Wednesday, 15 March 2017

Alfa Mangostin dari Kulit Buah Manggis

Alfa Mangostin dari Kulit Buah Manggis

PENDAHULUAN
      Salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai obat adalah buah manggis (Garcinia mangostana L) dengan mengambil konstituen senyawa aktifnya yaitu alfa mangostin yang berasal dari kulit buah manggis. Menurut hasil penelitian, kulit buah manggis memiliki aktivitas HIV tipe I (Chen, 1966), antibakteri, antioksidan dan anti metastasis pada kanker usus (Tambunan, 1998). Dari hasil penelitian dilaporkan bahwa mangostin (1,3,6-trihidroksi-7-metoksi-2,8-bis (3metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on) hasil isolasi dari kulit buah mempunyai aktivitas antiinflamasi dan antioksidan (Sudarsono dkk., 2002), antibakteri dan antifungi (Sundaram et al., 1983). Kandungan kimia kulit manggis adalah xanton, mangostin, garsinon, flavonoid dan tanin (Heyne, 1997; Soedibyo, 1998). Kulit buah mengandung senyawa yang meliputi mangostin, mangostenol, mangostinon A, mangostenon B, trapezifolixanton, tovofillin B, alfa mangostin, beta mangostin, garsinon B, mangostanol, flavonoid, epikatekin (Suksamsarn et al., 2002). Gartanin, gamma mangostin, garsinon E, epikatekin (Chairungsrilerd et al., 1996). Xanton terdistribusi luas pada tumbuhan tinggi, tumbuhan paku, jamur, dan tumbuhan lumut. Sebagian besar xanton ditemukan pada tumbuhan tinggi yang dapat diisolasi dari empat suku, yaitu Guttiferae, Moraceae, Polygalaceae dan Gentianaceae (Sluis, 1985). Alfa mangostin merupakan derivat dari xanton yang memiliki nama IUPAC (1,3,6-trihidroksi-7-metoksi-2,8-bis (3metil-2-butenil)- 9H-xanten-9-on) (Sudarsono dkk., 2002).

Manggis (Garcinia mangostana L.) adalah sejenis pohon hijau abadi dari daerah tropika yang diyakini berasal dari Kepulauan Nusantara. Tumbuh hingga mencapai 7 sampai 25 meter. Buahnya juga disebut manggis, berwarna merah keunguan ketika matang, meskipun ada pula varian yang kulitnya berwarna merah. Buah manggis dalam perdagangan dikenal sebagai “ratu buah”, sebagai pasangan durian, si “raja buah”. Buah ini mengandung xanthone,Xanthone mempunyai aktivitas antiinflamasi dan antioksidan. Sehingga di luar negeri buah manggis dikenal sebagai buah yang memiliki kadar antioksidan tertinggi di dunia.
Manggis berkerabat dengan kokamasam kandis dan asam gelugur, rempah bumbu dapur dari tradisi boga India dan Sumatera.

Gambar 1. Buah Manggis
Bahan aktif XANTHONE dalam buah manggis memiliki khasiat yang sangat menakjubkan. Terutama bagian dalam kulit dan biji manggis. Banyak ilmuwan telah mengkaji khasiat buah manggis sejak tahun 1970an. Xanthone merupakan bahan aktif yang bersifat antikanker, antioksidan. Xanthone mampu menghambat proses penuaan. Berikut fungsi manggis: Seluruh Bagian Berkhasiat Sebagai negara yang memiliki keanekaragaman hayati melimpah, Indonesia memiliki sumber tanaman herbal yang tiada habisnya. Salah satu tanaman yang berkhasiat obat, yaitu manggis. Tak hanya nikmat disantap sebagai buah segar, manggis juga memiliki sejumlah kemampuan.
Bahkan hampir semua bagian tanaman buah ini menyimpan khasiat. Secara tradisional manggis digunakan sebagai obat sariawan, wasir, dan luka karena kemampuan antiinflamasi atau antiperadangan.
Salah satu paparan tentang khasiat buah manggis diungkapkan oleh Prof. Dr.H.R. Sidik, guru besar Fakultas MIPA Universitas Padjadjaran, Bandung. Dijelaskan bahwa tumbuhan bernama Latin Garcinia mangostana ini memiliki batang kayu keras. Cabangnya teratur, berkulit cokelat, dan bergetah. Kulit kayunya dapat mengobati penyakit disentri, diare, dan sariawan mulut (kompas.com).
Tanaman Manggis (Garcinia mangostana L )
1.      Klasifikasi tanaman Garcinia mangostana L
Kingdom         : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi               : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Sub-divisi        : Angiospermae (berbiji tertutup)
Kelas               : Dicotyledoneae (biji berkeping dua)
Ordo                : Guttiferanales
Famili              : Guttiferae
Genus              : Garcinia
Spesies            : Garcinia mangostana L
(Rukmana, 1995)
b. Ekologi dan Penyebaran
Manggis merupakan tanaman asli daerah tropis kawasan Asia Tenggara. Sebagian literatur memastikan daerah asal tanaman manggis adalan Kepulauan Sunda Besar dan Semenanjung Malaya. Selain itu juga disebutkan terdapat di hutan-hutan belantara di Kalimamtan Timur dan Kalimantan Tengah (Rukmana, 1995). Tumbuhan ini dapat tumbuh di Jawa pada ketinggian 1-1000 dari permukaan laut, pada berbagai tipe tanah (pada tanah liat dan lempung yang kaya bahan organik) (Sudarsono, dkk., 2002).
c. Penggunaan
Secara empirik buah manggis  digunakan untuk mengobati diare, radang amandel, keputihan, disentri, wasir, borok, disamping itu digunakan sebagai peluruh dahak, dan juga untuk sakit gigi. Kulit buah digunakan untuk mengobati sariawan, disentri, nyeri urat, sembelit. Kulit batang digunakan untuk mengatasi nyeri perut. Akar untuk mengatasi haid yang tidak teratur. Dari segi flavor, buah manggis cukup potensial untuk dibuat sari buah (Sudarsono, dkk., 2002).
d. Kandungan kimia
Lima puluh xanton telah diisolasi dari kulit buah manggis (Garcinia mangostana L). Yang pertama diberi nama mangostin setelah itu diberi nama a-mangostin pada tahun 1885 (Schmid, 1855). Turunan xanton lain yang telah diisolasi dari kulit buah manggis adalah γ-mangostin (Jefferson et al., 1970), gartanin dan 8-dioksigartanin (Govindachari dan Muthukumaraswamy, 1971). Kulit kayu, kulit buah, dan lateks kering Garcinia mangostana L mengandung sejumlah zat warna kuning yang berasal dari dua metabolit yaitu a-mangostin dan ß-mangostin yang berhasil diisolasi. a-mangostin merupakan komponen utama dalam kulit buah manggis sedangkan  ß-mangostin merupakan konstituen minor (Sudarsono, dkk., 2002).
e. Senyawa a-mangostin
Bioaktif utama yang merupakan metabolit sekunder dari manggis (Garcinia mangostana L)  adalah turunan xanton (Jung et al., 2006 dan Peres et al., 2000). Konstituen utama dari xanton  manggis adalah a-mangostin dan γ-mangostin. Senyawa a-mangostin menunjukkan aktivitas antibakteri yang tinggi terhadap bakteri S. aureusP aeruginosaSalmonella typhimurium dan Bacillus subtilis dan aktivitas antibakteri yang sedang terhadap Proteus sp, Kleibsella sp dan Escherhia coli dengan nilai MIC antara 12,5 dan 50 µg/mL. Senyawa a-mangostin juga menunjukkan aktivitas antijamur yang tinggi terhadap jamur Epidermophyton floccosum,Alternaria solaniMucor sp, Rhizopus sp, Cunninghamella echinulata dan aktivitas antijamur yang sedang terhadap Trichophyton mentagrophytesMicrosporum canisAspergillus nigerAspergillus flavusPenicilliumsp, Fusarium roseum, dan Curvularia lunata dengan nilai MIC 1 dan 5 µg/mL (Sundaram et al., 1983 cit Chaverriet al., 2008). MIC (Minimum Inhibitory Concentration) adalah konsentrasi terendah antimikrobial yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme (mikroba). Banyak penelitian yang lain juga menunjukkan aktivitas a-mangostin sebagai antioksidan, antitumor, antiviral dan antiinflamasi (Chaverri et al., 2008). Struktur a-mangostin dapat dilihat pada Gambar 1.


