorang pasien, Tn. H, 69 tahun,
berdasarkan hasil anamnesa dokter dan pemeriksaan penunjang yang terkait,
didiagnosa mengalami Alzheimer tahap 3 dengan gejala gangguan penurunan fungsi
kognitif dan cemas. Terapi yang diberikan adalah Donepezil 10 mg 1xsehari dan
ekstrak Gingko biloba 1xsehari. RPD
hipertensi terkendali dengan Lisonipril 10 mg 1x1. Pertanyaan :
a.
Bagaimana penerapan asuhan kefarmasian
pada Tn. H ?
b.
Parameter apa yang perlu dimonitoring?
Jawab :
- Asuhan
Kefarmasian dengan metode FARM
- Finding :
Tn. H, 69 tahun, didiagnosa mengalami Alzheimer tahap 3
Terapi : Donepezil 10 mg
1xsehari
Ekstrak Gingko
biloba 1xsehari
RPD : Hipertensi
terkendali dengan Lisinopril 10 mg 1xsehari
Gejala : gangguan
penurunan fungsi kognitif
cemas
- Assesment
Medical
problem
|
Terapi
|
DRPs
|
Resolution
|
Alzheimer
Tahap 3
Hipertensi
|
Donepezil 10 mg
1xsehari
Ekstrak Gingko biloba 1xsehari
Lisinopril 10 mg 1xsehari
|
Over
Dose
Pemilihan
obat tidak tepat
Pemilihan
obat tepat
|
Dosis diturunkan untuk alzheimer tahap
awal 5mg 1x sehari
Terapi diganti dengan vitamin E
Terapi dilanjutkan
|
- Resolution
F Alzheimer
: Donepezil 5 mg 1x sehari
Alasan
penurunan dosis karena pada pasien baru mengalami tahap 3 yaitu tahap awal
alzheimer. Maka harusnya donepezil dimulai dengan dosis 5 mg perhari dipagi
hari. Kemudian setelah pemakaian 4-6
minggu jika di toleransi dengan baik maka dititrasi sampai 10 mg per hari (1).
Donepezil merupakan inhibitor kolinesterase piperidin dengan spesifisitas untuk
inhibisi acetilkolinesterase dibanding butyryl cholinesterase (2).
Efek samping lebih sedikit dibanding golongan cholinesterase inhibitor non
spesifik seperti tachrine. Keunggulan donepezil dibanding dengan golongan
inhibitor cholinesterase non spesifik antara lain ialah ;
1. Donepezil
mempunyai efek samping yang lebih ringan (nausea dan vomitus pada 10 % pasien,
sementara takrin pada 24% ).
2. Donepezil
dapat diberikan 5 mg 1x sehari.
3. Donepezil
tidak dapat menyebabkan kenaikan enzim hepar pada sekitar separuh pasien yang
diobati.(3)
F Vitamin
E : 1000 mg 2x sehari
Alasan vitamin E
yang diberikan pada pasien digunakan sebagai antioksidan yang dapat menunda
keparahan alzheimer. Karena pasien Alzheimer ini tergolong geriatri, maka
antioksidan dibutuhkan untuk regenerasi sel saraf. Dosis awal yang digunakan
yaitu 1000 IU 2x/hari. Sedangkan ekstrak ginkgo biloba memang pernah disebut-sebut
memiliki efek proteksi saraf dan meningkatkan daya ingat. Tetapi informasi
terakhir dari uji klinik tentang penggunaan ginkgo biloba hanya untuk mencegah
penyakit Alzheimer yang menunjukkan bahwa ginkgo biloba tidak memberikan efek
yang signifikan terhadap pasien yang sudah didiagnosa mengalami Alzheimer (4).
F Lisinopril
10 mg 1x sehari
Lisinopril
merupakan golongan ACE inhibitor (Angiotensin Converting Enzyme). Obat golongan
ini dapat membantu melindungi manula dari kemunduran memori dan fungsi kognitif
yang secara spesifik mencapai otak dan membantu menurunkan inflamasi yang
berkontribusi pada penyakit alzheimer (5).
·
Monitoring
F Donepezil
·
Efek samping donepezil : sakit kepala,
mual, muntah, diare, pusing, insomnia, anoreksia, lemas(2).
·
Efektivitas donepezil : lebih efektif
mengobati penurunan kognitif pada AD ringan hingga sedang dengan efek samping
perifer lebih sedikit daripada golongan cholinesterase inhibitor nonspesifik(2)
F Vitamin
E
·
Efek samping : -
·
Efektivitas vitamin E : sebagai
antioksidan untuk regenerasi sel syaraf yang dapat menunda keparahan alzheimer(6)
F Lisinopril
·
Efek samping lisinopril : pusing, sakit
kepala, diare, batuk, mual(3).
·
Efektifitas lisinopril : lebih aman
digunakan dalam dosis awal untuk pasien geriatri dan tidak menyebabkan
terjadinya hipotensi berat(2).
- Paramater yang dimonitoring
·
Efek samping obat
·
Kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat
I.
