IDENTIFIKASI GLIKOSIDA
I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Sebelum praktikum ini mahasiswa diharapkan telah mengerti apa apa yang dimaksud dengan glikosida dan penggolongan glikosida.
2. Setelah praktikum ini, mahasiswa diharapkan dapat melakukan identifikasi glokosida secara kimia dan kromatografi.
II. DASAR TEORI
Glikosida adalah senyawa yang menghasilkan satu atau lebih gula sebagai produk hidrolisis. Yang paling sering muncul adalah β-D-glikosa walaupun rhamnosa, digitoxa, cymarosa dan gula lain merupakan komponen glikosida. Jika gula yang dihasilkan glukosa maka disebut glikosida, tetapi karena gula lain mungkin muncul selama hidrolisis maka ditambahkan kata glikosida.
Secara kimia, glikosida adalah asetal dengan gugus hidroksil gula terkondensasi dengan gugus hidroksil dengan komponen non gula disebut aglikon dan komponen gula disebut glikon.
Secara biologi glikosida berperan sangat penting dalam tanaman yaitu terlibat dalam fungsi regulator, protettif dan sanitasi. Yang memiliki efek terafetik adalah:
1. Digitalis, Strophantus, Squill, Concallaria, dan Apocynum memiliki efek tonik jantung.
2. Senna, Aloe, Rhubarb, Cascara sagrada dan frangula mengandung emodin yang berguna sebagai laksatif.
3. Wintergreen atau gandapura mengandung gaultherin yang menghasilkan metal salisilat yang berguna sebagai analgesic topical.
Glikosida sulit diklasifikasikan. Jika diklasifikasikan berdasarkan gula, ada beberapa gula yang jarang. Sedangkan jika berdasarkan aglikon, terlalu banyak jenis konstituen dalam tananam seperti tannin, sterol, karotenoid, antosianin dan termasuk senyawa yang belum diketahui. Klasifikasi secara kegunaan terafeutik memudahakan secara farmasetik tetapi sulit digunakan diluar bidang farmasetik.
BOISINTESIS
Biosintesis glikosida terdiri dari 2 bagian. Reaksi secara umum adalah penggabungan residu gula dengan aglikon. Diduga reaksi transfer ini sama pada semua system biologi. Hal ini kontras dengan jalur biosistesis yang berpariasi pada pembentukan aglikon yang cenderung harus dipertimbangkan satu per satu.
Jalur biosintesis secara prinsip pembentukannya melibatkan transfer gugus uridylyl dari uridintrifosfat menjadi gula-1-fosfat. Ensim yang mengkatalis reaksi adalah uridylyl transferase dan telah dapat diisolasi dari tanaman, hewan dan mikroba. Fospat dari pentose, hekssa dan derivate gula lainnya mungkin terlibat. Reaksi lainnya dimediasi oleh glikosil transferase, melibatkan gula dari uridin difosfat menjadi akseftor (aglikon) lalu, membentuk glikosida.
Reaksi: UTP + gula-I-P ↔UDP-gula + PPi………………………………(1)
UDP-gula + asektor ↔ asektor-gula (glikosida) +UDP………….(2)
Setelah sekali glikosida terbentuk, enzim lain mungkin mentransfer gula lain ke monosakarida membentuk disakarida.
GLIKOSIDA ANTRAKUINON
Sejumlah glikosida dengan aglikon yang berhubungan dengan antrasena ditemukan dalam tanaman obat seperti Cascara sagrada, frangula, Aloe, Rhubarb, Senna dan Chrysarobin. Obat ini berfungsi sebagai katartik kecuali Chrysarobinkarena terlalu iritan.
Glikosida ini jika hidrolisis menghasilkan aglikon di-, tri-, atau tetrahidroksi antrakuinon atau modifikasinya. Contohnya jika frangulin dihidrolisis maka akan mengasilkan emodin (1,6,8-trihidroksi-3-metil antrakuinon) dan rhamnosa. Antrakuinon bebas hanya memiliki sedikit aktivitas terapeutik. Residu gula memfasilitasi absorpsi dan translokasi aglikon pada situs kerjanya. Glikosida antrakuinon adalah katartik stimulant dan bekerja dengan cara meningkatkan tonus otot halus dari usus besar.
Biosintesis gula antarkuinon
Biosintesis antrakuinon ditemukan dari studi mikroorganisma seperti Penicillium islandicum, spesies yang memproduksi derivate antrakuinon melalui pembentukan unit asetat melalui kondensasi dari kepala ke ekor. Yang pertama dibentuk adalah intermediet asam poli-β-ketometilen yang kemudian memberi variasi senyawa aromatic teroksigenasi mengikuti kondensasi intramolekular. Intermediet antranol dan antron akan membentuk antrakuinon. Emodin, senyawa seperti antrakuinon, dibentuk pada tanaman tinggi dengan jalur yang sama. Reaksi transglikosilasi membentuk glikosida muncul pada tahap akhir setelah inti antrakuinon terbentuk.