Gambar 2. Struktur Kimia Senyawa a-Mangostin
Nama IUPAC  (1,3,6-trihidroksi-7-metoksi-2,8-bis (3metil-2-butenil)-9H
xanten-9 on), rumus molekul : C24H22O6, berat molekul : 410,46 dan kemurnian
: >95%, 98%, 99% menggunakan HPLC (Petersson, 2009).
f. Ekstraksi
Ekstraksi adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung (Departemen kesehatan, 1979). Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat bahan mentah obat atau simplisia dan daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna atau mendekati sempurna dari obat atau simplisia (Ansel, 1989). Selain itu metode ekstraksi dipilih berdasarkan sumber bahan alami dan senyawa yang akan diisolasi (Sarker et al., 2006). Senyawa khas (zat aktif) akan didapatkan dengan menggunakan metode maserasi yang cepat dan teliti (Harborne, 1987). Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah maserasi. Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari tersebut akan menembus dinding sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam dan di luar sel, maka larutan terpekat akan didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar dan di dalam sel (Ansel, 1989). Waktu maserasi pada umumnya 5 hari. Selama waktu tersebut, keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan yang masuk dalam cairan telah tercapai, sehingga penarikan zat yang disari oleh cairan penyari telah optimal. Dengan pengadukan, keseimbangan konsentrasi bahan lebih cepat dalam cairan. Secara teoritis pada suatu maserasi tidak memungkinkan terjadinya ekstraksi absolute (Voight, 1994).
g. Isolasi
Metode isolasi adalah proses pengambilan suatu komponen tertentu dalam keadaan murni dari suatu ekstrak. Kelarutan (hidrofobisitas atau hidrofilisitas), sifat asam basa, stabilitas, dan ukuran molekul  merupakan gambaran umum molekul yang sangat membantu dalam menentukan proses isolasi. Jika mengisolasi suatu senyawa yang sudah diketahui atau dari sumber yang baru, dapat dicari informasi dari literature mengenai sifat kromatografi senyawa target tersebut, sehingga mudah untuk menentukan metode isolasi yang sesuai. Tetapi akan lebih sulit untuk menentukan prosedur isolasi untuk ekstrak dengan kandungan senyawa yang sama sekali belum diketahui tipe senyawanya (Sarker et al., 2006).
h. Sifat dan Golongan
Beberapa senyawa utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggungjawab atas beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanton. Senyawa xanton yang telah teridentifikasi, diantaranya adalah 1,3,6-trihidroksi-7-metoksi-2,8-bis(3metil-2-butenil)- 9H-xanten-9-on and 1,3,6,7tetrahidroksi-2,8-bis(3-metil-2-butenil)- 9Hxanten-9-on. Keduanya lebih dikenal dengan nama alfa mangostin dan gamma-mangostin. Alfa mangostin merupakan jenis xanton yang dapat ditemukan pada tanaman manggis, terutama di kulit buahnya. Xanton ialah pigmen fenol kuning yang reaksi warnanya dan gerakan distribusinya serupa dengan flavanoid, akan tetapi secara kimia xanton berbeda dengan flavanoid dan mudah dibedakan dari flavanoid berdasar sifat spektrumnya yang khas . Xanton mempunyai strukur kimia yang khusus, yang dinamakan sistem cincin aromatic trisiklik yang biasanya disubtitusi dengan isoprene, fenol, dan metoksi sehingga memberikan banyak kemungkinan struktur . Senyawa xanton tidak dapat larut dalam air, tapi dapat larut pada beberapa pelarut yang lain yang jarak kepolarannya dari metanol sampai heksana .
Alfa mangostin merupakan serbuk amorfus berwarna kuning yang mempunyai titik leleh 180-182ºC dan dapat dilihat pada spektrofotometer UV dengan panjang gelombang maksimum 215, 243, 317 . Mangostin dapat diperoleh dari kulit buah manggis yang direbus, tannin dipisahkan dengan alkohol dan kemudian dievaporasi, sehingga akan menghasilkan produk berupa mangostin dan resin .Teknik isolasi alfa mangostin yang dilakukan oleh Walker yaitu dengan merendam kulit buah manggis dengan pelarut heksana, kemudian dievaporasi dengan rotatory evaporator. Ekstrak dilarutkan dalam metanol hangat dan direkristalisasi dengan menambahkan aquades dengan perbandingan 20:1 dari metanol dan dilanjutkan dengan pendinginan.
1.      Kajian Farmakologi Kulit Buah Manggis
Pemanfaatan kulit buah manggis sebenarnya sudah dilakukan sejak dahulu. Kulit buah manggis secara tradisional digunakan pada berbagai pengobatan di Negara India, Myanmar Sri langka, dan Thailand (Mahabusarakam et al., 1987). Secara luas, masyarakat Thailand memanfaatkan kulit buah manggis untuk pengobatan penyakit sariawan, disentri, cystitis, diare, gonorea, dan eksim (ICUC, 2003). Di era modern, pemanfaatan kuliat buah manggis secara luas di Negara tersebut memicu minat para ilmuwan untuk menyelidi dan mengembangkan lembih lanjut aspek ilmiah keberkhasiatan kulit buah manggis tersebut. Banyak penelitian telah membuktikan khasiat kulit buah manggis, dan diantaranya bahkan menemukan senyawasenyawa yang bertanggungjawab terhadap efek-efek tersebut. Berikut ini akan disajikan pembahasan mengenai efek farmakologi dari kulit buah manggis.
1)      Aktivitas antihistamin