Kasus Alzheimer
Seorang pasien, Tn. H, 69 tahun,
berdasarkan hasil anamnesa Dokter dan pemeriksaan penunjang yang terkait,
didignosa mengalami Alzheimer tahap 3 dengan gejala gangguan/penurunan fungsi
kognitif dan cemas. Terapi yang
diberikan adalah donepezil 10 mg, 1 X sehari dan ekstrak gingko biloba 1 X
sehari. RPD : Hipertensi terkendali dgn lisinopril 10 mg 1 X 1.
- Bagaimana
penerapan asuhan kefarmasian pada Tn. H?
- Parameter
apa yang perlu dimonitoring ?
Penatalaksanaan
kasus:
Asuhan
kefarmasian menggunakan metode FARM (Finding, Assesment, Resolution,
Monitoring)
Finding :
Nama :
Tn. H
Umur :
69 tahun
Diagnosa : Alzheimer tahap III, dengan riwayat penyakit Hipertensi
terkendali
Keluhan : Gangguan atau penurunan fungsi kognitif dan cemas
Terapi awal : Alzheimer: R/ Donepezil 1x sehari10 mg, Ekstrak ginkgo
biloba 1x sehari
Hipertensi: R/ Lisinopril 1x sehari 10 mg
Terapi baru : Alzheimer: R/ Donepezil 1x sehari10 mg, Ekstrak ginkgo biloba
1x seharI
Assesment
|
Keterangan
|
Resolusi
|
Monitoring
|
||
Medical Problem
|
Terapi
|
DRP’s
|
|||
Alzheimer
Hipertensi
|
Donepezil
10 mg 1 x sehari
Ekstrak Ginkgo biloba
Lisinopril
|
Dosis tidak tepat
Informasi dosis yang tidak lengkap
Tidak ada DRP’s
|
pada terapi awal Alzheimer, Donepezil merupakan dosis dan
obat yang dipilih pertama
Informasi dosis tidak di sampaiakan dengan jelas
Terapi dapat dilanjutkan
|
Donepezil 5 mg 1 x sehari
Ekstrak Ginkgo biloba Dewasa : 15 tetes di encerkan dalam
1/2 gelas air (100 mL) diminum 3 kali sehari.
|
Indikasi : sebagai terapi awal Alzheimer, dan digunakan pada
kasus ringan sampai sedang.
IO : Tidak ada
ESO: Gangguan
GI tract , kejang otot , dan insomnia(4).
Melindungi sel-sel syaraf,
berfungsi untuk meningkatkan sirkulasi darah di
pembuluh darah arteri terutama ke otak dan memperbaiki pemakaian oksigen dan
glukosa.
Indikasi :
Melindungi sel-sel syaraf, berfungsi untuk
meningkatkan sirkulasi darah di pembuluh darah arteri terutama ke otak dan
memperbaiki pemakaian oksigen dan glukosa.
Indikasi :
Hipertensi
Interaksi Obat : kombinasi dengan obat-obatan NSAID
dapat meniadakan efek ddari Lisinopril
ESO: hipotensi
|
Donezepil
digunakan untuk mengobati demensia(gangguan otak yang mempengaruhi kemampuan
untuk mengingat, berfikir jernih, berkomunikasi, dan melakukan kegiatan
sehari-hari dan dapat menyebabkan perubahan suasana hati dan kepribadian) yang
terkait dengan penyakit Alzheimer. Donezepil berada dalam kelas obat yang
disebut kolinesterase. Donezepil ini meningkatkan fungsi mental(seperti memori,
perhatian, penalaran social, interaksi dan kemampuan bahasa) dengan
meningkatkan jumlah zat alami tertentu dalam otak, namun donezepil tidak akan
menyembuhkan AD atau mencegah hilangnya kemampuan mental pada suatu waktu di
masa depan. Simpan obat ini dalam wadah tertutup rapat, dan hindarkan dari jangkauan anak-anak. Simpan pada suhu kamar dan jauhkan dari suhu yang dan kelembaban tinggi. Buanglah obat yang sudah usang atau tidak digunakan
lagi.
Terapi non Farmakologi
·
Terapi
interpersonal (IPT)
Membantu mengingatkan Tn. H dalam segala sesuatu yang akan
dilakukan.
·
Psikoterapi
(Psychoeducation) untuk meningkatkan
kepatuhan Tn. H terhadap penggunaan obat, meningkatkan kualitas hidup.
·
Intervensi
keluarga, untuk meningkatkan fungsi sosial, pekerjaan
·
Perhatian
dan rasa sayang terhadap Tn H
DEPRESI
KASUS
Kasus
Ny.
Sinta, 40 th, 1 bulan terakhir, merasakan nafsu makannya hilang, kehilangan
semangat untuk melakukan aktivitas apapun, kesulitan tidur/insomnia, sehingga
pekerjaannya sebagai seorang akuntan terbengkalai. Hal ini dirasakan sejak suami Ny. Sinta
meninggal dunia akibat suatu kecelakaan.