Cascara sagrada
Cascara sagrada atau Rhamnus purshiana adalah batang kering dari tanaman Rhamnus purshiana. Glikosida emodin ada pada batang segar selama 1 tahun penyimpanan. Glikosida ini dikonversi menjadi glikosida monomerik teroksidasi menghasilakan efek katartik yang lemah. Cascara sagrada kering untuk kualitas obat mengandung tidak kurang dari 7% hidroantrasen, total dihitung sebagai cascarosida. Kegunaan cascara sagrada adalah sebagai katartik. Bukan sekedar sebagai laksatif tetapi mengembalikan tonus usus menjadi normal.
Aloe
Aloe adalah lateks kering dari daun tanaman Aloe barbadensis. Aloe mengandung beberapa glikosida antrakuinon. Yang utama adalah barbaloin atau aloe-emodin antron C-10 glukosida.
Kegunaan aloe antara lain:
• sebagai campuran dalam tingtur benzoin
• sebagai katartik dengan situs kerja pada usus besar
• dalam bentuk gel digunakan pada pengobatan luka bakar, abrasi dan iritasi kulit. Gel ini direkomendasikan untuk pengobatan luka baker tingkat 3 akibat sinar X dan saat ini dimanfaatkan sifatnya sebagai pelembab dan emolien.
Rhubarb
Rhubarb, rheum atau kelembak adalah rhizome atau akar kering dari jaringan periderm tanaman Rheum officinale, R. palmatum, atau hibrida Rheum yang ditumbuhkan di Cina. Konstituen utama rhubarb medicinal adalah antron rhein. Digunakan sebagai katartik dengan efek yang drastis pada peningkatan tonus otot usus.
Senna
Senna merupakan daun kering dari tanaman Cassia acutifolia. Konstituen utama senna adalah glikosida dimerik dimana aglikon disusun oleh aloe-emodin dan atau rhein. Konsentrasi terbanyak adalah sennosida A dan B, pasangan isomer optic dengan aglikon rhein diantron (sennidin A dan B). Sennosida C dan D adalah konstituen minor yang memiliki aglikon dimerik terdiri dari 1 molekul rhein dan 1 molekulaloe-emodin. Terdapat pula glikosida monomer dan antrakuinon bebas dalam jumlah kecil. Senna digunakan sebagai katartik.
Chrysarobin
Chrysarobin adalah serbuk goa netral dari tanaman Andira araroba . Konstituen utama adalah 30-40% chrysophenolanthronol, 30% emodinantron-monometil eter dan 30% dehidro-emodinantron-monometil eter.
Kegunaan chrysarobin adalah sebagai keratolitik pada pengobatan penyakit psoriasis, trikofitosis, dan eksim kronis. Sangat iritan sehingga tidak boleh digunakan pada wajah.
Dantron
Dantron atau chrysazin adalah 1,8-dihidroksi antrakuinon berbentuk serbuk kristalin berwarna oranye yang praktis tidak larut air tetapi larut dalam alcohol, eter, benzene atau pelarut lain. Dantron sulit diisolasi dalam bentuk murni sehingga dantron disintesis dari 1,8-antrakuinon kalium disulfonat.
Kegunaan dantron selain sebagai katartik adalah sebagai intermediet dalam pembuatan antralin, alizarin dan indatren.
GLIKOSIDA SAPONIN
Glikosida saponin banyak terdistribusi pada tumbuhan tinggi. Saponin membentuk larutan koloidal di dalam air dan berbusa jika dikocok. Saponin memiliki rasa pahit, iritan pada membrane mucus, merusak sel darah merah (hemolisis) dan beracun (hewan berdarah dingin). Saponin yang paling beracun disebut sapotoksin.
Saponin jika dihidrolisis menghasilkan aglikon “ sapogenin” Sapogenin à senyawa yang dapat dikristalkan saat asetilasi.
Tanaman yang mengandung saponin:
Penelitian tentang tanaman yang mengandung saponin bertujuan untuk memperoleh precursor kortison. Kortison merupakan anti inflamasi golongan steroid yang banyak digunakan. Kortison mula-mula diisolasi dari korteks adrenal kemudian disintesis dari asam empedu ternak. Karena sumber tersebut terbatas, maka akademisi, industri dan pemerintah meneliti berbagai tanaman yang mengandung saponin steroidal yang dapat dimanfaatkan sebagai precursor pembuatan kortison.determinasi yang menentukan apakah suatu senyawa steroid dapat digunakan sebagai precursor adalah berdasarkan kepemilikan gugus hidroksil pada posisi 3 dan 11 pada molekul atau memiliki kemampuan untuk melakukan konversi menjadi bentuk tersebut.