Dalam reaksi alergi, komponen utama yang mengambil beran penting adalah sel mast, beserta mediator-mediator yang dilepaskannya yaitu histamin dan serotonin. Allergi disebabkan  oleh respon imunitas terhadap suatu antigen ataupun alergen yang berinteraksi dengan limfosit B yang dapat memproduksi imunoglobulin E (IgE). Imunoglubulin E yang diproduksi kemudian menempel pada reseptor FceRI pada  permukaan membran sel mast. Setelah adanya interaksi kembali antara antigen-antibodi, akan merangsang sel mast untuk melepaskan histamin (Kresno, 2001; Subowo, 1993).   Berhubungan dengan reaksi alergi atau pelepasan histamin tersebut, Chairungsrilerd et al. (1996a, 1996b, 1998) melakukan pengujian ekstrak metanol kulit buah manggis terhadap kontraksi aorta dada kelinci terisolasi yang diinduksi oleh histamine maupun serotonin. Dari analisa komponenkomponen aktif dari fraksi lanjutan hasil dari kromatografi gel silika, mengindikasikan bahwa senyawa aktifnya adalah alfa dan gamma mangostin. Alfa mangostin sendiri mampu menunjukkan aktivitas penghambatan kontraksi trakea marmut terisolasi dan aorta torak kelinci terisolas, yang diinduksi simetidin, antagonis reseptor histamin H. Namun, senyawa tersebut tidak menunjukkan aktivitas pada kontraksi yang diinduksikarbakol, penilefrin dan KCl. Alfa mangostin juga mampu menghambat ikatan [3H]mepiramin terhadap sel otot polos arta tikus. Senyawa terakhir tersebut merupakan antagonis spesifik bagi reseptor histamin H. Dari analisa kinetika ikatan [3H]mepiramin megnindikasikan bahwa alfa mangostin menghambat secara kompetitif. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa alfa mangostin tersebut dikategorikan sebagai pengeblok reseptor histaminergik khususnya H, sedangkan gamma mangostin sebagai pengeblok reseptor serotonergik khususnya 5-hidroksitriptamin 2A atau 5HT. Lebih lanjut, Nakatani et al. (2002a)  melakukan penelitian ke arah mekanisme ekstrak kulit buah manggis tersebut. Pada penelitian tersebut ekstrak kulit manggis yaitu : etanol 100%, 70 %, 40% dan air, diuji terhadap sintesa prostaglandin E  dan pelepasan histamin. Ekstrak etanol 40% menunjukkan efek paling poten dalam menghambat pelepasan histamin dari sel 2H3RBL yang diperantarai IgE. Semua ekstrak kulit buah manggis mampu menghambat sintesa PGE2  dari sel glioma tikus yang diinduksi  ionophore A23187. Pada reaksi anafilaksis kutaneus pasif, semua ekstrak kulit manggis juga menunjukkan aktivitas penghambatan reaksi tersebut. Dari penelitian ini, ekstrak etanol 40 % buah manggis adalah paling poten dalam menghambat sintesa PGE dan pelepasan histamin.
2). Antiinflamasi
Penelitian mengenai aktivitas antiinflamasi dari kulit buah manggis sampai saat ini baru dilakukan pada tahapanin vitro an untuk tahap in vivo baru pada penelitian dengan metode tikus terinduksi karagenen. Dari hasil penelitian diduga bahwa senyawa yang mempunyai aktivitas anti-inflamasi adalah gamma-mangostin. Gamma-mangostin merupakan xanton bentuk diprenilasi tetraoksigenasi, struktur kimia bisa dilihat pada Gambar 2. Nakatni et al. (2002b) melakukan penelitian aktivitas anti-inflamasi in vitro dari gamma mangostin terhadap sintesa PGE2  dan siklooksigenase (COX) dalam sel glioma tikus C6. Kedua senyawa dan enzim tersebut merupakan mediator terpenting dalam terjadinya reaksi inflamasi. Gamma-mangostin menghambat secara poten pelepasan PGE2  pada sel glioma tikus C6 yang diinduksi  ionophore A23187. Gammamangostin menghambat perubahan asam arakidonat menjadi PGE2 dalam mikrosomal, ini ada kemungkinan penghambatan pada jalur siklooksigenase. Pada percobaan enzimatik in vitro, senyawa ini mampu menghambat aktivitas enzim COX-1 dan COX-2. Namun, senyawa tersebut tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap : (1) fosforilasi sinyal ekstraseuler p42/p44 yang diinduksi A23187, yang mengatur protein kinase teraktivasi kinase/mitogen, dan (2) pelepasan [14C]-asam arakidonat dari sel yang terlabel [14C]-AA tersebut. Dari penelitian ini, gamma mangostin mempunyai aktivitas anti-inflamasi dengan menghambat aktivitas siklooksigenase (COX). Lebih lanjut, Nakatani et al. (2004) mengkaji pengaruh gamma-mangostin terhadap ekspresi gen COX-2 pada sel glioma tikus C6. Gamma mangostin  menghambat ekspresi protein dan mRNA COX-2 yang diinduksi lipopolisakarida, namun tidak berefek terhadap ekspresi rotein COX-1. Lipopolisakarida berfungsi untuk stimulasi fosforilasi inhibitor kappaB (IkappaB) yang diperantarai IkappaB kinase, yang kemudian terjadi degradasi dan lebih lanjut menginduksi translokasi nukleus NF-kappaB sehingga mengaktivasi transkripsi gen COX-2.
Berkaitan dengan itu, gamma mangostin tersebut juga menghambat aktivitas IkappaB kinase dan menurunkan degradasi IkappaB dan fosforilasi yang diinduksi LPS. Pada luciferase reporter assay, senyawa tersebut menurunkan aktivasi NF-kappaB diinduksi LPS dan proses transkripsi gen COX-2 yang tergantung daerah promoter gen COX-2 manusia. Temuan tersebut didukung hasil penelitian in vivo, gamma mangostin mampu menghambat inflamasi udema yang diinduksi karagenen pada tikus. Dari penelitian ini dapat dibuat resume : gamma mangostin secara langsung menghambat aktivitas enzim Ikappa B kinase, untuk kemudian mencegah proses transkripsi gen COX-2 (gen target NFkappaB), menurunkan produksi PGE2 dalam proses inflamasi.
3) Anti-oksidan
Dalam Moongkarndi et al. (2004) melaporkan bahwa ekstrak kulit buah manggis berpotensi sebagai antioksidan. Selanjutnya, Weecharangsan et al. (2006) menindak-lanjuti hasil penelitian tersebut dengan melakukan penelitian aktivitas antioksidan beberapa ekstrak kulit buah manggis yaitu ekstrak air, etanol 50 dan 95%, serta etil asetat. Metode yang digunakan adalah penangkatapan radikal bebas 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa semua ekstrak mempunyai potensi sebagai penangkal radikal bebas, dan ekstrak air dan etanol mempunyai potensi lebih besar. Berkaitan dengan aktivitas antioksidan tersebut, kedua ekstrak tersebut juga mampu menunjukkan aktivitas neuroprotektif pada sel NG108-15.  Seiring dengan hasil tersebut, Jung et al. (2006) melakukan penelitian aktivitas antioksidan dari semua senyawa kandungan kulit buah manggis yang disajikan pada Gambar 1-2, minus mangostingon. Dari hasil skrining aktivitas antioksidan dari senyawasenyawa tersebut, yang menunjukkan aktivitas poten adalah 8-hidroksikudraxanton, gartanin, alpha-mangostin, gamma-mangostin dan smeathxanton A.
4) Antikanker
