DEPRESI
PADA REMAJA
Dalam perkembangan normalpun seorang remaja mempunyai
kecenderungan untuk mengalami depresi, Oleh karena itu sangatlah penting untuk
membedakan secara jelas dan hati -hati antara depresi yang disebabkan oleh
gejolak mood yang normal pada remaja
dengan depresi yang patologik. Akibat sulitnya membedakan antara kedua kondisi
diatas, membuat depresi pada remaja sering tidak terdiagnosis. Bila tidak ditangani dengan baik, gangguan psikiatrik pada remaja sering
kali akan berlanjut sampai masa dewasa.
I.
Definisi
Kondisi yang
ditandai dengan ketidakmampuan berkonsentrasi, perubahan pola tidur yang parah,
menurunnya energi, ketidaknyamanan fisik, mudah tersingung, serta perasaan
sedih , kesal dan tidak berdaya yang ekstrim.
Depresi dapat
terjadi pada keadaan normal sebagai bagian dalam perjalanan proses kematangan
dari emosi sehingga definisi depresi adalah sebagai berikut: (1) pada keadaan normal merupakan gangguan kemurungan (kesedihan, patah
semangat) yang ditandai dengan perasaan tidak pas, menurunnya kegiatan, dan
pesimisme menghadapi masa yang akan datang, (2) pada kasus patologis, merupakan
ketidakmauan ekstrim untuk mereaksi terhadap rangsang disertai menurunnya nilai
diri, delusi ketidakpuasan, tidak mampu, dan putus asa.
II. Klasifikasi depresi
Menurut DSM IV (Diagnostic
and Statistical Manual of Mental Disorders fourth edition) Gangguan
depresi terbagi dalam 3 kategori, yaitu:
1. Gangguan
depresi berat (Mayor depressive
disorder).
Didapatkan 5 atau lebih simptom depresi selama 2 minggu. Kriteria terebut
adalah: suasana perasaan
depresif hampir sepanjang hari yang diakui sendiri oleh subjek ataupun
observasi orang lain (pada anak-anak dan remaja perilaku yang biasa muncul adalah mudah terpancing
amarahnya), kehilangan
interes atau perasaan senang yang sangat signifikan dalam menjalani sebagian
besar aktivitas sehari-hari, berat badan turun secara
siginifkan tanpa ada progran diet atau justru ada kenaikan berat badan yang
drastis, insomnia atau
hipersomnia berkelanjuta, agitasi atau retadasi psikomotorik, letih atau
kehilangan energi, perasaan tak
berharga atau perasaan bersalah yang eksesif, kemampuan
berpikir atau konsentrasi yang menurun, pikiran-pikiran mengenai mati,
bunuh diri, atau usaha bunuh diri yang muncul berulang kali, distres dan
hendaya yang signifikan secara klinis, tidak berhubugan dengan
belasungkawa karena kehilangan seseorang.
2. Gangguan distimik (Dysthymic disorder) adalah suatu bentuk
depresi yang lebih kronis tanpa ada bukti suatu episode depresi berat (dahulu disebut depresi
neurosis). Kriteria
DSM-IV untuk gangguan distimik: perasaan depresi selama beberapa
hari, paling sedikit selama 2 tahun (atau 1 tahun pada anak-anak dan remaja); selama depresi,
paling tidak ada dua hal berikut yang hadir: tidak nafsu makan atau makan
berlebihan, insomnia atau hipersomnia, lemah atau keletihan, self esteem
rendah, daya konsentrasi rendah, atau sulit membuat keputusan, perasaan putus
asa; selama 2 tahun
atau lebih mengalami gangguan, orang itu tanpa gejala-gejala selama 2 bulan; tidak ada
episode manik yang terjadi dan kriteria gangguan siklotimia tidak ditemukan; gejala-gejala
ini tidak disebabkan oleh efek psikologis langsung darib kondisi obat atau
medis; signifikansi
klinis distress (hendaya) atau ketidaksempurnaan dalam fungsi.