Steroid dari tanaman yang dapat menjadi sumber precursor pembuatan kortison diantaranya adalah:
• diosgenin dan botogenin dari genus Dioscorea
• hecogenin, manogenin, gitogenin dari genus Agave
• sarsasapogenin dan smilagenin dari genus Smilax
• sarmentogenin dari genus Strophantus
• sitosterol dari minyak mentah sayur-sayuran
Tanaman yang mengadung sapogenin diantaranya dari family Liliaceae, Amaryllidaceae, dan diocoreaceae. Sedangkan tananam dikotil yang mengandung sapogenin antara lain Strophantus dari family Apocynaceae.
Biosintesis glikosida saponin
Glikosida saponin dikelompokkan menjadi 2 (berdasarkan aglikonnnya)
– Saponin netral merupakan derivate steroid dengan rantai sampaing spiroketal
– saponin asam memiliki aglikon triterpenoid
sedikit yang diketahiu tentang biosintesis triterpenoid hanya diketahiu bahwa asetat dan mevalonat bergabung untuk membentuk senyawa triterpenoid. Dengan demikian jalur pembentukan kedua tife sapogenin adalah serupa dan merupakan reaksi kopling unit asetat dari kepala keekor. Percabangan muncul kemungkinan setelah pembentukan hidrokarbon triterpenoid (squalene) membentuk steroid dalam satu arah dan triterpenoid siklik.
Glycyrrhiza
Glycyrrhiza adalah rhizome kering dari akar Glycyrrhiza glabra / licorice Spanyol. Glycyrrhiza mengandung glikosida saponin àdisebut glycyrrhizin (asam glycyrrhizik) yang 50x lebih manis daripada gula. Jika glikosida ini dihidrolisis rasa manisnya hilang & terjadi konversi menjadi asam glycyrrhetik dan 2 molekul asam glukoronat. Asam glycyrrhetik adalah derivate triterpen pentasiklik tipe β amyrin. Konstituen lainnya adalah glikosida flavonoid, derivate kumarin, asparagin, 22,23-dihidrostigmasterol, glukosa, manitol dan 20% pati.
Glycyrrhiza diduga memiliki efek demulcent dan ekspektoran. Biasanya digunakan sebagai bahan tambahan pencita rasa, menutup rasa obat yang pahit seperti aloe, ammonium klorida, atau kuinin. Sifat surfaktan saponin dapat memfasilitasi absorpsi obat yang sedikit seperti glikosida antrakuinon.
Secara komersial, licorice ditambahkan pada permen karet, rokok, coklat dan tembakau kunyah. Jika licorice ditambahkan pada bir akan menambah jumlah busa sedangkan penambahan licorice pada rootbeer, stout dan porter bertujuan untuk menutupi rasa pahit.
Studi farmakologi menunjukkan dapat dimanfaatkan pada sediaan dermatologi sebagai anti inflamasi dan ekstrak akar licorice dimanfaatkan untuk pengobatan tukak lambung dan penyakit Addison (insufisiensi adrenokortikoid kronik). Glycyrrhizin meningkatkan retensi cairan dan natrium sehingga sebaiknya dihindari oleh penderita gangguan jantung dan hipertensi.
Dioscorea
Yam adalah nama popular untuk beberapa spesies Dioscorea dan kadang salah aplikasi disebut sebagai kentang. Botogenin dan diosgenin merupakan bahan yang digunakan sebagai precursor steroid (akar tanaman Dioscorea spiculiflora). Inti steroid dari botogenin terbentuk dengan cara transfer atom O dari posisi 12 ke 11 dari molekul polisiklik sebelum dapat digunakan sebagai intermediet dalam produksi kortison. Diosgenin dihasilkan dari hidrolisis dioscin, saat ini merupakan precursor utama glukokortikosteroid yang dibuat dengan proses melibatkan mikroba.
GLIKOSIDA SIANOFOR
Beberapa glikosida menghasilkan asam hidrosianat sebagai produk hidrolisis yang umumnya ditemukan dalam tanaman rosaceae. Biasanya disebut sebagai glikosida sianogenik. Jenis yang banyak terdistribusi adalah amygdalin (catatan: produk hidrolisis lainnnya adalah benzaldehid, sehingga glikosida yang mengandung amygdalin dapat diklasifikasikan sebagai glikosida aldehid).
Glikosida sianofor yang umum adalah derivate mandelonitril (bensaldehid-sianohidrin). Grup ini diwakili oleh amygdalin yang banyak ditemukan pada almond pahit, apricot, cherry, plum, peach dan biji-bijian dari famili rosaceae lainnya. Selain itu grup ini juga diwakili oleh prunasin yang terdapat pada tanaman Prunus serotina. Baik amygdalin dan prunasin menghasilkan D-mandelonitril sedangkan sambunigrin dari Sambucus nigra melepaskan L-mandelonitril.
Contoh tanaman:
Kegunaan glikosida sianorgenik:
• sebagai bahan tambahan pencita rasa.