Sejak awal menjadi seorang akuntan, Ny.Sinta dikenal seorang yang workaholic. Kebiasaan Ny.Sinta berupa
makan yang tidak teratur, selain juga kesibukannya yang luar biasa,
mengakibatkan Ny.Sinta mengalami ulkus peptikum. Simetidin 400 mg tablet, 2 x
sehari, yang diminum Ny.Sinta dapat mengatasi gangguan tersebut. Berdasarkan
gejala yang dialami Ny.Sinta saat ini, Ny. Sinta didiagnosa mengalami depresi.
Terapi yang diberikan untuk Ny.Sinta adalah amitriptilin 125 mg tablet, 1 x
sehari.
Bagaimana
aplikasi pharmaceutical care / asuhan kefarmasian untuk kasus tersebut?
Dan
parameter apa yang perlu dimonitoring?
Penyelesaian klisis kasus berdasarkan metode FARM :
·
Finding
:
Nama
|
Ny. Sinta
|
Umur
|
40 th
|
Diagnosa
|
Depresi
|
Riwayat Penyakit
|
Ulkus peptikum
|
Riwayat Pengobatan
|
Simetidin 400 mg tablet, 2 x sehari
|
Tearapi Awal
|
Amitriptilin 125 mg tablet, 1 x sehari
|
Gejala atau Keluhan
|
Kehilangan nafsu makan, semangat untuk melakukan aktivitas,
dan kesulitan tidur atau insomnia.
|
·
Assessment,
Resolution dan Monitoring
Assesment
|
Keterangan
|
Resolusi
|
Monitoring
|
||
Medical Problem
|
Terapi
|
DRP’s
|
|||
Ulkus peptikum
Depresi
|
Simetidin 400 mg tablet, 2 x sehari.
Amitriptilin 125 mg tablet, 1x sehari.
|
Interaksi obat.
Dosis obat tidak tepat.
|
Penggunaan simetidin bersamaan dengan antidepresan golongan
TCA dapat meningkatkan kadar TCA dalam plasma, sehingga dapat menimbulkan
efek samping yang tidak diinginkan(4).
Dengan meningkatnya kadar TCA dalam plasma, dapat
meningkatkan kadar serotonin mencapai tingkat yang membahayakan yang dapat
berakibat fatal yaitu menimbulkan sindrom serotonin, yang ditandai dengan
takikardia, hiperaktif, hipertensi, krisis hiperpiretik, dan kejang parah(3).
Interaksi antara kedua obat ini termasuk dalam level signifikansi 1, dimana
risiko yang ditimbulkan berpotensial mengancam individu atau dapat
mengakibatkan kerusakan yang permanen(5).
Penggunaaan amitriptilin sebagai antidepresan sudah tepat,
untuk mengatasi gejala kehilangan nafsu makan, kehilangan semangat untuk
melakukan aktifitas, dan kesulitan tidur atau insomnia.
Pada terapi awal depresi digunakan TCA dengan dosis rendah
25mg/hari(3).
|
Digunakan ranitidin yang memiliki efektifitas yang sama
seperti simetidin, yang merupakan antagonis reseptor H2. Ranitidin
mempunyai masa kerja lebih panjang dan memiliki efek samping yang minimal.
Tidak seperti simetidin, obat ini tidak menghambat system oksigenase fungsi
campuran didalam hati, sehingga tidak mempengaruhi konsentrasi obat-obat lain(6).
Dengan dosis 150mg
2x sehari (pagi dan malam)(2).
Digunakan dosis sebesar 25mg/hari, karena efek sedasinya
tinggi amitriptilin dianjurkan untuk digunakan sebelum tidur. Pada depresi yang parah, dosis dapat
ditingkatkan hingga 150mg/hari secara bertahap. Rentang dosis lazim
amitriptilin yaitu 100-300mg/hari(3).
|
Monitoring
efektivitas terapi
Dilakukan pemantauan hasil terapi dengan monitoring
terhadap gejala dan tanda klinis penggunaan ranitidine dengan dosis 150mg 2x
sehari. Parameter yang harus dipantau dalam penggunaan ranitidin antara lain
yaitu berkurangnya gejala ulkus peptikum atau berkurangnya rasa tidak nyaman
pada bagiaan perut.
Monitoring reaksi
obat yang tidak dikehendaki
Dilakukan pemantauan terhadap efek samping obat seperti
sakit kepala, pusing, diare dan nyeri otot(2).
Monitoring ketaatan
Dilakukan pemantauan kepada pasien dalam menggunakan
obat, apakah pasien taat, dan mendapatkan dosis yang cukup untuk periode yang
cukup atau tidak(1).
Monitoring
efektivitas terapi
Dilakukan pemantauan hasil terapi dengan monitoring
terhadap gejala dan tanda klinis penggunaan amitriptilin dosis 25 mg/hari.
Parameter yang harus dipantau dalam penggunaan amitriptilin antara lain yaitu
hilangnya gejala depresi, perbaikan fungsi sosial dan okupasional, ada
tidaknya keinginan dan ide bunuh diri(3).