3. Gangguan afektif bipolar atau siklotimik (Bipolar affective illness or cyclothymic
disorder). Kriteria: kemunculan (atau
memiliki riwayat pernah mengalami) sebuah sebuah episode depresi berat atau
lebih; kemunculan (atau
memiliki riwayat pernah mengalami) paling tidak satu episode hipomania; tidak ada
riwayat episode manik penuh atau episode campuran; gejala-gejala
suasana perasaan bukan karena skizofrenia atau menjadi gejala yang menutupi gangguan
lain seprti skizofrenia; gejala-gejalanya tidak disebabkan oleh efek-efek fisiologis dari substansi
tertentu atau kondisi medis secara umum; distres atau hendaya dalam fungsi
yang signifikan secara klinis.
Sedangkan menurut Carlson, seperti yang dikutip oleh
shafii, membagi depresi pada remaja menjadi tipe primer dan sekunder. Tipe primer : bila tidak ada gangguan
psikiatrik sebelumnya, dan tipe sekunder : bila gangguan yang sekarang mempunyai hubungan dengan gangguan
psikiatrik sebelumnya. Pada gangguan depresi yang sekunder biasanya lebih
kacau, lebih agresif, mempunyai lebih banyak kelehan sometik, dan lebih sering
terlihat mudah tersinggung, putus asa, mempunyai ide bunuh diri, problem tidur,
penurunan prestasi sekolah, harga diri yang rendah , dan tidak patuh.
III.Etiologi
Beberapa faktor yang diduga
berpengaruh terhadap etiologi depresi, khususnya pada anak dan remaja adalah:
1.
Faktor
genetik
Meskipun penyebab depresi secara pasti tidak dapat
ditentukan, faktor genetik mempunyai peran terbesar. Gangguan alam perasaan
cenderung terdapat dalam suatu keluarga tertentu. Bila suatu keluarga salah
satu orangtuanya menderita depresi, maka anaknya berisiko dua kali lipat dan
apabila kedua orangtuanya menderita depresi maka risiko untuk mendapat gangguan
alam perasaan sebelum usia 18 tahun menjadi empat kali lipat. Pada kembar
monozigot, 76% akan mengalami gangguan afektif sedangkan bila kembar dizigot
hanya 19%. Bagaimana proses gen diwariskan, belum diketahui secara pasti. Bahwa
kembar monozigot tidak 100% menunjukkan gangguan afektif, kemungkinan ada
faktor non-genetik yang turut berperan.
2.
Faktor Sosial
Dilaporkan bahwa orangtua dengan gangguan afektif
cenderung akan selalu menganiaya atau menelantarkan anaknya dan tidak
mengetahui bahwa anaknya menderita depresi sehingga tidak berusaha untuk
mengobatinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa status perkawinan orangtua,
jumlah sanak saudara, status sosial keluarga, perpisahan orangtua, perceraian,
fungsi perkawinan, atau struktur keluarga banyak berperan dalam terjadinya
gangguan depresi pada anak. Ibu yang menderita depresi lebih besar pengaruhnya
terhadap kemungkinan gangguan psikopatologi anak dibandingkan ayah yang
mengalami depresi. Levitan et al (1998) dan Weiss et al (1999) melaporkan
adanya hubungan yang signifikan antara riwayat penganiayaan fisik atau seksual
dengan depresi, tetapi mekanismenya belum diketahui secara pasti.Diyakini bahwa
faktor non-genetik seperti fisik maupun lingkungan merupakan pencetus
kemungkinan terjadinya depresi pada anak dengan riwayat genetik.
3.
Faktor
Biologis lainnya
Dua hipotesis yang menonjol mengenai mekanisme
gangguan alam perasaan terfokus pada: terganggunya regulator sistem
monoamin-neurotransmiter, termasuk norepinefrin dan serotonin (5-hidroxytriptamine).
Hipotesis lain menyatakan bahwa depresi yang terjadi erat hubungannya dengan
perubahan keseimbangan adrenergik-asetilkolin yang ditandai dengan meningkatnya
kolinergik, sementara dopamin secara fungsional menurun.
IV.