• Beberapa sediaan antikanker mengandung amygdalin atau dikenal sebagai laetril (vitamin B-17) diklaim memiliki kemungkinan mengontrol anemia (sel darah bulan sabit).
• FDA belum menemukan efikasi laetril untuk pengobatan kanker walaupun beberapa negara melegalkan penjualannya .
Cherry liar
Cherry liar adalah stem batang yang dikeringkan secara hati-hati dari tanaman Prunus serotina. Batang cherry liar mengandung glikosida sianogenik yaitu prunasin (D-mandelonitril glukosida. Konstituen lainnya adalah enzim hidrolisis, prunase, asam p-kumarat, asam trimetil galat, pati dan minyak atsiri. Selain itu terdapat pula resin yang jika dihidrolisis menghasilkan scopoletin. Jika terjadi paparan maka kloroplastid dalam sel batang meningkat maka persentase glukosida mandelonitril akan meningkat juga. Cherry liar dalam bentuk sirup digunakan sebagai pencita rasa terutama dalam sediaan obat batuk sebagai ekspektoran sedative.
GLIKOSIDA ISOTHIOSIANAT
Beberapa biji-bijian dari tanaman Cruciferae mengandung glikosida dengan aglikon isothiosianat. Aglikon ini dapat berupa rantai alifatik atau aromatic. Glikosida isothiosianat yang penting diantaranya adalah:
- Sinigrin dari tanaman mustard hitam
- Sinalbin dari tanaman mustard putih
- Gluconapin dari biji “rape”
Mustard
Mustard hitam / sinapis nigra atau mustard coklat adalah biji matang yang dikeringkan dari tanaman varietas Brassica nigra. Konstituen mustard adalah 30-35% minyak, glikosida sinigrin (kalium myoronat) dan enzim myorisin. Jika adanya penambahan air pada biji yang dihaluskan maka sinigrin akan dihidrolisis oleh myorosin menjadi allyl isothiosianat (minyak mustard) yang volatile, kalium hydrogen sulfat dan glukosa.
Mustard hitam bersifat iritan local dan emetic. Penggunaan secara eksternal sebagai rubafasien dan vesikan.
Mustard putih / sinapis alba adalah biji matang yang dikeringkan dari tanaman varietas Brassica alba. Konstituen myrosin, glukosida, dan sinalbin yang jika dihidrolisis menghasilkan acrinil isothiosianat.
GLIKOSIDA FLAVONOL
Glikosida flavonol adalah glikosida dengan aglikon dari golongan flavonoid. Flavonoid yang banyak dikenal antara lain rutin, quercitrin dan bioflavonoid citrus (termasuk hesperidin, hesperitin, diosmin dan naringen).
Rutin dan hesperidin disebut vitamin P atau factor permeabilitas. Rutin dan hesperidin digunakan untuk pengobatan pada perdarahan kapiler dan meningkatkan kemungkinan pembuluh darah kapiler pecah.
Bioflavonoid citrus (termasuk hesperidin, hesperitin, diosmin dan naringen) digunakan untuk terapi ‘common cold’ atau flu.
FLAVONOL
RUTIN
GLIKOSIDA ALKOHOL
Salicin adalah glikosida dari tanaman Salix sp. dan Populus sp. Kebanyakan batang pohon willow dan poplap mengandung salicin. Sumber utama salicin adalah Salix purpurea dan Salix fragilis. Glikosida populin yang merupakan benzoil salicin dapat diasosiasikan dengan salicin yang berasal dari tanaman famili Salicaceae.
Salicin jika dihidrolisis oleh emulsin menghasilkan D-glukosa dan saligenin (salisin alkohol). Salicin memiliki efek farmakologi sebagai anti rematik. Mekanisme kerja salicin mirip dengan asam salisilat dan diduga salicin dioksidasi menjadi asam salisilat didalam tubuh manusia.
Hidrolisis salicin
GLIKOSIDA ALDEHID
Vanilla adalah glikosida yang memilki aglikon aldehid sebagai konstituen utama. Aglikon dari vanilla disebut vanillin atau metilprotokatekuik aldehid.
Vanilla adalah buah yang belum matang tetapi sudah tumbuh penuh dari tanaman Vanilla planifolia. Vanilla hijau mengandung 2 glikosida yaitu glukovanillin (avenein) dan glukovanillik alkohol. Glukovanillin jika dihidrolisis menghasilkan glukosa dan vanillin. Glukovanillik alkohol jika dihidrolisis menghasilkan glukosa dan vanillik alkohol yang kemudian jika dioksidasi akan menjadi vanillin.
Kegunaan vanillin adalah sebagai bahan pencita rasa, penutup rasa dan sebagai penampak bercak pada beberapa hasil kromatografi.