Hingga saat ini, pengobatan kanker masih tidak memuaskan. Oleh karena itu, penelitian penemuan obat kanker masih gencar dilakukan. Salah satu tanaman obat yang menjadi objek kajian adalah kulit buah manggis. Ho et al. (2002) berhasil mengisolasi beberapa senyawa xanton dan menguji efek sitotoksisitas pada sel line kanker hati. Berdasarkan penelitian tersebut, senyawa garsinon E menunjukkan aktivitas sitotoksisitas paling poten. Sementra itu, Moongkarndi et al. (2004) melaporkan bahwa ekstrak metanol kulit buah manggis menunjukka aktivitas sangat poten dalam menghambat proliferasi sel kanker payudara SKBR3, dan menunjukkan aktivitas apoptosis.  Di lain pihak, Matsumoto et al. (2003) melakukan uji serupa yaitu aktivitas antiproliferatif dan apoptosis pada pertumbuhan sel leukemia manusia HL60. Berbeda dengan hasl penelitian sebelumnya, alfa-mangostin menunjukkan aktivitas anti-proliferasi dan apoptosis terpoten diantara senyawa xanton lainnya. Pada tahun 2004, Matsumoto et al melanjutkan penelitian tersebut untuk mempelajari mekanisme apoptosis dari alfamangostin. Senyawa tersebut mampu mengaktivasi enzim apoptosis caspase-3 dan 9, namun tidak pada caspase-8. Alfa mangostin diduga kuat mem-perantarai apoptosis jalur mitokondria, ini didasari oleh perubahan mitokondria setelah perlakuan senyawa tersebut selama 1-2 jam. Perubahan mitokondria tersebut meliputi : pembengkakan sel, berkurangnya potensial membran, penurunan ATP intraseluler, akumulasi senyawa oksigen reaktif (ROS), dan pelepasan c/AIF sitokrom sel. Namun, alfa-mangostin tidak mempengaruhi ekspresi protein family bcl-2 dan aktivasi MAP kinase. Hasil penelitian tersebut mengindikasikan bahwa target aksi alfa-mangostin adalah mitokondria pada fase awal sehingga menghasilkan apoptosis pada sel line leukimia manusia. Dari studi hubungan struktur aktivitas, gugus hidroksi  mempunyai kontribusi besar terhadap aktivitas apoptosis tersebut. Melanjutkan temuan di atas, Nabandith et al. (2004) melakukan penelitian in vivo aktivitas kemopreventif alfa-mangostin pada lesi preneoplastik putatif yang terlibat pada karsinogenesis kolon tikus, yang diinduksi 1,2-dimetilhidrazin (DMH). Pemberian senyawa tersebut selama 4-5 minggu, menghambat induksi dan perkembangan aberrant crypt foci (ACF), menurunkan dysplastic foci (DF) dan betacatenin accumulated crypts(BCAC). Pada pelabelan antigen nukleus sel yang mengalami proliferasi, senyawa tersebut menurunkan terjadinya lesi focal dan epithelium kolon tikus.
5) Antimikroorganisme
Selain memiliki beberapa aktivitas farmakologi seperti di atas, kulit buah manggis juga menunjukkan aktivitas antimikroorganisme. Suksamrarn et al. (2003) bersama kelompoknya asal Thailand, melakukan penelitian potensi antituberkulosa dari senyawa xanton terprenilasi yang diisolasi dari kulit buah manggis. Seperti pada hasil penelitian sebelumnya, alfa mangostin, gamma-mangostin dan garsinon B juga menunjukkan aktivitas paling poten pada percobaan ini. Ketiga senyawa tersebut menghambat kuat terhadap bakteri Mycobacterium tuberculosis.  Hasil temuan tersebut ditindaklanjuti peneliti asal Osaka Jepang, Sakagami et al. (2005). Fokus pada alfa-mangostin, kali ini senyawa tersebut diisolasi dari kulit batang pohon untuk  memperoleh jumlah yang besar. Alfa mangostin aktif terhadap bakteri Enterococci dan Staphylococcus aureus yang masingmasing resisten terhadap vancomisin dan metisilin. Ini diperkuat dengan aktivitas sinergisme dengan beberapa antibiotika (gentamisin dan vancomisin) terhadap kedua bakteri tersebut. Sementara itu, Mahabusarakam et al. (2006) melakukan pengujian golongan xanton termasuk mangostin, pada Plasmodium falciparum. Hasil menunjukkan bahwa mangostin mempunyai efek antiplasmodial level menengah, sedangkan xanton terprenilasi yang mempunyai gugus alkilamino menghambat sangat poten.
6)  Aktivitas lainnya
Telah disebutkan sebelumnya bahwa alfa-mangostin memiliki aktivitas antioksidan dan penangkal radikal bebas. Berkaitan dengan fakta tersebut, alfa-mangostin mampu menghambat proses oksidasi lipoprotein densitas rendah (LDL) yang sangat berperan dalam aterosklerosis (William et al., 1995). Sedangkan Mahabusarakam et al. (2000) melaporkan bahwa xanton terprenilasi juga dapat menghambat proses oksidasi dari LDL tersebut. Penelitian lainnnya, mangostin dilaporkan menghambat poten terhadap HIV-1 protease (Chen et al., 1996). Sementara itu, Gopalakrishnan et al. (1997) melaporkan bahwa senyawa xanton mangostin dari kuliat buah manggis mampu penghambat pertumbuhan jamur patogenik : Fusarium oxysporum vasinfectumAlternaria tenuis, dan Dreschlera oryzae.
j. Kajian Toksisitas Kulit Buah Manggis
Telah disebutkan bahwa kulit buah manggis mampu menunjukkan berbagai aktivitas farmakologi, dan diantaranya adalah sangat poten. Senyawa-senyawa utama yang dominan menunjukkan aktivitas farmakologi adalah alfa-mangostin, gamma-mangostin dan garsinon-E. Di lain pihak, perlu juga dilakukan penelitian mengenai kemungkinan efek toksik dari penggunaan kulit buah manggis tersebut. Jujun et al. (2006) melakukan uji toksisitas aku maupun sub-kronis terhadap ekstrak etanol kulit buah manggis yang mengandung senyawa-senyawa aktif pentingnya. Pada percobaan toksistas akut, ekstrak (10-25 %) tersebut tidak menunjukkan efek toksis (kematian dan perubahan fisik ataupun aktivitas) pada tikus. Secara histopatologi, juga tidak ditemukan perubahan yang berarti pada organ-organ vital tikus (hati, jantung, paru-paru, adrenal, ovarium, ginjal, testis). Pada percobaan toksisitas sub-kronis, pemakaian ekstrak etanol kulit buah manggis (dosis 50-1000 mg/kg BB) selama 28 hari juga tidak menunjukkan efek toksik yang berarti, yang meiputi pengamatan gejala efek toksis, perubahan pertumbuhan, bobot organ-organ vital, analisa hematologi, kimia darah maupun gross histopatologinya.