Epidemiologi
Kejadian gangguan depresi pada remaja bervariasi
tergantung dari kelompok umur. Kejadian depresi makin meningkat dengan
bertambahnya umur anak. Di Amerika didapatkan gejala depresi pada remaja umur
11-13 tahun (remaja awal) lebih ringan secara bermakna dibandingkan dengan
gejala depresi pada umur 14 tahun-16 tahun (remaja menengah) dan umur 17-18
tahun (remaja akhir). Prevalensi gangguan depresi pada remaja dengan depresi
berat 0,4-6,4%, gangguan distimik 1,6-8% dan gangguan bipolar 1%. Sekitar
40-70% komorbiditas dengan gangguan jiwa lain (penyimpangan perilaku,
penyalahgunaan obat, penyimpangan seksual, gangguan pemusatan perhatian dan
hiperaktif, anxietas, anoreksia nervosa, problem sekolah). 50% populasi
memiliki 2 atau lebih dari dua gangguan jiwa lain. Rasio remaja perempuan
dibandingkan laki-laki adalah 2:1.
V. Gejala
Klinik
Gejala klinis depresi :
- Mood disforik ( Labil dan mudah tersinggung )
dan afek depresif. Gejolak mood pada
remaja adalah normal, tapi pada kondisi depresi menjadi lebih nyata. Mood yang disforik
dan sedih lebih sering tampak. Kecenderungan untuk marah-marah dan perubahan
mood meningkat.
- Pubertas. Depresi kronis
yang dialami sejak masa remaja awal, kemungkinan akan mengalami kelambatan
pubertas, terutama pad depresi yang disertai dengan kehilangan berat badan dan
anoreksia. Remaja yang mengalami depresi lebih sulit menerima atau memahami
tanda-tanda pubertas yang muncul. Perubahan hormonal yang disertai stres
lingkungan, dapat memicu timbulnya depresi yang dalam dan kemungkinan munculnya
perilaku bunuh diri. Mimpi basah dan mimpi yang berhubungan dengan incest
(hubungan seksual antar anggota keluarga), dapat menambah beban rasa bersalah
pada remaja yang depresi. Periode menstruasi pada remaja wanita yang mengalami
depresi, mungkin terlambat, tidak teratur, atau disertai dengan timbulnya rasa
sakit yang hebat dan perasaan tidak nyaman, Mood yang disforik sering nampak
pada periode pramenstrual, Remaja wanita yang mengalami depresi mungkin merasa
murung (feeling blue), sedih (down in the dump), menangis tanpa sebab, menjadi
sebal hati (sulky and pouty), mengurung diri di kamar, dan lebih banyak tidur.
- Perkembangan
kognitif. Disorganisasi fungsi kognitif pada remaja yang bersifat sementara,
menjadi lebih nyata pada kondisi depresi. Pada remaja awal yang mengalami
depresi, terdapat keterlambatan perkembangan proses pikir abstrak yang biasanya
muncul pada usia sekitar 12 tahun. Pada remaja yang lebih tua, kemampuan yang
baru diperoleh ini akan menghilang atau menurun. Prestasi sekolah sering
terpengaruh bila seorang remaja biasanya mendapat hasil baik di sekolah,
tiba-tiba prestasinya menurun, depresi harus dipertimbangkan sebagai salah satu
faktor penyebabnya. Membolos, menunda menyelesaikan tugas, perilaku yang mudah
tersinggung didalam kelas, tidak peduli terhadap hasil yang dicapai dan masa depan,
dapat merupakan gejala awal dari depresi pada remaja. - Harga diri . Pada
remaja, kondisi depresi memperkuat perasaan rendah diri. Rasa putus asa dan
rasa tidak ada yang menolong dirinya makin merendahkan hatga diri. Pada satu
saat remaja yang depresi mencoba untuk melawan perasaan rendah dirinya dengan
penyangkalan, fantasi, atau menghindari kenyataan realitas dengan menggunakan
NAPZA.
- Perilaku antisosial. Membolos, mencuri,
berkelahi, sering mengalami kecelakaan, yang terjadi terutama pada remaja yang
sebelumnya mempunyai riwayat perilaku yang baik, mungkin merupakan indikasi
adanya depresi.