GLIKOSIDA LAKTON
Meskipun kaumarin banyak terdistribusi pada tanaman, tetapi glikosida yang mengandung koumarin sangat jarang. Beberapa glikosida derivat koumarin terhidroksilasi terdapat pada tumbuhan berikut:
– skimmin dari tanaman star anis jepang
– aesculin dari pohon ‘horse chesnut’
– daphnin dari tanaman merezeum
– fraxin dari tanaman ‘ash bark’
– scopolin dari belladonna
– limetin dari jeruk
Dari semua hidroksi koumarin yang disebutkan diatas, tidak ada yang memiliki potensi sebagai obat.
Derivat koumarin
Derivat koumarin yang memiliki efek farmakologis contohnya scopoletin (6-metoksi-7-hidrosi koumarin) dari tanaman Viburnum prunifolium atau V. opulus sebagai antispasmodik. Yang juga memiliki efek farmakologi adalah koumarin yang mengandung lakton seperti cantharidin dan methoksalen yang digunakan untuk tujuan dermatologi. Santonin yang dihasilkan dari tanaman Artemisia cina memilki efek anthelmintik, tetapi penggunaannya di amerika sudah dilarang karena potensi toksisitasnya yang tinggi.
Koumarin
Koumarin adalah lakton dari asam o-hidroksinamat yang berbentuk kristal prismatis, tidak berwarna, bau khas, pahit, aromatik dan rasa membakar. Koumarin larut alkohol dan saat ini sudah dapat disintesis.
Tanaman penghasil koumarin antara lain Anthoxanthum odoratum, Melilotus albus, Melilotus officinalis, Galium trifolium, dan Trifolium pratense.
FDA telah melarang pengguna koumarin sebagai bahan pencita rasa karena adanya interaksi antara kumarin dengan beberapa obat.
Derivat koumarin yaitu bishidroksikoumarin atau dikumarol digunakan sebagai antikoagulan. Dikumarol dapat dibuat analognya dengan cara sintesis yaitu garam warfari yang saat ini banyak digunakan sebagai antikoagulan.
Cantharides
Cantharides adalah serangga kering dari spesies Cantharis vesicatoria atau yang lebih dikenal sebagai lalat spanyol/rusia atau blister. Cantharides dibuat dengan cara merendam serangga dalam cuka encer atau serangga diberi uap panas dari larutan cuka, amonia, silfur dioksida atau kloroform, lalu dikeringkan dengan suhu dibawah 40oC. Kemudian hasilnya disimpan dalam tempat tertutup rapat dan diberi beberapa tetes kloroform.
Cantharides bersifat iritan dan dimanfatkan sebagai vesikan dan rubafasien. Jika digunakan secara internal, cantharides yang diekskresikan melalui ginjal akan mengiritasi saluran urin menyebabkan terjadinya priapisma. Efek ini dianggap sebagai afrodisiak tetapi pemakaian secara internal ini berbahaya. Cantharides digunakan secara topical untuk menghilangkan”warts”.
Psoralen
Psoralen adalah furokumarin fotosensitisasi yang terdapat pada famili tanaman Umbelliferae yang biasanya menyebabkan fototoksik. Methoksalen, 8-metoksi psoralen atau xanthotoksin berasal dari tanaman Ammi majus. Methoksalen dapat memfasilitasi repigmentasi pada vitiligo idiopatik dan penanggulangan psoriasis. Methoksalen dapat diberikan secara oral atau topikal. Selama terapi menggunakan methoksalen pasien harus menghindari paparan sinar matahari. Efek samping dari penggunaan methoksalen adalah karsinogenesis, katarak dan degenerasi kulit sehingga penggunaanya harus dibawah pengawasan spesialis.
GLIKOSIDA FENOL
Glikosida fenol adalah glikosida yang memiliki aglikon fenolik. Contoh dari glikosida fenol adalah arbutin dari tanaman uva ursi, chimaphila atau Ericaceae lainnya. Uva ursi adalah daun kering dari tanaman Arctostaphylos urva-ursi. Arbutin jika dihidrolisis akan menghasilkan hidrokuinon dan glukosa. Arbutin digunakan sebagai diuretik dan astringen
III. ALAT DAN BAHAN
BAHAN:
Simplisia digitalis folium - EtanolØ
Simplisia apii folium - AquadestØ
Timbal asetat - kloroformØ
Isopropanol - MethanolØ
Asam asetat anhidrat - Asam sulfat PØ
Lempeng KLT silica gel GF254 - Asam formiatØ
Benzena - Anisaldehid-asam sulfatØ
Asam pelklorat - Asam sulfatØ
Petroleum eter - Etil asetatØ
Etil asetat - Asam kloridaØ
Serbuk zink - Besi (III) kloridaØ
ALAT:
ErlenmeyerØ
Corong pisahØ
Kertas saringØ
Penangas airØ
Cawan penguapØ
Tabung reaksiØ
Chamber KLTØ
IV. CARA KERJA
A. Penyiapan larutan percobaan untuk identifikasi glikosida.
1. 1,5 g serbuk simplisia disari dengan 15 ml campuran (7 bagian volume etanol 96% + 3 bagian volume air) maserasi selama 30 menit, aduk, saring.
