Kasus depresi :
Ny.
Sinta, 40 tahun, 1 bulan terakhir, merasakan nafsu makannya hilang, kehilangan
semangat
untuk melakukan aktivitas apapun, kesulitan tidur atau insomnia,
sehingga pekerjaannya
sebagai akuntan terbengkalai. Hal ini dirasakan sejak suami Ny. Sinta meninggal
dunia akibat suatu kecelakaan. Sejak awal menjadi seorang akuntan, Ny. Sinta
dikenal sebagai seorang yang workaholic.
Kebiasaan Ny. Sinta berupa makan yang
tidak teratur, selain juga kesibukannya yang luar biasa, mengakibatkan Ny.
Sinta mengalami ulkus peptikum. Simetidin 400 mg tablet, 2 x sehari,
yang diminum Ny. Sinta dapat mengatasi gangguan tersebut.
Berdasarkan
gejala yang dialami Ny. Sinta saat ini, Ny. Sinta didiagnosa mengalami depresi. Terapi yang diberikan untuk
Ny. Sinta adalah amitriptilin 125 mg, 1 x sehari
Bagaimana aplikasi pharmaceutical care / asuhan
kefarmasian untuk kasus tersebut? Dan parameter apa yang perlu di monitoring?
Asuhan
kefarmasian dengan Metode FARM
I. Finding
:
Nama Pasien :
Ny. Sinta
Umur :
40 tahun
Riwayat penyakit :
Ulkus Peptikum, Simetidin 400 mg, 2 x sehari
Diagnosa :
Depresi, dengan gejala awal seperti depreti mayor
- Hilang nafsu makan
- Insomnia
- Kehilangan ketertarikan terhadap melakukan
aktivitas
Terapi Awal :
Amitriptilin, 125 mg 1x sehari
II. Assesment :
Kelompok kami mengasumsikan bahwa Ny. Sinta belum
mengonsumsi Amitriprilin 125 mg, 1 x sehari
Medical
Problem
|
Terapi
|
DRP
|
Resolution
|
Monitoring
|
Amitriptilin
|
125 mg
1x sehari
|
Pemilihan
obat yang kurang tepat
Amitriptilin dapat
berinteraksi dengan Simetidin, sehingga dapat meningkatkan konsentrasi
amitriptilin dalam plasma yang berefek toksik(1)
Dosis penggunaan awal
berlebihan(1)
Efek samping dari dari obat
ini antara lain sedasi tinggi, antikolinergik
meningkat, takikardi dan hipotensi
|
Terapi dapat dihentikan
dengan cara tappering dose.
Kemudian jika sudah sampai
kadar terendah, dapat digantikan dengan Fluoxetin (SSRI) 20 mg, 1 x sehari
untuk terapi awal penggunaan obat.
Untuk pengobatan depresi
mayor, dapat memperbaiki nafsu makan(2)
|
Efek samping dari Fluoxetin
adalah Insomnia, maka untuk meningkatkan efektivitas dari Fluoxetin adalah
memberikan
Trazodone, 50 mg 1xsehari.
Harus diperhatikan efek samping dari Trazodone (oversedasi)(2)
|
Simetidin
|
400 mg
2x sehari
|
Pemilihan
obat sudah tepat dalam mengatasi ulkus peptikum .
Digunakan
setelah makan pagi dan sebelum tidur malam hari(2).
|
Untuk
penggunaan jangka pendek active duodenal ulcer (4-8 minggu)(1).
|
Simetidin
dapat berinterikasi dengan obat-obat golongan TCA, maka diperhatikan
penggunaannya
|
III. Resolution :
Ny.
Sinta diasumsikan belum mengkonsumsi Amitriptilin. Ny. Sinta masuk dalam
kategori depresi mayor, yaitu melibatkan gejala hilangnya nafsu makan,
kehilangan semangat atau ketertarikan dalam mengerjakan aktivitas, insomnia,
dan perasaan sedih atas kehilangan orang yang dicintai(termasuk
dalam KRITERIA DSM-IV-TR untuk
episode Depresi Mayor). Apabila
diberikan terapi menggunakan Amitriptilin, maka akan berinteraksi dengan
Simetidin, dimana dapat meningkatkan kadar Amitriptilin dalam plasma melalui
penghambatan metabolisme dari Amitriptilin. Efek samping dari amitriptilin pun
banyak, antara lain sedasi tinggi, meningkatkan antikolinergik, takikardi dan
hipotensi ( dapat menstimulasi insomnia), dan juga dosis penggunaan awal
termasuk berlebihan jika 125 mg 1 x sehari, yang seharusnya 30-100 mg per hari
dan dosis dapat dinaikkan hingga 300 mg secara bertahap.