- Penyalah gunaan NAPZA. Kebanyakan
remaja yang depresi cenderung menyalahgunakan NAPZA, misalnya ganja, obat-obat
yang meningkat mood ( amfetamin ), yang menurunkan mood ( barbiturat,
tranquilizer, hipnotika ) dan alkohol. Akhir-akhir ini banyak digunakan heroin,
kokain dan derivatnya serta halusinogen.
- Perilaku
seksual. Secara umum remaja yang mengalami depresi tidak menunjukkan minat
untuk kencan atau mengadakan interaksi heteroseksual. Namun ada juga remaja
yang mengalami depresi menjadi berperilaku berlebihan dalam masalah seksual,
atau menjalani pergaulan bebas, sebagai tindakan defensif untuk melawan depresinya, Beberapa
remaja menginginkan kehamilan sebagai kompensasi terhadap objek yang hilang atau
rasa rendah dirinya. Remaja yang mengalami depresi ada kemungkinan kawin muda
untuk menghindari konflik dalam keluarga. Seringkali perkawinan ini malah
memperkuat depresinya.
- Kesehatan fisik. Remaja yang mengalami
depresi, tampak pucat, lelah dan tidak memancarkan kegembiraan dan kebugaran,
Seringkali mereka mempunyai banyak keluhan fisik, seperti sakit kepala, sakit
lambung, kurang nafsu makan, dan kehilangan berat badan tanpa adanya penyebab
organik, Remaja yang mengalami depresi biasanya tidak mengekspresikan
perasaannya secara verbal, namun lebih banyak keluhan fisik yang diutarakan ,
sehingga hal ini biasanya merupakan satu-satunya kondisi yang membawanya datang
ke dokter. Sensitivitas dari sang dokter dalam menemukan mood yang disforik
ataupun depresi akan dapat mencegah kemungkinan terjadinya bunuh diri pada
remaja.
- Berat
badan. Penurunan berat badan yang cepat dapat merupakan indikasi adanya
depresi. Harga diri yang rendah dan kurangnya perhatian pada perawatan dirinya,
atau makan yang berlebihan dapat menyebabkan obesitas, merupakan tanda dari
depresi.
- Perilaku
bunuh diri. Remaja yang mengalami depresi mempunyai kerentanan tinggi terhadap
bunuh diri. Penelitian di kentucky,
Amerika Serikat, menyebutkan sekitar 30 % dari mahasiswa tingkat persiapan dan
pelajar sekolah menengah atas pernah berpikir serius tentang percobaan bunuh
diri dalam satu tahun terakhir saat
diteliti , 19 % mempunyai rencana spesifik untuk melakukan bunuh diri , dan 11
% telah mencoba melakukan bunuh diri.
VI.
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis depresi pada anak maupun dewasa tidak
sejelas seperti pada penyakit lain. Tidak ada tes khusus yang dapat membantu
menentukan bahwa seseorang individu menderita depresi, dan sangat sedikit yang
dapat ditentukan penyebabnya.3 Faktor neuroendokrin dapat
mempengaruhi kejadian depresi, sehingga dapat dilakukan deksametason supression test (DST) berupa sekresi berlebihan
kortisol, kadar hormon pertumbuhan menurun jika disuntik insulin-induced hypoglicemia, kadar tiroksin total lebih rendah,
peningkatan sekresi kortisol pada malam hari.
VII. Diagnosis Banding
Depresi harus dibedakan dengan kesedihan yang normal
dan gangguan psikiatris lainnya. Sebelum diagnosis psikiatris ditegakkan,
kondisi organik yang mirip ataupun yang menimbulkan gejala-gejala psikiatris
harus disingkirkan terlebih dahulu seperti gangguan organik, intoksikasi zat,
ketergantungan dan abstinensi, distimia, siklotimia, gangguan kepribadian,
berkabung, serta gangguan penyesuaian. Keadaan seperti ini sangat bervariasi,
tergantung umur. Perlu dibedakan pula penyalahgunaan obat, gangguan cemas, dan
fase awal skizofrenia. Juga perlu ditentukan apakah gangguan afektif yang
timbul merupakan primer atau sekunder.