Kurkumin dari rimpang temulawak

Kurkumin dari rimpang temulawak

RIMPANG TEMULAWAK
         Temulawak yang merupakan famili Zingiberaceae mengandung minyak atsiri dan kurkuminoid. Temulawak (curcuma xanthorrhiza) banyak ditemukan di hutan-hutan daerah tropis. Temulawak juga berkembang biak di tanah tegalan sekitar pemukiman, terutama pada tanah gembur, sehingga buah rimpangnya mudah berkembang menjadi besar.
        Temulawak berkhasiat untuk mencegah dan mengatasi beraneka macam penyakit. Berbagai khasiat dari temulawak, antara lain, gangguan lever, mencegah hepatitis, meningkatkan produksi cairan empedu, membantu pencernaan, mengatasi radang kandung empedu, radang lambung dan gangguan ginjal.
         Rimpang temulawak terdiri dari rimpang induk (empu) dan rimpang anakan (cabang). Rimpang induknya berbentuk bulat seperti telur dan berwarna kuning tua atau coklat kemerahan. Bagian dalamnya berwarna jingga kecoklatan. Dari rimpang induk ini keluar rimpang kedua yang lebih kecil. Arah pertumbuhannya ke samping, berwarna lebih muda dengan bentuk bermacam macam, jumlahnya sekitar 3-7 buah. Rimpang ini baunya harum dan rasanya pahit agak pedas.
Nama Lokal:
Temu putih (Indonesia), Temulawak (Jawa); Koneng Gede (Sunda), Temulabak (Madura).
·         Akar
Akar rimpang terbentuk dengan sempurna dan bercabang kuat, berwarna hijau gelap. Rimpang induk dapat memiliki 3-4 buah rimpang. Warna kulit rimpang cokelat kemerahan atau kuning tua, sedangkan warna daging rimpang oranye tua atau kuning. Rimpang temulawak terbentuk di dalam tanah pada kedalaman sekitar 16 cm. Tiap rumpun umumnya memiliki 6 buah rimpang tua dan 5 buah rimpang muda. Rimpang Temulawak sangat berkhasiat untuk antiradang, anti keracunan empedu, penurun kadar kolesterol, diuretic (peluruh kencing), penambah ASI, tonikum, dan penghilang nyeri sendi.
·         Batang
Temulawak termasuk jenis tumbuh-tumbuhan herba yang batang pohonnya berbentuk batang semu dan tingginya dapat mencapai 2 sampai 2,5 meter berwarna hijau atau cokelat gelap. Pelepah daunnya saling menutupi membentuk batang.Tumbuhan yang patinya mudah dicerna ini dapat tumbuh baik di dataran rendah hingga ketinggian 750 meter di atas permukaan laut. Umbi akan muncul dari pangkal batang, warnanya kuning tua atau coklat muda, panjangnya sampai 15 sentimeter dan bergaris tengah 6 sentimeter. Baunya harum dan rasanya pahit agak pedas.
·         Daun
Tiap batang mempunyai daun 2 – 9 helai dengan bentuk bundar memanjang sampai bangun lanset, warna daun hijau atau coklat keunguan terang sampai gelap,panjang daun 31 – 84cm dan lebar 10 – 18cm, panjang tangkai daun termasuk helaian 43 – 80cm. Mulai dari pangkalnya sudah memunculkan tangkai daun yang panjang berdiri tegak. Tinggi tanaman antara 2 sampai 2,5 m. Daunnya bundar panjang , mirip daun pisang.
·         Bunga
Temulawak mempunyai bunga yang berbentuk unik (bergerombol) dan. bunganya berukuran pendek dan lebar, warna putih atau kuning tua dan pangkal bunga berwarna ungu. Bunga mejemuk berbentuk bulir, bulat panjang, panjang 9-23 cm, lebar 4-6 cm. Bunga muncul secara bergiliran dari kantong-kantong daun pelindung yang besar dan beraneka ragam dalam warna dan ukurannya. Mahkota bunga berwarna merah. Bunga mekar pada pagi hari dan berangsur-angsur layu di sore hari Kelopak bunga berwarna putih berbulu, panjang 8 – 13mm, mahkota bunga berbentuk tabung dengan panjang keseluruhan 4.5cm, helaian bunga berbentuk bundar memanjang berwarna putih dengan ujung yang berwarna merah dadu atau merah, panjang 1.25 – 2cm dan lebar 1cm.
·         Buah
Aroma dan warna khas dari rimpang temulawak adalah berbau tajam dan daging buahnya berwarna kekuning-kuningan. Warna kulit rimpang cokelat kemerahan atau kuning tua, sedangkan warna daging rimpang oranye tua atau kuning.
·         Biji
Sejauh ini, temulawak belum pernah dilaporkan menghasilkan biji. Karena penanaman temulawak dengan cara menanam rimpang temulawak tersebut. Perbanyakan tanaman temulawak dilakukan menggunakan rimpang rimpangnya baik berupa rimpang induk (rimpang utama) maupun rimpang anakan (rimpang cabang).
Gambar 1. Tanaman temulawak

KANDUNGAN KIMIA TEMULAWAK
Temulawak telah lama diketahui mengandung senyawa kimia yang mempunyai keaktifan fisiologi, yaitu kurkuminoid dan minyak atsiri. Kurkuminoid terdiri atas senyawa berwarna kuning kurkumin dan turunannya. Kurkuminoid yang memberi warna kuning pada rimpang bersifat antibakteria, anti-kangker, anti-tumor dan anti-radang, mengandungi anti-oksidan dan hypokolesteromik. Sedangkan minyak atsiri berbau dan berasa yang khas. Kandungan minyak atsiri pada rimpang temulawak 3-12% Sedangkan untuk kurkuminoid, dalam temulawak 1-2%. Untuk menentukan persentase ini dilakukan pemanasan pada temperatur 50-55o C , supaya tidak merusak zat aktifnya dan untuk mendapatkan warna yang baik dari kurkuminoid.
Kajian dan penyelidikan atas temulawak (Curcuma xanthorrhiza) membuktikan bahawa rimpangnya mengandungi banyak zat kimiawi yang memberikan kesan positif terhadap organ dalam manusia seperti empedu, hati dan pankreas. Pengaruhnya keatas empedu ialah dapat mencegah pembentukan batu dan kolesistisis. Dalam hati, zat temulawak merangsang sel hati membuat empedu, mencegah hepatatis dan penyakit hati, membantu menurunkan kadar SGOT dan SGPT dan sebagai anti-hepatotoksik. Selain itu, ia dapat merangsang fungsi pankreas, menambah selera makan, berkemampuan merangsang perjalanan sistem hormon metabolisme dan fisiologi tubuh.
Bahan berkhasiat tanaman obat adalah senyawa organik, yang kandungan utamanya adalah karbon. Jika dihipotesiskan bahwa fotosintesis 14CO2 pada tanaman temulawak akan menghasilkan karbohidrat sederhana yang mengandung 14C, pada proses biosintesis lanjut akan dihasilkan komponen berkhasiat obat (minyak atsiri dan kurkuminoid) yang bertanda 14C. Yang menjadi masalah pada studi ini adalah bagaimana mengelola proses fotosintesis 14CO2 tersebut untuk mendapatkan produk bertanda radioaktif 14C.
Komposisi kimia dari rimpang temulawak adalah protein pati sebesar 29-30 persen, kurkumin satu sampai dua persen, dan minyak atsirinya antara 6 hingga 10 persen. Daging buah (rimpang) temulawak mempunyai beberapa kandungan senyawa kimia antara lain berupa fellandrean dan turmerol atau yang sering disebut minyak menguap. Kemudian minyak atsiri, kamfer, glukosida, foluymetik karbinol. Temulawak mengandung minyak atsiri seperti limonina yang mengharumkan, sedangkan kandungan flavonoida-nya berkhasiat menyembuhkan radang. Minyak atsiri juga bisa membunuh mikroba. Buahnya mengandung minyak terbang (anetol, pinen, felandren, dipenten, fenchon, metilchavikol, anisaldehida, asam anisat, kamfer), dan minyak lemak.
Rimpang temulawak mengandung zat kuning kurkumin, minyak atsiri, pati, protein, lemak, selulosa, dan mineral. Di antara komponen tersebut, yang paling banyak kegunaannya adalah pati, kurkuminoid, dan minyak atsiri.