Monitoring reaksi
obat yang tidak dikehendaki. Dilakukan pemantauan terhadap efek samping obat seperti
sedasi dan mulut kering, interaksi obat, dan alergi dan diatasi jika
memungkinkan.
Pasien bukan termasuk dalam golongan geriatri sehingga
tidak memiliki faktor resiko terjadinya hipotensi postural dan hipotensi
ortostatik(3).
Monitoring ketaatan.
Dilakukan pemantauan kepada pasien dalam
menggunakan obat. Apakah pasien taat, dan mendapatkan dosis yang cukup untuk
periode yang cukup atau tidak. Monitoring terhadap kadar TCA dalam plasma juga perlu untuk
dilakukan(1).
|
Contoh obat yang beredar
dipasaran
Amitriptilin :
Amitriptyline Tab. 25 mg, 50 mg, 75 mg,
Trilin (Harsen) Tab. 25 mg.
Ranitidin : Ranitidine (
Hexpharm) Tab 150 mg Rp. 23.000, Ranitidine (Soho) Ampul 25 mg/ml Rp. 11.000,
Terapi non Farmakologi
·
Terapi
interpersonal (IPT)
Mengalihakan perhatian Ny. Sinta,
yang telah terdistorsi oleh depresi.
·
Psikoterapi
(Psychoeducation) untuk meningkatkan
kepatuhan Ny. Sinta terhadap penggunaan obat dan mengurangi kekambuhan,
meningkatkan kualitas hidup.
- Intervensi keluarga, untuk
meningkatkan fungsi sosial, pekerjaan dan mengelola stress.
- Perhatian yang cukup terhadap
kesehatan tidur, termasuk mengurangi konsumsi kafein, menghindari alkohol,
olahraga yang cukup, dan waktu tidur-bangun yang teratur sering mengurangi
gejala insomnia.
Kasus :
Ny. Sinta, 40 tahun, 1 bulan terakhir, merasakan nafsu makannya hilang, kehilangan
semangat untuk
melakukan aktivitas apapun, kesulitan tidur atau insomnia,
sehingga pekerjaannya sebagai akuntan terbengkalai. Hal ini dirasakan sejak suami Ny. Sinta
meninggal dunia akibat suatu kecelakaan. Sejak awal menjadi seorang akuntan,
Ny. Sinta dikenal sebagai seorang yang workaholic.
Kebiasaan Ny. Sinta berupa makan yang
tidak teratur, selain juga kesibukannya yang luar biasa, mengakibatkan Ny.
Sinta mengalami ulkus peptikum. Simetidin 400 mg tablet, 2 x sehari,
yang diminum Ny. Sinta dapat mengatasi gangguan tersebut.
Berdasarkan gejala yang dialami Ny.
Sinta saat ini, Ny. Sinta didiagnosa mengalami depresi. Terapi yang diberikan untuk Ny. Sinta adalah amitriptilin 125 mg, 1 x sehari
Bagaimana
aplikasi pharmaceutical care / asuhan kefarmasian untuk kasus tersebut? Dan
parameter apa yang perlu di monitoring?
Asuhan kefarmasian dengan Metode FARM
I.
Finding
:
Nama Pasien : Ny. Sinta
Umur : 40 tahun
Riwayat penyakit
: Ulkus Peptikum, Simetidin 400
mg, 2 x sehari
Diagnosa : Depresi, dengan gejala
awal seperti depreti mayor
- Hilang nafsu makan
- Insomnia
- Kehilangan ketertarikan terhadap melakukan
aktivitas
Terapi Awal : Amitriptilin, 125 mg 1x
sehari
II.
Assesment :
Kelompok kami
mengasumsikan bahwa Ny. Sinta belum mengonsumsi Amitriprilin 125 mg, 1 x sehari
Medical
Problem
|
Terapi
|
DRP
|
Resolution
|
Monitoring
|
Amitriptilin
|
125 mg
1x sehari
|
Pemilihan obat
yang kurang tepat
Amitriptilin dapat berinteraksi
dengan Simetidin, sehingga dapat meningkatkan konsentrasi amitriptilin dalam
plasma yang berefek toksik(1)
Dosis penggunaan awal
berlebihan(1)
Efek samping dari dari obat
ini antara lain sedasi tinggi,
antikolinergik meningkat, takikardi dan hipotensi
|
Terapi dapat dihentikan dengan
cara tappering dose.
Kemudian jika sudah sampai
kadar terendah, dapat digantikan dengan Fluoxetin (SSRI) 20 mg, 1 x sehari
untuk terapi awal penggunaan obat.
Untuk pengobatan depresi mayor,
dapat memperbaiki nafsu makan(2)
|
Efek samping dari Fluoxetin
adalah Insomnia, maka untuk meningkatkan efektivitas dari Fluoxetin adalah
memberikan
Trazodone, 50 mg 1xsehari.
Harus diperhatikan efek samping dari Trazodone (oversedasi)(2)
|
Simetidin
|
400 mg
2x sehari
|
Pemilihan obat
sudah tepat dalam mengatasi ulkus peptikum .