2. Pada filtrate tambahkan 12,5 ml air dan 12,5 ml Pb(II)asetat 0,4 M. kocok, diamkan, lalu saring.
3. Sari filtrate 3x, tiap kali dengan 10 ml campuran (3 bagian volume kloroform P + 2 bagian volume isopropanol P).
4. Pada kumpulan sari, tambahkan Na2SO4 anhidrat P. Saring, uapkan pada suhu tidak lebih dari 500C. Larutkan sisa dengan 2 ml methanol P.
B. Uji Identifikasi Umum Terhadap Glikosida (libermann Burchard).
1. Uapkan 0,1 ml larutan percobaan diatas penangas air.
2. Larutkan sisanya dalam I ml asam asetat anhidrat P.
3. Tambahkan 10 tetes asam sulfat.
4. Jika terbentuk warna biru hijau maka simplisia mengandung glokosida.
C. Uji Identifikasi Glikosida Dengan Menggunakan Metode KLT.
1. Sari 300 ml serbuk simplisia dengan 5 ml methanol P selama 5 menit, saring.
2. Totolkan 20 µL filtrate pada lempeng KLT silica gel GF254 setebal 0,25 mm.
3. Elusi dengan campuran benzene P-etanol 95% (70:30) dengan jarak gambar 10 cm.
4. Semprot kromatogram pertama dengan anisaldehid-asam sulfat LP. Panaskan pada suhu 1100C selama 10 menit. Amati dengan sinar biasa dan UV 366 nm. Muncul bercak biri menandakan adanya glikosida.
5. Semprot kromatogram kedua dengan asam perklorat. Panaskan pada suhu 1100C selama 10 menit. Amati dengan sinar biasa dan UV 366 nm. Tidak adanya fluoresensi menandakan adanya glikosida.
D. Uji Identifikasi Terhadap Glikosida Jantung
1. Encerkan 0,1 ml larutan percobaaan A dengan 2,9 ml methanol, tambahkan baljet LP, terjadi warna jingga setelah beberapa menit, menunjukkan adanya glikosida dan aglikon kardenolida.
2. Uapkan 0,2 ml larutan percobaan diatas pengas air. Larutkan sisa dengan 3 ml asam asetat P dengan sedikit pemanasan, dinginkan. Teteskan besi(III) klorida 0,3 M, kemudian tambahkan hati-hati campuran 0,3 ml asam sufat P dan 1 tetes besi (III) klorida 0,3 M, terbentuk cincin berwarna merah pada batas cairan, setelah beberapa menit diatas cincinberwarna hijau biru, menujukkan adanya glokosida dan glokon 2 deoksigula.
E. Uji Identifikasi Glokosida Jantung Dengan Menggunakan Metode KLT.
1. Jenuhkan chamber dengan 20 ml eluen yang terdiri dari campuran etil asetat-metanol-air (100:13,5:10) v/v.
2. Buat larutan percobaan dengan cara menambahkan 3 ml campuran kloroform- methanol (1:1) v/v kedalam 200 mg simplisia. Aduk sambil dihangatkan diatas penangas air selama 10 menit. Dinginkan dan saring. Uapkan filtrate hingga kering. Larutka residu dalam 2 ml campuran kloroform- methanol (1:1) v/v untuk ditotolkan pada lempeng silica gel GF254 lalu diesulasi. Deteksi dengan vanillin-asam fosfat, dipanaskan.
F. Uji Identifikasi Glikosida Flavonoid
1. Buat larutan percobaan dengan cara menyari 1000 mg serbuk simplisia dengan 10 ml methanol selama 10 menit di atas penangas air, dicegah agar pelarut tidak terlalu banyak menguap, saring selagi panas menggunakan saring kecil berlipat. Tambahkan 5 ml petroleum eter, kocok hati-hati, setelah didiamkan beberapa saat, pisahkan fase methanol. Uapkan fase methanol hingga kering, dan residu yang tersisa dilarutkan dalam 5 ml etil asetat, ambil bagian yang jernih untuk percobaan.
2. Uji glikosida 3-flavonol. Ambil lariutan percobaan 1 ml, uapkan hingga kering, larutkan sisa dalam 2 ml etanol 95%, tambahkan serbuk Zn dan 2 ml HCl 2N, diamkan 1 menit. Tambahkan HCl P, jika dalam 2-5 menit terjadi perubahan warna menunjukan adanya glikosida 3 flavonol.