SENYAWA KURKUMIN DARI RIMPANG TEMULAWAK

    1.           Sifat, Struktur dan Golongan Kurkumin
Kurkuminoid rimpang temulawak adalah suatu zat yang terdiri dari campuran komponen senyawa yang bernama kurkumin dan desmetoksi kurkumin, mempunyai warna kuning atau kuning jingga, berbentuk serbuk dengan rasa sedikit pahit, larut dalam aseton, alkohol, asam asetat glasial, dan alkali hidroksida. Kurkumin tidak larut dalam air dan dietileter. Kurkuminoid mempunyai aroma khas tidak bersifat toksik. Kurkumin mempunyai rumus molekul C21H20O6 (Bobot molekul = 368) sedangkan desmetoksi kurkumin mempunyai rumus molekul C21H20O6 dengan bobot molekul 385.
Kurkuminoid rimpang temulawak adalah suatu zat yang terdiri dari campuran komponen senyawa yang bernama kurkumin dan desmetoksikurkumin, mempunyai warna kuning atau kuning jingga. Kurkumin tidak larut dalan air dan dieter. Kurkumin akan berubah menjadi metabolit berupa dihidrokurkumin atau tetrahidrokurkuminsebelum kemudian dikonversi menjadi senyawa konjugasi monoglusuronida.
Kurkumin adalah senyawa aktif yang ditemukan pada temulawak, berupa polifenol. Kurkumin memiliki dua bentuk tautomerketon dan enol. Struktur keton lebih dominan dalam bentuk padat, sedangkan struktur enol ditemukan dalam bentuk cairan. Kurkumin berwarna kuning atau kuning jingga sedangkan dalam suasana basa berwarna merah sebab kurkumin merupakan senyawa yang berinteraksi dengan asam borat menghasilkan senyawa berwarna merah yang disebut rososiania.
Kurkumin  merupakan salah satu senyawa aktif yang diisolasi dari rimpang Curcuma xanthorrhiza (temulawak). Namun berdasarkan penelitian terbaru, kurkumin juga dapat diisolasi dari Curcuma zedoaria dan Curcuma aromatica. Kurkumin dihasilkan secara alami dari rimpang Temulawak bersamaan dengan dua senyawa analog kurkumin lainnya, yaitu demetoksikurkumin dan bisdemetoksikurkumin  Kurkumin dihasilkan dari rimpang Temulawak dalam jumlah yang paling banyak dibandingkan dengan demetoksikurkumin dan bisdemetoksikurkumin.

Gambar 2. Struktur kurkuminoid dari rimpang temulawak

 2.           Sifat Kimia Dan Stabilitas Kurkumin
Kurkuminoid dikenal sebagai zat warna kuning yang terkandung dalam rimpang. Kenyataan menunjukkan bahwa kurkumin yang diperoleh dari rimpang Temulawak selalu tercampur dengan dengan senyawa analognya yaitu demetoksi kurkumin dan BIS demetoksi kurkumin. Campuran ketiga senyawa tersebut dikenal dengan kurkuminoid.
Kurkumin mempunyai rumus molekul C23H2006 dengan BM 368,37 serta titik lebur 183°C, tidak larut dalam air dan eter, larut dalam etil asetat, metanol, etanol, benzena, asam asetat glasial, aseton dan alkali hidroksida. Kurkumin merupakan senyawa yang peka terhadap lingkungan terutama karena pengaruh ph dan suhu, cahaya serta radikal-radikal.
·         Ph dan suhu
Sifat kurkumin yang menarik adalah perubahan warna akibat perubahan ph lingkungan. Dalam suasana asam kurkumin berwarna kuning atau kuning jingga sedangkan dalam suasana basa berwarna merah. Hal terrsebut dapat terjadi karena adanya sistem tautomeri pada molekulnya. Untuk mendapatkan stabilitas yang optimum dari sediaan kurkumin maka pH nya dipertahankan kurang dari 7. Pada pH lebih dari 7 kurkumin sangat tidak stabil dan mudah mengalami disosiasi.
·         Cahaya
Sifat kurkumin yang penting adalan sensitivitasnya pada cahaya. Kurkumin akan mengalami dekomposisi jika terkena cahaya. Produk degradasinya yang utama adalah asam ferulat, aldehid ferulat, dehidroksinaftalen, vinilquaikol, vanilin dan asam vanilat.
·         Radikal hidroksil
Kurkumin memperlihatkan kepekaan terhadap radikal bebas sebagai contoh kurkumin dapat bereaksi selama atom H dilepas atam radikal hidroksil ditambahkan pada molekul kurkumin. Pengurangan sebuah atom H menghasilkan pembentukan radikal kurkumin yang terdekomposisi atau menjadi stabil dengan sendirinya.
Sifat kimia kurkuminoid yang menarik adalah sifat perubahan warna akibat perubahan pH lingkungan. Dalam susana asam, kurkuminoid berwarna kuning atau kuning jingga, sedangkan dalam suasana basa berwarna merah.
Keunikan lain terjadi pada sifat kurkumin dalam suasana basa, karena selain terjadi proses disosiasi, pada suasana basa kurkumin dapat mengalami degradasi membentuk basa ferulat dan ferulloilmetan. Degradasi ini terjadi bila kurkumin berada dalam lingkungan pH 8,5 – 10,0 dalam waktu yang relatif lama, walaupun hal ini tidak berarti bahwa dalam waktu yang relatif singkat tidak terjadi degradasi kurkumin, karena proses degradasi sangat dipengaruhi juga oleh suhu lingkungan. Salah satu hasil degradasi, yaitu feruloilmetan mempunyai warna kuning coklat yang akan mempengaruhi warna merah yang seharusnya terjadi. Sifat kurkuminoid lain yang penting adalah aktivitasnya terhadap cahaya. Bila kurkumin terkena cahaya, akan terjadi dekomposisi struktur berupa siklisasi kurkumin atau terjadi degradasi struktur.
3.         Khasiat dan Manfaat Kurkumin
Kurkumin adalah komponen utama senyawa kurkuminoid hasil metabolit sekunder yang banyak terdapat pada  tanaman jenis  Temulawak dan temulawak (suku Zingiberaceae). Senyawa kurkuminoid lainnya adalah bisdemetoksi kurkumin dan demetoksi  kurkumin. Dalam  dunia  farmasi, penggunaan kurkumin sebagai senyawa bahan obat telah dilakukan secara luas. diantaranya adalah  sebagai  antioksidan, antiinflamasi, antiinfeksi, dan antiviral.  Pada tingkat penelitian yang lebih lanjut, kurkumin diduga dapat bermanfaat sebagai  antitumor, bahkan dapat melakukan penghambatan replikasi human immunodeficiency virus (HIV).
Kurkumin dikenal karena sifat antitumor dan antioksidan yang dimilikinya, selain banyak kegunaan medis seperti :
·         melindungi saraf, mengurangi risiko radang otak vasospasma dan mengembalikan homeostasis energi pada sistem otak yang terganggu akibat terluka atau trauma.
·         menghambat dan mengurangi penumpukan plak amiloid-beta pada penderita Alzheimer
·         melindungi hati, antara lain dari hemangioendoteliomahepatokarsinomaHepatitis B
·         melindungi pankreas dari akibat rasio sitokina yang berlebihan, bahkan setelah transplantasi, serta menurunkan resistansi terhadap insulin dan leptin.
·         melindungi sel Leydig dari pengaruh alkohol.
·         menurunkan peradangan pada jaringan adiposa.
·         selain itu kurkumin juga:
·         menghambat indoleamina 2,3-dioksigenase, sebuah enzim yang berperan dalam degradasi triptofan pada sel dendritik yang distimulasi oleh LPS atau interferon, dan menghambat matangnya sel dendritik. Ekspresi siklo oksigenase-2 yang diinduksi oleh LPS dan produksi prostaglandin E2 akan meningkat, dan mengakibatkan de-ekspresi molekul CD80CD86 dan MHC I dan menghambat produksi sitokina IL-12 p70 dan TNF-α.
·         menghambat angiogenesis
·         menghambat lintasan COX dan LO pada metabolisme eikosanoid. Kurkumin sangat efektif untuk menghambat pertumbuhan sel kanker, seperti kanker payudara, namun menunjukkan sifat toksik terhadap kultur sel punca. Defisiensi COX dapat mengakibatkan sindrom Leigh, SCO2 (hypertrophic cardiomyopathy), SCO1 (gagal hati,koma ketoasidosis), and COX10 (encephalopathytubulopathy).