Digunakan
setelah makan pagi dan sebelum tidur malam hari(2).
|
Untuk
penggunaan jangka pendek active duodenal ulcer (4-8 minggu)(1).
|
Simetidin
dapat berinterikasi dengan obat-obat golongan TCA, maka diperhatikan
penggunaannya
|
III.
Resolution :
Ny. Sinta diasumsikan belum
mengkonsumsi Amitriptilin. Ny. Sinta masuk dalam kategori depresi mayor, yaitu
melibatkan gejala hilangnya nafsu makan, kehilangan semangat atau ketertarikan
dalam mengerjakan aktivitas, insomnia, dan perasaan sedih atas kehilangan orang
yang dicintai(termasuk
dalam KRITERIA DSM-IV-TR untuk
episode Depresi Mayor). Apabila diberikan terapi menggunakan Amitriptilin,
maka akan berinteraksi dengan Simetidin, dimana dapat meningkatkan kadar
Amitriptilin dalam plasma melalui penghambatan metabolisme dari Amitriptilin.
Efek samping dari amitriptilin pun banyak, antara lain sedasi tinggi,
meningkatkan antikolinergik, takikardi dan hipotensi ( dapat menstimulasi
insomnia), dan juga dosis penggunaan awal termasuk berlebihan jika 125 mg 1 x
sehari, yang seharusnya 30-100 mg per hari dan dosis dapat dinaikkan hingga 300
mg secara bertahap.
Sebagai terapi pengganti
Amitriptilin, dapat digunakan Fluoxetin (SSRI) yang termasuk first line dalam
pengobatan depresi. Fluoxetin merupakan penghambat depresi mayor, bebas dari efek samping yang disebabkan oleh TCA, dimetabolisme menjadi norfluoksetin( metabolisme aktif), waktu paruh 1-10 hari (senyawa asli)
dan 3-30 hari (metabolisme aktif), merupakan inhibitor kuat sitokrom p-450. Penggunaan
Fluoxetin dikatakan aman jika di gunakan bersamaan dengan Simetidin. Namun efek
samping dari pengggunaan obat ini adalah insomnia.
Pengatasan
insomnia yang disebabkan oleh Fluoxetin dapat diatasi dengan pemberian
Trazodone (agen non benzodaizepin hipnotik) 50 mg per hari. Obat ini sering
digunakan untuk insomnia yang menginduksi SSRI (dalam hal ini Fluoxetin). Harus
diperhatikan efek samping dari Trazodone, yaitu oversedasi.
Selain menggunakan terapi farmakologi, digunakan pula terapi non-farmakologi pada fase
stabilisasi yaitu terapi Psikoterapi.
Beberapa pendekatan psikoterapi yang dapat dilakukan adalah : psikoterapi
perorangan (individual psychotherapy), terapi berorientasi kesadaran (insight-oriented
therapy), terapi tingkah laku (behavioral therapy), model stres
hidup (life stress model), psikoterapi kognitif (cognitive
psychotherapy) ,lain-lain seperti terapi kelompok (group therapy),
latihan orangtua (parent training), terapi keluarga (family training),
pendidikan remedial (remedial education), dan penempatan di luar rumah (out
of homeplacement).
Terapi Farmakologi
|
Terapi Nonfarmakologi
|
Golongan SSRI (Fluoxetin) yang dikombinasi dengan Tradazone
|
ECT (Electro Convulsive Therapy)
Light Therapy
|
ü Terapi Kejang Listrik ( E C T )
Diindikasikan untuk depresi berat, depresi
psikosis, melancholia, khususnya bila respons terhadap obat-2 antidepresan
buruk atau terdapat kontraindikasi(3).
ü Terapi Hormonal
Diindikasikan untuk depresi yg disebabkan gangguan
hormonal ( thyroid, estrogen )
IV. Monitoring :
- Efektifitas : 1.
Fluoxetin, efektif dalam pengobatan depresi mayor khususnya pada pasien yang
mengalami gangguan makan.
2.
Fluoxetin + Trazodone, dapat mengatasi insomnia yang berasal dari efek
fluoxetin. Biasanya Trazodone digunakan untuk mengatasi insomnia yang diinduksi
oleh penggunaan SSRI. Trazodone juga dapat ,menghambat reaktif serotonin.
- Efek Samping : Fluoxetin, kadang – kadang dapat
menyebabkan gangguan pada gastrointestinal, anxietas, diare, anoreksia dan
insomnia. Dapat terjadi sindrom
serotonin : hipertermia, kekakuan otot, agitasi (perubahan status mental),
ketidakstabilan otonom. Karena Waktu paro fluoxetin dan metabolitnya relatif
panjang, maka efek dan interaksi dapat berlangsung dalam waktu lama setelah
penghentian terapi. Dapat menyebabkan gangguan seksual (penurunan libido).
Interaksi Obat :
- Menurunkan efek fluoxetin :
siproheptadin dapat menghambat reuptake serotonin.