Sebagai
terapi pengganti Amitriptilin, dapat digunakan Fluoxetin (SSRI) yang termasuk
first line dalam pengobatan depresi. Fluoxetin merupakan penghambat depresi mayor, bebas dari efek samping yang disebabkan
oleh TCA, dimetabolisme menjadi norfluoksetin( metabolisme aktif), waktu paruh 1-10 hari (senyawa asli) dan
3-30 hari (metabolisme aktif), merupakan inhibitor kuat sitokrom p-450. Penggunaan Fluoxetin dikatakan aman jika di gunakan
bersamaan dengan Simetidin. Namun efek samping dari pengggunaan obat ini adalah
insomnia.
Pengatasan insomnia yang disebabkan
oleh Fluoxetin dapat diatasi dengan pemberian Trazodone (agen non benzodaizepin
hipnotik) 50 mg per hari. Obat ini sering digunakan untuk insomnia yang
menginduksi SSRI (dalam hal ini Fluoxetin). Harus diperhatikan efek samping
dari Trazodone, yaitu oversedasi.
Selain menggunakan terapi
farmakologi, digunakan pula terapi
non-farmakologi pada fase stabilisasi yaitu terapi Psikoterapi. Beberapa pendekatan psikoterapi yang dapat dilakukan
adalah : psikoterapi perorangan (individual psychotherapy), terapi
berorientasi kesadaran (insight-oriented therapy), terapi tingkah laku (behavioral
therapy), model stres hidup (life stress model), psikoterapi
kognitif (cognitive psychotherapy) ,lain-lain seperti terapi kelompok (group
therapy), latihan orangtua (parent training), terapi keluarga (family
training), pendidikan remedial (remedial education), dan penempatan
di luar rumah (out of homeplacement).
Terapi Farmakologi
|
Terapi Nonfarmakologi
|
Golongan SSRI (Fluoxetin) yang
dikombinasi dengan Tradazone
|
ECT (Electro Convulsive Therapy)
Light Therapy
|
ü Terapi Kejang Listrik ( E C T )
Diindikasikan untuk depresi berat, depresi psikosis,
melancholia, khususnya bila respons terhadap obat-2 antidepresan buruk atau
terdapat kontraindikasi(3).
ü Terapi Hormonal
Diindikasikan untuk depresi yg disebabkan gangguan
hormonal ( thyroid, estrogen )
IV.
Monitoring :
- Efektifitas
: 1. Fluoxetin, efektif dalam
pengobatan depresi mayor khususnya pada pasien yang mengalami gangguan makan.
2. Fluoxetin + Trazodone,
dapat mengatasi insomnia yang berasal dari efek fluoxetin. Biasanya Trazodone
digunakan untuk mengatasi insomnia yang diinduksi oleh penggunaan SSRI.
Trazodone juga dapat ,menghambat reaktif serotonin.
- Efek Samping
: Fluoxetin, kadang – kadang dapat menyebabkan gangguan
pada gastrointestinal, anxietas, diare, anoreksia dan insomnia. Dapat terjadi sindrom serotonin :
hipertermia, kekakuan otot, agitasi (perubahan status mental), ketidakstabilan
otonom. Karena Waktu paro fluoxetin dan metabolitnya relatif panjang, maka efek
dan interaksi dapat berlangsung dalam waktu lama setelah penghentian terapi.
Dapat menyebabkan gangguan seksual (penurunan libido).
Interaksi Obat :
- Menurunkan efek fluoxetin : siproheptadin dapat
menghambat reuptake serotonin.
- Meningkatkan efek / toksisitas :
1.
Penghambat
MAO : fluoxetin tidak boleh digunakan berasama dengan obat-obat penghambat MAO,
dapat terjadi reaksi fatal.
2.
Penggunaan
bersama dengan selegilin berhubungan dengan resiko hipertensi atau sindrom serotinin.