3. Uapkan 1 ml larutan percobaan hingga kering, larutkan sisanya dalam 2 ml etanol 95%. Tambahkan pereaksi berikut amati warna/endapan yang terjadi.
a. + larutan FeCl3 2% dalam air.
b. + larutan Pb asetat 25% dalam air.
c. + ammonia atau larutan NaOH 0,2 N.
G. Identifikasi Glikosida Flanonoid Dengan Metode KLT
1. Jenuhkan chamber dengan 20 ml eluen campuran etil asetat-asam formiat-air (10:2:3) v/v.
2. Buat laporan percobaan dengan cara menyari 200 mg simplisia dengan 5 ml methanol hangat selama 5 menit. Dinginkan saring. Langsung totolkan dan elusi.
3. Deteksi dengan cara dilihat dibawah UV-254 dan UV-366 sebelum sebelum dan sesudah diuapi ammonia.
V. PEMBAHASAN
A. Penyiapan Larutan Percobaan Untuk Identifikasi Glikosida
Pada proses penyiapan larutan percobaan untuk uji identifikasi glikosida, praktikan tidak melakukan proses maserasi yang dibuat dari dari serbuk simplisia Apii Folium dan Digitalis Folium, hal ini tidak dilakukan karena maserat dari serbuk Apii Folium dan Digitalis Folium sudah terlebih dahulu disiapkan oleh staf dosen farmakognosi. Tujuan disiapkannya maserat agar pada praktikum selanjutnya yang dikerjakan oleh praktikan menjadi lebih efisien dan menunjukkan hasil yang signifikan karena yang dipakai yakni maserat yang sudah dibuat oleh tangan para ahli dan maserat memiliki tingkat kemurnian yang tinggi.
Hasil maserasi dari Apii Folium dan Digitalis Folium berwarna hijau pekat. Kemudian masing-masing maserat disaring dengan kertas saring yang sebelumnya dijenuhkan dulu dengan air agar memperlancar proses penyaringan. Filtrat yang dihasilkan berwarna hijau kekuningan (untuk Digitalis Folium). Pada filtrate ditambahkan 12,5 ml air dan 12,5 ml Pb (II) asetat 0,4 M, dikocok dan didiamkan beberapa menit, kemudian disaring. Filtrat yang diperoleh dipindahkan ke dalam corong pisah, filtrate di sari sebanyak 3 kali dengan 10 ml campuran yang terdiri dari 6 ml kloroform P dan 4 ml isopropanol P, kemudian dikocok dengan hati-hati. Pada proses penggojogan filtrate dalam corong pisah, katup corong harus tetap terbuka agar proses penggojogan berjalan sempurna tetapi harus dijaga agar filtrate tidak tumpah keluar corong pisah. Fungsi penambahan campuran ini adalah untuk memisahkan endapan-endapan halus yang masih lewat dari hasil penyaringan. Setelah dikocok, akan terjadi dua fase yaitu fase yang lebih keruh berada pada bagian atas, dan fase bening pada bagian bawah. Fase bawah adalah fase klorofom dimana filtrate terlarut didalamnya. Berat jenis kloroform lebih besar dari berat jenis air. Kemudian fase ini dipisahkan dan sisanya kembali disari dengan campuran yang sama sampai 3 kali. Hasil penyarian pada tahap ini berwarna hijau.
Filtrat yang telah dihasilkan ditambahkan Na2SO4 anhidrat. Fungsi penambahan Na2SO4 anhidrat ini adalah untuk menarik molekul air yang terdapat dalam sari. Sari kemudian disaring dan filtratnya diuapkan pada suhu tidak lebih dari 500C. Fungsi penguapan ini adalah untuk menguapkan pelarut-pelarut yang digunakan dalam proses penyarian (kloroform,isopranol,etanol).
Larutan sisa yang telah diuapkan di atasa penangas air ditambahkan dengan 2 mL methanol P dan didapat hasilnya berupa larutan berwarna hijau dengan timbul endapan yang juga berwarna hijau.
Untuk maserat Apii Folium, langkah percobaan juga dilakukan sama halnya dengan Digitalis Folium dan hasil akhir yang didapatkan untuk Apii Folium adalah timbulnya endapan yang berwarna hijau dan larutan yang terbentuk menjadi berwarna hijau juga.
B. Uji Identifikasi Umum terhadap Glikosida (Liebermann-Burchard)
Percobaan uji identifikasi umum glikosida, sampel serbuk apii tidak menunjukkan hasil pisitif , yaitu terbentuknya warna biru hijau pada larutan, kemungkinan ini dikarenakan kurang sempurnanya proses pembuatan larutan.
C. Uji Identifikasi Glikosida Dengan Menggunakan Metode KLT
Uji ini tidak dilakukan.