- Meningkatkan efek / toksisitas :
1. Penghambat
MAO : fluoxetin tidak boleh digunakan berasama dengan obat-obat penghambat MAO,
dapat terjadi reaksi fatal.
2. Penggunaan
bersama dengan selegilin berhubungan dengan resiko hipertensi atau sindrom serotinin.
Informasi bagi pasien :
- Hindari kebiasaaan minum alkohol
- Minum obat pada pagi hari untuk
menghindari insomnia
- Mengonsumsi permen untuk mencegah
mulut kering
- Dapat menyebabkan mengantuk yang
perkembangannya dapat terjadi dalam beberapa minggu
- Jika terlupa 1 dosis cepat minum
segera setelah ingat namun jika sudah sampai pada dosis berikutnya,
lompatilah dosis yang terlupa. Jangan melebihi dosis maksimal harian(1).
KASUS
An.
Rio, 8 tahun, 17 kg, sejak seminggu terakhir mengurung diri di kamar, tidak mau
makan dan tidak mau lagi melakukan
aktivitas kesehariannya seperti sekolah, bermain, tidur, dll. An. Rio
didiagnosa mengalami depresi. Terapi farmakologi yang digunakan adalah
desipramine 10 mg 1xsehari, malam hari.
Bagaimana
aplikasi pharmaceutical care/asuhan kefarmasian untuk kasus tersebut? dan parameter apa saja yang perlu dimonitoring?
Arahan
Penyelesaian Kasus
a. Terapkan salah satu metode
(FARM,SOAP)
b. Berikan komentar pemilihan
desipramine pada anak-anak maupun dosis dan waktu pemberiannya?
c. Tekankan parameter monitoring adalah:
efektivitas terapi, efek samping obat (prevalensi tinggi, pasien dengan faktor
resiko, ESO yang mengancam jiwa) dan interaksi obat level signifikansi 1,2
JAWAB:
a.
Metode FARM
Finding
An. Rio, 8 tahun, 17 kg, sejak seminggu terakhir
mengurung diri di kamar, tidak mau makan dan tidak mau lagi melakukan aktivitas
kesehariannya seperti sekolah, bermain, tidur.
Diagnosa: depresi
Terapi: desipramine 10 mg 1xsehari, malam hari.
Assesment
Terapi tepat. Desipramine 10 mg 1xsehari, malam hari
sudah tepat untuk penanganan depresi pada anak. Namun perlu ditingkatkan
monitoringnya.
Recommendation
Terapi farmakologi tidak diubah
tetap menggunakan Desipramine 10 mg 1xsehari dikonsumsi pada malam hari. Namun
perlu dilakukan pemeriksaaan elektrokardiogram (EKG) sebelum memulai terapi
pada anak dan remaja dan juga pemeriksaan EKG tambahan disarankan pada saat
konsentrasi plasma mencapai kadar tunak. Pemantauan konsentrasi plasma sangat
penting untuk memastikan keamanan. Pengecekan
terhadap EKG bertujuan untuk menghindari kejadian sudden death (kematian mendadak). Jika
hasilnya baik maka terapi bisa dilanjutkan.
Monitoring
Efektifitas obat :
Hilangnya gejala depresi, hilangnya gangguan tidur
Efek
samping obat : terhadap sistem kardiovakule, ada tidaknya alergi terhadap obat
Mengevaluasi status mental : ada tidaknya keinginan
bunuh diri
Terapi non
farmakologi
Psikoterapi:
1.
Memberikan
kehangatan, empati, pengertian, dan optimism disini peran orang tua sangat berarti.
2.
Diberi pelatihan emosional dasar seperti
menangani perselisihan, berpikir sebelum
bertindak, melawan keyakinan pesimistik yang berkaitan dengan depresi
b.
Komentar pemilihan Desipramine
Desipramin mempunyai efek samping
obat antara lain efek sedatif, efek antikolinergik, hipotensi ortostatik,
penambahan berat badan, dan kejang (2). Beberapa kasus kematian mendadak
dilaporkan pada anan dan remaja yang mendapat desipramin (1). Sehingga
disarankan dilakukan pemeriksaan EKG terlebih dahulu untuk keamanan terapi.
Kasus
Ny. Sinta, 40 tahun dalam
satu bulan terakhir merasakan nafsu makan hilang, kehilangan semangat untuk
melakukan aktivitas apapun, kesulitan tidur/ insomnia,sehingga pekerjaannya
sebagai seorang akuntan terbengkalai.
Hal ini dirasakan sejak suami Ny. Sinta meninggal dunia akibat suatu
kecelakaan. Berdasarkan gejala yang
dialami Ny. Sinta saat ini, Ny. Sinta didiagnosa mengalami depresi. Terapi yang diberikan adalah amitriptilin 125
mg tablet 1 x sehari.
Sejak awal menjadi
seorang akuntan, Ny. Sinta dikenal seorang yang workaholic. Kebiasaan Ny.