Informasi
bagi pasien :
- Hindari kebiasaaan minum alkohol
- Minum obat pada pagi hari untuk menghindari insomnia
- Mengonsumsi permen untuk mencegah mulut kering
- Dapat menyebabkan mengantuk yang perkembangannya
dapat terjadi dalam beberapa minggu
- Jika terlupa 1 dosis cepat minum segera setelah
ingat namun jika sudah sampai pada dosis berikutnya, lompatilah dosis yang
terlupa. Jangan melebihi dosis maksimal harian(1).
Contoh Nama Dagang dan Bentuk
sediaan
dari Fluoxetin :
Andep = 20 mg/kapsul
Andep = 20 mg/kapsul
Antiprestin = 10 mg, 20 mg per
kapsul
Kalsetin = 10 mg, 20 mg
perkapsul
Courage = 20 mg/kaplet (1)
Mekanisme kerja SSRI :
Antidepresan golongan SSRI menghambat ambilan kembali
serotonin dari celah sinaptik ke pre-sinaps sehingga jumlah serotonin pada
celah sinaps meningkat(4).
-
Kejadian efek samping kardiovaskular,
sedasi, dan antikolinergik lebih sedikit dibandingkan TCA
-
SSRI juga tidak terkait dengan
penambahan berat badan
-
ES utama meliputi mual, muntah, diare
dan disfungsi seksual. Sakit kepala, insomnia dan keletihan juga seringkali
dilaporkan(2).
Penatalaksanaan
Depresi Mayor tanpa komplikasi(2).
INFORMASI
OBAT-OBAT YANG TERKAIT DENGAN KASUS :
1. Fluoxetin
- Dosis :
Dewasa, 20 mg perhari pada pagi hari, dapat dinaikan setelah beberapa minggu
dengan kenaikan 20 mg perhari, maksimal 80 mg perhari
- Range
dosis lazim untuk dewasa, depresi : 20-40 mg perhari.
- Indikasi
: Treatment depresi mayor, treatment gangguan makan dan muntah pada pasien.
- Efek
samping : Terjadi insomnia atau sulit tidur, syndrom serotonin, anxietas,
kepanikan, anoreksia(1).
2. Trazodone
-
Dosis : 25 – 75 mg
-
IN untuk insomnia yang menginduksi
selective serotonin reuptake inhibitor atau bupropion.
-
ES
berupa sindrom serotonin (saat digunakan bersamaan dengan gol.
Seretonergik lainnya), oversedasi, penghambatan alfa adenergik, pusing,
priaprisma meski jarang(2).
3. Simetidin
Indikasi : tukak lambung dan tukak duodenum, tukak
stomal, refluks esofagitis, sindrom Zollinger-Ellison, kondisi lain dimana
pengurangan asam lambung akan bermanfaat.
Peringatan : gangguan ginjal dan hati,
kehamilan dan menyusui, injeksi intravena lebih baik dihindari terutama pada
dosis tinggi dan gangguan kardiovaskular.
Interaksi : Menghambat aktivitas
metabolism oksidatif obat dengan mengikat sitokrom P-450 mikrosoma hati.
Efek samping : Kebiasaan buang air besar
berubah, pusing, ruam kulit, letih, keadaanbingung yang reversible, kerusakan
hati yang reversible, sakit kepala, nyeri otot atau sendi.
Dosis :
ü Oral, 400 mg 2
kali sehari (setelah makan pagi atau sebelum tidur malam) atau 800 mg sebelum
tidur malam. Bila perlu dosis dapat ditingkatkan sampai 400 mg 4 kali sehari
hingga 2.4 g sehari.
ü injeksi intramuscular, 200 mg tiap 4-6 jam.
Maksimal 2.4 g sehari.
ü injeksi intravena lambat, 200 mg diberikan
tidak kurang dari 2 menit, dapat diulang setiap 4-6 jam.
ü infuse intravena, 400 mg dalam 100 ml NaCl
0.9% diberikan selama 0.5-1 jam(2).
PENYAKIT DEPRESI
A.
Definisi
-
Depresi mayor ialah keadaan klinis yang
ditandai dengan satu atau lebih episode depresi tanpa riwayat mania , gabungan
depresi-mania atau hipomania.
-
Depresi Kelainan Distemik adalah
gangguan suasana hati (mood) kronis yang melibatkan depresi suasana hati dan
sekurangnya dua gejala lain dan umumnya lebih ringan daripada depresi mayor.
B.
Patifisiologis
-
Hipotesis amina biogenic.