 4.         Ekstraksi dan Isolasi Kurkumin
Salah satu cara pengambilan kurkumin dari rimpangnya adalah dengan cara ekstraksi.
Ekstraksi merupakan istilah yang digunakan untuk mengambil senyawa tertentu dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Metode ekstraksi tergantung pada polaritas senyawa yang akan diekstrak. Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda.
Ekstraksi merupakan salah satu metode pemisahan berdasarkan perbedaan kelarutan. Secara umum ekstraksi dapat didefinisikan sebagai proses pemisahan dan isolasi zat dari suatu zat dengan penambahan pelarut tertentu untuk mengeluarkan komponen campuran dari zat padat atau zat cair. Dalam hal ini fraksi padat yang diinginkan bersifat larut dalam pelarut (solvent), sedangkan fraksi padat lainnya tidak dapat larut. Proses tersebut akan menjadi sempurna jika solute dipisahkan dari pelarutnya, misalnya dengan cara distilasi/penguapan.
Mengekstrak rimpang temulawak dengan menggunakan metode maserasi untuk melihat pengaruh jumlah pelarut, lama ekstraksi dan ukuran butir bahan terhadap rendeman dan mutu oleoresi. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa rendemen diperoleh berkisar antara 1,86-3,06 %, kadar kurkumin terbesar diperoleh pada saat perlakuan pelarut 400 ml, lama ekstraksi 1 jam dan ukuran partikel 40 mesh. Bambang S, dkk. Melakukan ekstraksi kurkumin dari temulawak secara maserasi dengan variabel waktu, perbandingan pelarut-bahanbaku dan suhu serta pelarut aseton dan etanol. Secara umum hasil penelitian menunjukkan bahwa pelarut etanol lebih banyak mengekstraksi kurkumin dan ekstrak kasar dari bahan baku. Kadar kurkumin dalam ekstrak per bobot sampel tertinggi pada ekstraksi dengan pelarut aseton diperoleh pada waktu 12 jam dan perbandingan bahan baku pelarut 1:5,sedangkan pada ekstraksi dengan pelarut etanol terjadi pada waktu 18 jam dan perbandingan bahan baku-pelarut 1:8.
Isolasi kurkumin adalah menggunakan menggunakan metode dan pelarut yang berbeda. Berdasarkan hasil yang diperoleh, sistem dengan sokletasi menggunakan etanol menghasilkan kurkuminoid yang lebih banyak daripada sistem yang lain. mengekstrak rimpang temulawak dengan
Meskipun telah lama digunakan sebagai bahan baku di dalam industri obat alami, masih banyak dijumpai perusahaan obat alami di Indonesia yang hanya melakukan ekstraksi tanpa mempertimbang-kan faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi proses. Di samping itu, kualitas ekstrak yang di-hasilkan belum seragam kandungan senyawanya untuk setiap batch yang berbeda. Perbedaan ini ke-mungkinan diakibatkan belum diterapkannya sistem produksi yang baik pada tahap budidaya, pasca panen dan proses ekstraksinya.
Serbuk yang berukuran -18/+40 mesh disimpan dalam plastik untuk dijadikan sebagai bahan baku ekstraksi. Serbuk temulawak yang diperoleh dianalisis kandungan air, abu, lemak, minyak atsiri,protein dan pati berdasarkan metoda yang dikembangkan AOAC dan WH0.Analisis kadar kurkuminoid menggunakan spektrofotometerUV-Visibel pada panjang gelombang 420 nm.
Ekstraksi kurkuminoid dilakukan dengan menggunakan alat perkolator dengan diameter 4 cm dan tinggi kolom 88 cm yang dilengkapi pemanas dan kontrol suhu serta pengatur kecepatan alirpelarut. Sejumlah 100 gram sampel temulawak di-masukkan dalam alat perkolator, kemudian pelarut dialirkan dari atas menuju ke bawah dengan kondisi komposisi pelarut, suhu dan kecepatan alir diatursesuai dengan variabel penelitian. Ekstraksi dilakukan selama 3 jam dan dilakukan dua kali pengulangan. Ekstrak yang diperoleh dipekatkan  dengan menggunakan  rotavapour  pada suhu 40°C dan 175 mmBar.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh suhu, kecepatan alir pelarut dan komposisipelarut etanol- air pada proses ekstraksi kurkuminoiddari temulawak secara perkolasi dengan meng-gunakan pelarut etanol.Peralatan yang digunakan antara lain kolomnperkolasi dengan dilengkapi kontrol suhu dan pemanas, Spektrofotometer UV-Visibel Hexios, dan peralatan analisis lainnya. Sampel temulawak basah dari Balitro dipotong dengan ketebalan rerata 5 mm,kemudian dikeringkan pada oven pada suhu 60°Chingga tercapai kadar air maksimal 10%. Sampel yang telah kering kemudian digiling dan diayak. dalam pelarut, maka kadar kurkuminoid yang diperoleh akan semakin besar. Hal ini dikarenakankurkuminoid dapat terlarut dengan baik pada pelarutetanol dan tidak dapat larut dalam air. Suhu pelarut tidak memberikan pengaruh yang nyata pada ekstraksi kurkuminoid dari rimpang temulawak secara perkolasi diduga karena suhu pelarut yang digunakan mengalami penurunan pada saat kontakdengan bahan baku. Kecepatan alir pelarut yang tidak memberikan pengaruh yang nyata pada ekstraksi kurkuminoid dari rimpang temulawak secara per-kolasi diduga karena kecepatan yang digunakan ter-lalu besar sehingga waktu kontak dengan bahan baku relatif singkat.