Sinta berupa makan yang tidak teratur, selain juga kesibukannya yang luar
biasa, mengakiatkan Ny. Sinta mengalami ulkus peptikum. Simetidin 400 mg tablet 2 x sehari yang
diminum Ny. Sinta dapat mengatasi gangguan tersebut.
a.
Bagaimana
aplikasi pharmaceutical care/ asuhan kefarmasian untuk kasus tersebut?
b.
Parameter
apa saja yang perlu dimonitoring?
Jawab
a. Aplikasi Pharmaceutical Care/ Asuhan Kefarmasian dengan Metode FARM
Disini, kami mengasumsikan kasus
diatas dalam 2 kondisi:
1.
Ny.
Sinta seorang yang pekerja keras hingga lupa makan dan terdiagnosis mengalami
ulkus peptikum diberikan simetidin 400 mg 2x sehari, saat suaminya meninggal
Ny. Sinta terdiagnosis depresi dan diberikan amitriptilin 125 mg 1x sehari
(obat sudah digunakan)
2. Ny. Sinta seorang yang pekerja keras
hingga lupa makan dan terdiagnosis mengalami ulkus peptikum diberikan simetidin
400 mg 2x sehari, saat suaminya meninggal Ny. Sinta terdiagnosis depresi dan
diberikan amitriptilin 125 mg 1x sehari (obat belum digunakan, masih dalam
resep)
Finding
Ny. Sinta 40 th, seseorang yang workaholic
Gejala : - menurunnya nafsu makan
- kehilangan semangat melakukan aktivitas
apapun
- insomnia
Diagnosa : Depresi
Pengobatan :
Amitriptilin 125 mg 1 x1
Riwayat penyakit :
Ulkus peptikum
Riwayat terapi :
Simetidin 400 mg 2 x 1
Assesment
|
Resolusion
|
Monitoring
|
|||
Medical Problem
|
Terapi
|
DRPs
|
Keterangan
|
||
Depresi
|
amitriptilin 125 mg 1 x1
|
Pemilihan obat yang tidak tepat
|
Karena Ny. Sinta memiliki ulkus peptikum,
dengan efek samping antikolinergik dari amitriptilin akan memperparah ulkum
septikum
|
Asumsi 2:
Amitriptilin
diganti dengan Fluoxetin 10-20 mg 1 x sehari dalam dosis tunggal (dosis awal),
golongan SSRI, digunakan pada pagi hari setelah sarapan pagi 1.
Asumsi
1: Aminitriptilin diganti dengan Fluoxetin ditambah fenobarbital sebagai
preventif yaitu menurunkan konsentrasi aminotriptilin yang meningkat akibat
interaksi dengan SSRI (karena kerja panjang 1-2 hari, dosis rendah yakni
30-120 mg/day dengan dosis terbagi 2-3 x sehari) 2,3.
|
Peningkatan
konsentrasi aminitriptilin dalam plasma darah, saat dilakukan tapering dosage dengan fluoxetin dan
gejala toksisitas, serta
kepatuhan
pasien 1,2.
|
Penggunaan dosis yang tidak tepat
|
Pemakaian dosis seharusnya bertahap
dari 25 mg, bila tidak memberikan respon yang efektif selama 3 hari pemakaian pertama, maka dosis dapat
dinaikkan menjadi 50 mg, tetapi
dosis yang digunakan Ny. Sinta langsung dosis tinggi yaitu 125 mg 2.
|
||||
Interaksi obat
|
Simetidin
dapat meningkatkan efek dari amitriptilin dengan meningkatkan konsentrasinya
di dalam plasma, yaitu dengan mengikat sitokrom P450 mikrosom hati yang akan
menghambat metabolisme amitriptilin menjadi metabolit non-aktif 1.
|
||||
Ulkus Peptik
|
simetidin 400 mg 2 x 1
|
-
|
Aman digunakan jangka panjang, karena
merupakan golongan H2 antagonis yang dapat digunakan sebagi terapi
pemeliharaan 4.
|
Tetap digunakan
|
Kebiasaan buang air besar bisa berubah
dan perubahan tingkah laku.
|
Penambah nafsu makan
|
-
|
Indikasi tanpa obat
|
Pasien
kehilngan nafsu makan
|
Diberi suplemen penambah nafsu makan
(Curcuma) 5.
|
|
Insomnia
|
-
|
Indikasi tanpa obat
|
Pasien
mengalami stress & seorang Worcaholic
|
Tx. Fenobarbital dengan dosis kecil,
menghasilkan efek sedasi sehingga mengurangi stress yang dialami pasien 3.
Dihentikan penggunaannya saat proses tapering
dosage telah selesai.
|
ALZHEIMER
Definisi
Penyakit Alzheimer (AD) adalah
penyakit yang bersifat degenerative dan progressive pada otak yang menyebabkan
cacat spesifik pada neuron serta mengakibatkan gangguan meori berpikir dan
tingkah laku.
Epidemiologi
Perkiraan terbaru adalah bahwa 1 dari 10 orang pasien AD
berusia lebih dari 65 tahun dan hamper separuhnya berusia lebih dari 85 tahun.