Depresi dapat
disebabkan oleh penurunan jumlah neurotransmitter norepinefrin (NE), serotonin (5-HT), dopamine (DA) dalam otak.
-
Perubahan post-sinaptik pada
sensitivitas reseptor.
Perubahan sensitivitas
reseptor 5-HT2 dan NE dapat berpengaruh pada awal mula munculnya
(onset) depresi.
-
Hipotesis deregulasi
Kegagalan regulasi
homeostatic pada system neurotransmitter(NT), dibandingkan peningkatan atau
penurunan absolute NT itu sendiri.
-
Diperlukan system seretonergik dan
noradrenergic yang fungsional agar efek antidepresan dapat optimal.
-
Peranan Dopamin (DA)
Peningkatan DA dalam
nucleus accumbens kemungkinan terkait dengan mekanisme aksi antidepresan.
C.
Manifestasi
Klinis
-
Gejala emosional, meliputi :
ü Berkurangnya kemampuan untuk merasakan
kesenangan
ü Kehilangan minat terhadap aktivitas yang
biasa dilakukan
ü Kesedihan
ü Kelihatan pesimis
ü sering menangis
ü putus harapan
ü ansietas, perasaan bersalah dan tanda2
psikosis
-
Gejala fisik , meliputi :
ü
keletihan ü
kesakitan
ü
gangguan tidur ü
gangguan nafsu makan
ü
kehilangan minat seksual ü
keluhan pada saluran cerna dan kardiovaskular
- Gejala
intelektual atau kognitif, meliputi :
ü
penurunan kemampuan berkonsentrasi atau keterlambatan proses berfikir
ü
ingatan yang lemah pada kejadian yang baru terjadi
ü
kebingungan dan ketidakyakinan
- Gangguan
psikomotor, meliputi :
ü
reterdasi psikomotor
ü
agitasi psikomotor
D.
Diagnosis
- Depresi mayor ditandai oleh satu atau
lebih episode depresi mayor (Tabel
DSM-IV-TR)
- Ketika pasien menunjukan gejala depresi
, perlu diteliti mengenai kemungkinan penyebab medis, psikiatrik dan/atau
dipicu oleh obat.
- Pada pasien depresi , perlu dilakukan
kajian pengobatan, pemeriksaan fisik, tes fungsi tiroid, dan pemeriksaan
elektrolit.
TABEL KRITERIA DSM-IV-TR untuk episode Depresi Mayor
1. Lima
atau lebih gejala berikut ini muncul dalam suatu periode (2 minggu) dan
menunjukan adanya perubahan dari fungsi sebelumnya; setidaknya salah satu dari
gejala tersebut adalah (1) depresi suasana hati atau (2) kehilangan minat
terhadap kesenangan
ü
Depresi suasana hati hampir setiap hari
ü Penurunan minat atau kesenangan yang
signifikan terhadap aktivitas apapun hamper sepanjang hari dan terjadi setiap
hari
ü
Penurunan berat badan yang signifikan walaupun tidak melakukan diet,
atau peningkatan berat badan (> 5 %
dalam satu bulan) , atau penurunan nafsu makan hamper setiap hari.
ü
Insomnia atau Hipersomnia hamper setiap hari
ü
Agitasi atau Reterdasi psikomotor hamper setiap hari (dinilai oleh orang
lain)
ü
Keletihan atau kehabisan energy hampir setiap hari
ü
Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan atau
tidak selayaknya (bias jadi merupakan
delusi) hampir setiap hari
ü Penurunan kemampuan berfikir atau berkonsentrasi, atau ketidakyakinan
hampir setiap hari.
ü
Berulang kali memikirkan kematian (tidak hanya ketakutan akan kematian),
berulang kali memiliki ide bunuh diri walaupun tanpa rencana yang spesifik,
atau usaha bunuh diri atau gagasan yang spesifik untuk melakukan bunuh diri.
Catatan
: jangan mengikutsertakan gejala yang jelas terkait dengan kondisi medis umum
atau halusinasi atau delusi yang tidak sesuai dengan suasana hati.
2.
Gejala yang dapat mengakibatkan stress
yang bermakna klinis atau gangguan pada sosialisasi, pekerjaan atau fungsi lain
yang penting.
3.
Gejala yang tidak terkait langsung
dengan efek fisiologis dari suatu obat atau kondisi medis umum.