D. Uji Identifikasi Terhadap Glikosida Jantung
Di dalam uji identifikasi glikosida jantung ada dua hal yang duji, uji tersebut yakni :
1. Uji yang pertama adalah uji adanya aglikon kardenolida. Uji ini dilakukan dengan mengencerka 0,1 ml larutan percobaan dengan 2,9 ml methanol dan ditambah beberapa tetes Baljet LP. Menurut pustaka, uji positif terhadap glikosida ditunjukkan dengan timbulnya warna jingga atau oranye. Untuk Digitalis Folium tidak terjadi warna jingga seteleh didiamkan selama beberapa menit. Untuk Apii Folium sama halnya dengan dengan Digitalis Folium yang menunjukkan tidak terjadinya warna jingga. Jadi, pada Digitalis Folium dan Apii Folium negatif terhadap uji adanya aglikon kardenolida.
2. Uji yang kedua adalah uji komponen glikon 2 dioksigula. Menurut pustaka, glikosida mengandung glikon 2-dioksigula akan menunjukkan terbentuknya cincin berwarna merah coklat pada batas cairan dan setelah beberapa menit di atas cincin berwarna hijau biru. Setelah dilakukan percobaan sesuai dengan prosedur maka diperoleh hasil larutan Digitalis folium menunjukkan hasil positif, karena telah terbentuk cincin berwarna coklat pada batas cairan, sedangkan untuk larutan Apii Folium menunjukkan hasil yang negatif karena tidak terbentuk cincin berwarna coklat merah pada batas cairan.
E. Uji Identifikasi Glikosida Jantung Dengan Menggunakan Metode KLT
Uji ini tidak dilakukan.
F. Uji Identifikasi Glikosida Flavonoid
1. Pembuatan larutan percobaan.
Percobaan ini diawali dengan pembuatan larutan percobaan dengan cara 1000 mg serbuk simplisia Apii Graveolus disari dengan 10 ml methanol selama 10 menit di atas penangas air. Selagi panas, disaring dengan menggunakan kertas saring berlipat, tujuan penyaringan pertama ini adalah untuk memisahkan serat-serat halus yang ada pada ekstraknya. Filtrat diencerkan dengan 10 ml air, kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah dan ditambahkan petrolelum eter sebanyak 5 ml. Tujuan penambahan petroleum eter dalam corong pisah untuk memisahkan filtrate dengan metode ekstraksi cair-cair. Selanjutnya dalam corong pisah dilakukan penggojogan dengan hati-hati, didiamkan beberapa saat maka akan terbentuk dua fase yaitu fase atas berwarna bening yakni eter P dan fase bawah berwarna hijau muda yang merupakan fase etanol diuapkan hingga kering, diambil 1 mL dan dilarutkan dalm 5 mL eil asetat. Diambil bagian jernihnya untuk percobaan.
2. Uji Glikosida
Pengujian dengan beberapa Reagen seperti FeCl3, Pb asetat dan ammonia. Masing-masing simplisia dibagi 3 sama rata, dan selanjutnya dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Digitalis Folium setelah penambahan 2 tetes FeCl3 terjadi perubahan warna dari hijau muda menjadi kuning pucat. Digitalis folium setelah ditambahkan 3 tetes Pb Asetat dari hijau muda menjadi kuning. Digitalis Folium ditambahkan 3 tetes NaOH 0,2N dari hijau muda menjadi kuning.
KESIMPULAN
Komponen glikosida terdiri dari glikon dan aglikon, proses pembuatan larutan percobaan menunjukkan hasil dari pengujian glikosida.
Pada perobaan uji identifikasi umum glikosida, sampel serbuk apii tidak menunjukkan hasil pisitif , yaitu terbentuknya warna biru hijau pada larutan, kemungkinan ini dikarenakan kurang sempurnanya proses pembuatan larutan.
Pada percobaan uji identifikasi terhadap glikosida jantung, larutan serbuk digitalis folium belum menunjukkan hasil positif, karena hasil percobaan mengarah ke negatif, seharusnya terjadi warna jingga, akan tetapi yang terjadi ialah warna pucat putih.
Pada percobaan uji identifikasi terhadap glikosida jantung, larutan digitalis folium menunjukkan hasil positif, karena telah terbentuk warna coklat dibawah cairan, kemudian diatasnya terbentuk cincin berwarna hijau kebirun.
VI. DAFTAR PUSTAKA
2009. Penuntu Praktikum Farmakognosi Jurusan Farmasi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana, jimbaran,Bali.
2009. Bahan Ajar Farmakognosi Jurusan Farmasi Fakultas Matematika Dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Udayana, jimbaran, Bali.
Ariasih ,dkk, 2009. Jurnal Praktikum Farmakognosi Jurusan Farmasi Fakultas Matematika Dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Udayana, jimbaran, Bali.
Anonym, 1995, Farmakope Indonesia Ed. IV, Depkes RI, Jakarta.
Dir, Jend. POM., Materia Medika, Jilid I, Depkes RI, Jakarta.
Diposkan
oleh JURNAL ILMIAH
FARMASI-KEDOKTERAN di 23.54
No comments:
Post a Comment