VIII. Terapi
Perawatan di rumah sakit perlu dipertimbangkan sesuai
dengan indikasi, misalnya penderita cenderung mau bunuh diri, atau adanya
penyalahgunaan atau ketergantungan obat. Pada umumnya, penderita berhasil
ditangani dengan rawat jalan. Sekali diagnosis depresi berat ditegakkan,
psikoterapi dan medikasi merupakan terapi yang harus diberikan. Namun,
pengobatan selalu bersifat individual, tergantung pada hasil pertimbangan
evaluasi dan keluarganya, termasuk kombinasi terapi individu, terapi keluarga,
serta konsultasi dengan pihak sekolah. Pendekatan biopsikososial digunakan
dalam mengobati remaja yang mengalami depresi. Pendekatan ini meliputi psikoterapi
( individual, keluarga , kelompok ), farmakoterapi, remedial / edukatif, dan
pelatihan keterampilan sosial. Sebelum memulai suatu bentuk terapi, sebaiknya
dipertimbangkan dengan hati -hati. Adanya obsesi untuk bunuh diri harus
diobservasi dengan cermat dan sebaiknya pasien di rawat inap. faktor lain
seperti kemampuan untuk berfungsi atau stabilitas keluarga merupakan faktor
yang harus dipertimbangkan untuk merawat inapkan remaja ini.
- Psikoterapi. Beberapa
pendekatan psikoterapi yang dapat dilakukan adalah : psikoterapi
perorangan (individual psychotherapy), terapi berorientasi
kesadaran (insight-oriented therapy), terapi tingkah laku (behavioral
therapy), model stres hidup (life stress model), psikoterapi
kognitif (cognitive psychotherapy) ,lain-lain seperti terapi
kelompok (group therapy), latihan orangtua (parent training),
terapi keluarga (family training), pendidikan remedial (remedial
education), dan penempatan di luar rumah (out of homeplacement).
2.
Farmakoterapi . Saat
ini, belum ada obat yang direkomendasikan oleh FDA. Pengobatan secara
farmakoterapi masih kontroversial pada anak dan remaja . Farmakoterapi yang
sering digunakan:
·
Golongan antidepresi
trisiklik: Amitriptilin, Imipramin, dan Desipramin. Berbeda dengan orang
dewasa, pada anak tidak menunjukkan perbedaan yang berarti antara antidepresi
golongan trisiklik dengan plasebo. Obat ini bersifat kardiotoksik dan cenderung
berakibat fatal bila melampaui dosis.
·
Golongan obat yang bekerja
spesifik menghambat ambilan serotinin: fluoksetin dan sertralin. Obat ini
memberikan harapan yang cerah dalam pengobatan depresi pada anak dan remaja.
Merupakan obat pilihan pertama pada anak dan remaja karena dapat ditoleransi
dengan baik dan efek yang merugikan lebih sedikit dibandingkan dengan
antidepresi golongan trisiklik. Sayangnya, sedikit sekali penelitian tentang
pengobatan rumatan (maintenance) pada anak dan remaja. Dibandingkan
dengan usia dewasa, pada masa remaja cenderung berkembang untuk agitasi atau
menjadi mania bila mereka mendapat SSRIs (Selective serotinine reuptake
inhibitors). Obat ini juga dapat menurunkan libido.
·
Litium karbonat .Obat ini
telah digunakan untuk pengobatan anak dan remaja yang mengalami agresi, mania,
depresi, dan masalah tingkah laku, tetapi lebih berguna pada kasus yang
berisiko menjadi bipolar.
Beberapa
contoh obat yang ada di Indonesia : imipramine 25 – 125 mg / hari, clomipramine
25 – 200 mg /hari, fluoxetine 10 – 80 mg / hari, fluoxamine 100
– 300 mg /hari, sertraline 50 – 200 mg / hari, moclobemide 150 – 300 mg / hari.
IX.