4.
Gejala yang tidak dapat dikaitkan dengan
reaksi yang dialami akibat kehilangan orang yang dicintai, gejala bertahan
selama lebih dari dua bulan atau ditandai dengan gangguan fungsional yang
signifikan, dipenuhi pikiran yang tidak wajar mengenai perasaan tidak berharga,
ide bunuh diri, gejala psikosis, reterdasi psikomotor.
II.
TERAPI DEPRESI
A.
Tujuan
Terapi
Pada depresi akut adalah untuk
mengeliminasi atau mengurangi gejala depresi, meminimalkan efek samping,
memastikan kepatuhan pada pengobatan, membantu pengambilan ke tingkat fungsi
sebelum sakit dan mencegah episode depresi lebih lanjut.
B.
Pendekatan
Umum
1.
Terapi Non Farmakologis
l
Efikasi psikoterapi dan obat antidepresan dapat dikatakan saling menambahkan.
Psikoterapi saja tidak disarankan untuk terapi akut pada pasien dengan kelainan
dpresi mayor berat dan/atau psikosis. Untuk kelainan depresi mayor non kronis
tanpa komplikasi, terapi kombinasi tidak memberikan manfaat khusus. Terapi
kognitif, terapi tingkah laku dan psikoterapi interpersonal diduga memiliki
efikasi yang setara.
l
Terapi elektrokonvulsif (ECT) merupakan terapi yang aman dan efektif
untuk semua sub tipegangguan depresi mayor. Terapi ini diberikan jika
diharapkan respon yang cepat, terapi lain memberikan resiko yang lebih besar
dibandingkan manfaatnya, pemberian obat tidak memberikan respon yang baik, atau
prevensi pasien terhadap ECT. ECT dilaporkan memberikan respons teurapetik yang
cepat. Kontraindikasi ECT meliputi peningkatan tekanan intracranial, lesi
serebral, infark miokard yang baru terjadi, pendarahan intraserebral yang baru
terjadi, kondisi vascular yang tidak stabil. Efek samping ECT meliputi
kebingungan, gangguan memori, apnea yang berkepanjangan, treatmen emergent
mania, sakit kepala, mual dan sakit otot. Persentasi kekambuhan cenderung
tinggi.
l
Terapi cahaya (pasien melihat pada suatu kotak lampu) digunakan pada
pasien gangguan afektif musiman.
2.
Terapi Farmakologis
l
Secara umum obat anti depresan memiliki efikasi yang setara jika
diberikan pada dosis yang sebanding.
l
Faktor yang mempengaruhi pemilihan obat antidepresan meliputi : riwayat
pasien dan keluarga terhadap respon obat, sub-tipe depresi, riwayat medis pada
saat itu, potensi terjadinya interaksi obat, profil efek samping obat, dan
biaya obat.
l Antara 65% sampai 70% pasien dengan
depresi mayor dapat membaik dengan pemberian obat.
l Depresi melankolik terlihar memberikan
respon yang baik dengan pemberian obat antidepresan trisiklik (TCA),
penghambatan ambilan kembali serotonin secara selektif (SSRI) dan ECT.
l Dilaporkan bahwa pemberian obat
penghambat monoamine oksidase (MAOI) memberikan
respon yang baik pada pasien depresi atipikal.
l Pasien yang gagal memberikan respon terhadap
TCA kemungkinan dapat memberikan respon yang baik terhadap SSRI dan sebaliknya.
l Individu yang mengalami depresi psikosis pada
umumnya memerlukan ECT atau terapi kombinasi antidepresan dan obat antipsikosis(2).
Potensi Relatif dari Obat Antidepresant
DAFTAR PUSTAKA
(1)
Anonim.,
2007, Obat-Obat Penting : Untuk Pelayanan
Kefarmasian Ed. Revisi, Lab. Manajemen Farmasi, Fakultas Farmasi UGM,
Yogyakarta.
(2)
Anonim., 2008, ISO FARMAKOTERAPI, Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia,
Jakarta.
(3)
Dipiro,
T Joseph., et al, 2008, Pharmacotheray : A
Pathophysiologic Approach 7th Edition, The McGraw-Hill Companies, United
State of America.
(4)
Neal, M.J., 2003, At a Glance FARMAKOLOGI MEDIS Edisi Kelima, Erlangga, Jakarta.
No comments:
Post a Comment