Dengan penyebaran yang cepat pada populasi yang berusia lebih tua diperkirakan
13,2 juta manusia akan menderita AD pada tahun 2050.
Menurut DSM IV, AD terbagi menjadi early onset (gejala
timbul setelah usia 65 tahun) dan late onset (gejala timbul pada usia 65
tahun).
Etiologi
- Belum diketahui dengan pasti
- Faktor-faktor risiko
penyakit Alzheimer antara lain :
·
Usia : kebanyakan penderita berusia 65 tahun keatas
·
Faktor
genetik : terjadi mutasi gen
·
Faktor
lingkungan seperti riwayat cedera kepala berat
·
Penyakit
metabolik seperti obesitas,
hiperlipidemi, dan DM .
Pathogenesis
·
Pasien pada umumnya mengalami atrofi kortikal
(penyusutan) dan berkurangnya neuron secara signifikan, terutama saraf
kolinrgik (penghasil Ach yang berperan dalam emosi dan kognisi)
·
Kerusakan saraf kolinergik terjadi terutama pada
daerah limbic otak (terlibat dalam emosi) dan korteks (terlibat dalam memori
dan pusat pikiran/ advanced reasoning center)
·
Terjadi penurunan jumlah enzim kolin
asetiltransferase (mengkatalisis pembentukan Ach) di korteks serebral dan
hippocampus → penurunan sintesis Ach di otak.
·
Di otaknya juga dijumpai lesi yang disebut
senile (amyloid) plaques dan neurofibrillary tangles, yang terpusat pada daerah
yang sama di mana terjadi deficit kolinergik → plak tersebut berisi deposit
protein yang disebut β-amyloid.
·
Β-amyloid sendiri juga dijumpai pada generatik
normal, tetapi tidak terkonsentrasi pada cortex atau system limbic → β-amyloid
menyebarkan degenerasi saraf.
·
Β-amyloid membentuk plak karena berikatan dengan
suatu protein yang disebut apolipoprotein E4 (ApoE4) → ApoE4 terlibat dalam
patofisiologi AD.
Gejala dan Tanda
·
Penurunan ingatan jangka pendek atau kemampuan
belajar atau menyimpan informasi.
·
Penurunan kemampuan berbahasa → kesulitan
menemukan kata atau kesulitan memahami pertanyaan atau petunjuk.
·
Ketidakmampuan menggambar atau mengenli gambar
dua-tiga dimensi,dan lain-lain.
KATEGORI GEJALA PADA ALZHEIMER
Defisit Kognitif
|
Gejala psikiatrik non-kognitif
|
Memory loss: susah mengingat, agnosia (kehilngan
kemampuan untuk mengenali arti stimuli sensoris, seperti tak bias mengenali
objek, membedakan jari tangannya dengan jari orang lain, memahami urutan
kejadian dan lama kejadian), kehilangan barang.
|
Depresi
|
Dysphasia :
-
Anomia : susahnya mengingat nama benda atau orang
-
Aphasia : kehilangan kemampuan ekspresi dengan
bicara, menulis, atau tanda-tanda, atau untuk memahami bahasa lisan atau
tulisan akibat trauma/ penyakit di pusat otak.
-
Circumlocution: tidak dapat bicara secara mendetail.
|
Gejala psikotik: halusinasi, delusi, curiga
|
Dyspraxia: ketidakmampuan menggunakan objek dengan benar.
|
Gangguan nonpsikotik yang merusak: agresif (fisik
maupun vrbal), hiperaktif, tidak kooperatif, menentang, melakukan kegiatan
berulang-ulang.
|
Disorientation: waktu, tempat, tidak mengenal keluarga,
teman, diri sendiri.
|
|
Tidak bisa menghitung
|
|
impaired judgement dan problem solving skills → kemampuan
memutuskn dan memecahkan masalah menurun.
|
Skala tersebut dapat digunakan
salah satu atau dapat dipakai bersama-sama tergantung kemampuan psikiater.
Sasaran Terapi
·
Fungsi kognitif pasien
·
Perkembangan penyakit
·
Gejala, gangguan/ kelakuan yang tidak diinginkan
(cemas)
Tujuan Terapi
Memelihara funsi
kognitif pasien selama mungkin, menunda perkembangan penyakit, dan mengontrol
gangguan/ kelakuan yang tidak diinginkan.
ALGORITMA TERAPI ALZHEIMER DISEASE
Pasien
didiagnosesis AD
|
↓
Evaluasi adanya
penyakit lain dan obat yang mempengaruhi kognisi
|
↓
Jika tidak ada
gangguan psikiatrik
|
↓
MMSE 10-26
Donezepil
Galantamin
Rivastigmin
+vit E
|
↓
↓
↓
MMSE stabil
(penurunan <4
poin per tahun)
Teruskan regimen
pengobatan
|
MMSE memburuk
(penurunan ≥ 4
point per tahun)
Berikan ChE
inhibitor + Vit E
|
No comments:
Post a Comment