Pencegahan
Untuk mencegah depresi dapat dilakukan dengan
menggunakan keberadaan dan peran serta guru pembimbing di sekolah. Upaya-upaya
pembentukan kelompok belajar, kegiatan ekstrakurikuler, pemilihan jurusan, pramuka
dan semacamnya, kesemuanya itu merupakan bagian dari rangkaian upaya preventif. Layanan
bimbingan dapat berfungsi preventif atau
pencegahan. Kegiatan yang berfungsi pencegahan dapat berupa program orientasi,
program bimbingan karir, inventarisasi data, dan sebagainya. Pelaksanaan
bimbingan dan konseling di sekolah menitik beratkan kepada bimbingan terhadap
perkembangan pribadi melalui pendekatan perorangan dan kelompok siswa yang
menghadapi masalah untuk mendapatkanbantuan khusus untuk mampu mengatasinya.
Tugas guru pembimbing adalah (a) membantu murid untuk mengenal dirinya,
kemampuannya dan mengenal orang lain, (b) membantu murid dalam proses yang
menuju kematangannya, (c) membantu dan mendorong murid untuk
pemilihan-pemilihan yang tepat sesuai dengan kemampuan dan interestnya, (d)
memberikan kesadaran kepada murid-murid tentang pentingnya penggunaan waktu
luangdan mengembangkan interest dalam hobi yang berguna, (e) membantu murid
untuk mengerti metode belajar yang efisien agar dapat mencapai hasilnya dengan
waktu yang lebih singkat.5 Selain itu, diperlukan pula peranan orang
tua (keluarga) dengan menghabiskan waktu bersama sehingga dapat mempererat
hubungan antara anggota keluarga, bersikap lebih terbuka dengan cara
mendengarkan pendapat anak dan mau dikritik sehingga remaja merasa lebih
dihargai.
Deteksi dini dengan
menggunakan alat skrining (Child Behavior Checklist, Beck Depression Inventories , Child Depression Inventory) saat didapatpatkannya permasalahan disekolah baik
prestasi atau permasalahan perilaku anak akan sangat membantu mengenali lebih
dini remaja dengan depresi.
X. Penyulit
Penyulit yang dapat mempengaruhi depresi adalah
penggunaan obat-obat terlarang dan psikotropika, keluarga dan lingkungan yang
kurang kondusif.
XI. Prognosis
Prognosis depresi tergantung penyebab, bentuk klinis,
pikiran bunuh diri, kepribadian pramorbid dan keluarga dengan gangguan jiwa
serta umur saat terjadinya depresi. Apabila depresi berat tidak diobati dan
terus berlangsung dalam kurun waktu 7-12 bulan akan berlanjut menjadi episode
depresi berulang (recurrent) dengan gangguan sosial yang persisten antar
dua episode. Usaha bunuh diri (suicide attempt) dan bunuh diri (suicide)
merupakan komplikasi yang sering timbul. Semakin muda usia mulainya depresi,
semakin jelek prognosisnya, tetapi erat hubungannya dengan faktor genetik. Remaja
yang mengalami depresi berat cenderung untuk menderita depresi berat berulang
dan gangguan bipolar. Kebanyakan yang sembuh dalam beberapa bulan, kembali
relaps 1-2 tahun kemudian.
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes. Pedoman
Kesehatan Jiwa Remaja (Pegangan Bagi Dokter Puskesmas).
Diambil dari : www.depkes.go.id/downloads/Pedoman%20Kes%20Jiwa%20Remaja.pdf
2. Ola’s Site.
Depresi pada Remaja.
Diunduh dari: olapsyche.multiply.com/journal/item/21
- 134k
3. Abdul
Mutholib Rambe. Depresi pada Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran USU/ RSUPH Adam Malik Medan.
4. I Gusti Ayu Endah
Ardjana. Depresi pada Remaja dalam Tumbuh Kembang Remaja dan
Permasalahannya. Jakarta : Sagung Seto,
2004, hal 219-31
5. M. Fatchurahman
dan Bulkani. Peran Guru Pembimbing dalam Upaya Pencegahan Penyalahgunaan
Narkotika pada Siswa SMA Negeri dan Swasta Kota Palangkaraya. Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Palangkaraya.
Diunduh dari : eprints.sunan-ampel.ac.id/1/1/3._FATCKHUROHMAN.pdf
6. Indri Kemala Nasution. Stres pada Remaja.
Diunduh dari : library.usu.ac.id/download/fk/132316815(1).pdf
No comments:
Post a Comment