Dari hasil analisis proksimat diketahui kandungan kurkuminoid yang terdapat dalam rimpang sebesar 2,82 %. Perbedaan nilai kandungan komposisi kimia yang diperoleh dengan hasil penelitian yang pemah dilakukan dapat diakibatkan oleh beberapa faktor, di antaranya adalah umur rimpang, tempat tumbuh, dan metode analisis yang digunakan. Hasil analisis proksimat rimpang temulawak seperti pada Tabel di bawah. Hasil penelitian ekstraksi kurkuminoid dari rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) secara perkolasi dengan berbagai variabel suhu, kecepatan alir pelarut dan komposisi pelarut etanol- ir dapat dilihat pada. Dari gambar terse but terlihat bahwa di antara ketiga variabel yang digunakan, komposisi pelarut etanol 96%-air memberikan perbedaan nyata terhadap perolehan kadar kurkuminoid di dalam ekstrak, sedangkan suhu pelarut dan kecepatan alir pelarut tidak memberikan perbedaan yang nyata. Semakin tinggi kadar etanol dalam pelarut, maka kadar kurkuminoid yang diperoleh akan semakin besar. Hal ini dikarenakan kurkuminoid dapat terlarut dengan baik pada pelarut etanol dan tidak dapat larut dalam air. Suhu pelarut tidak memberikan pengaruh yang nyata pada ekstraksi kurkuminoid dari rimpang temulawak secara perkolasi diduga karena suhu pelarut yang digunakan mengalami penurunan pada saat kontak dengan bahan baku. Kecepatan alir pelarut yang tidak memberikan pengaruh yang nyata pada ekstraksi kurkuminoid dari rimpang temulawak secara per-kolasi diduga karena kecepatan yang digunakan terlalu besar sehingga waktu kontak dengan bahan baku relatif singkat.
Sebanyak 100 gram serbuk halus temulawak dibungkus kertas saring, dimasukkan ke dalam alat soklet dengan labu alas bulat 1000 mL yang terisi kira-kira 350 mL (1/3 bagian volume ) – heksana dan eberapa butir batu didih. Ekstraksi dilakukan pada suhu 70 oC selama 24 jam atau sampai warna pelarut yang terkondensasi berwarna kuning pucat. Residu diuapkan dengan tekanan rendah, kemudian diekstraksi kembali dengan pelarut etanol pada suhu 80 oC selama 24 jam. Ekstrak etanol diuapkan dengan “rotary evaporator” sampai terbentuk kristal. Kristal yang diperoleh direkristalisasi dengan pelarut metanol, selanjutnya dikromatografi kolom dengan eluen benzena : kloroform (1 : 4) dan fasa diam silika gel 60. Fraksi kurkumin dianalisa dengan alat UV,
IR, GC-MS dan uji titik leleh. Uji aktifitas antioksidan senyawa kurkumin, asam askorbat dan asam sitrat diawali dengan cara membuat variasi konsentrasinya masing-masing yaitu 50, 100, 200 dan 400 ppm.
Masing-masing larutan (3,7 mL) ditambah 4 mL etanol 99,5%, 4,1 mL asam linoleat 2,51% dalam etanol 99,5% dan 8 mL buffer fosfat (pH 7). Campuran dimasukkan ke dalam botol gelap tertutup rapat dan diinkubasi pada suhu 40 oC. Setiap interval waktu 24 jam masing-masing cuplikan diambil 0,1 mL dan ditambah 9,7 mL etanol 75%; 0,1 mL ammonium tiosianat 30%, 3,9 mL H2O dan 0,1 mL FeCl2 0,02 M dalam HCl 3,5%. Campuran dimasukkan dalam kuvet, setelah 3 menit diukur absorbansinya pada = 500 nm dan hasilnya dibandingkan dengan larutan kontrol (tanpa antioksidan) Uji sinergisme dilakukan dengan menambahkan 3,7 mL kurkumin 200 ppm ke dalam 0,1 mL asam askorbat 200 ppm. Campuran tersebut ditambah 4 mL etanol 99,5%;  4,1 mL asam linoleat 2,51% dalam etanol 99,5% dan 8 mL buffer fosfat (pH 7). Campuran itu dimasukkan dalam botol gelap tertutup dan diinkubasi pada suhu 40 oC untuk setiap interval waktu 24 jam . Sampel diambil 0,1 mL dan ditambah 9,7 mL etanol 75%; 0,1 mL ammonium tiosianat 30%; 3,9 mL H2O dan 0,1 mL FeCl2 0,002 M dalam HCl 3,5%. Setelah 3 menit larutan diukur absorbansinya pada = 500 nm. Pekerjaan yang sama dilakukan terhadap campuran asam askorbat dan asam sitrat. Kedua hasil masing-masing dibandingkan dengan larutan kontrol (tanpa antioksidan).
Ekstraksi serbuk temulawak dengan pelarut  = 422 nm dan kurkumin standart = 420nm. Dari dua hasil uji menunjukkan ada kesesuaian antara kurkumin hasil ekstraksi dengan kurkumin standart. Analisa dengan spektroskopi infra merah (IR) menunjukkan pita serapan spesifik yang serupa antara kurkumin hasil ekstraksi engan kurkumin standart.ë – heksana dimaksudkan untuk mengambil fraksi-fraksi non polar yang mengandung kemungkinan besar minyak atsiri dan lipid. Residunya diekstrak kembali dengan pelarut etanol untuk mengambil kurkuminoid. Ekstraksi terhadap 3 x 100 gram serbuk temulawak diperoleh 5 gram ekstrak kurkuminoid murni. Hasil kromatografi kolom ekstrak kurkuminoid diperoleh 0,25 gram kurkumin yang mempunyai titik leleh 174 oC, sedang kurkumin standart mempunyai titik leleh 175 oC. Identifikasi dengan spektroskopi UV, kurkumin hasil menunjukkan
  5.         Jalur Biosintesis (Metabolisme) Kurkumin
Kurkumin tergolong senyawa diarilheptonoid turunan metana tersubstitusi dua asam farulat (diacu sebagai diferuloil metan). Kurkumin adalah senyawa aktif yang ditemukan pada temulawak, berupa polifenol.
Senyawa fenilpropanoid merupakan salah satu kelompok senyawa fenol utama yang berasal dari jalur shikimat. Senyawa senyawa fenol ini mempunyai kerangka dasar karbonyang terdiri dari cincin benzen (C6) yang terikat pada ujung rantai karbon propana (C3).

Gambar 3. Struktur Dasar Fenilpropanoid
Biosintesa senyawa fenilpropanoida yang berasal dari jalur shikimat pertama kali  ditemukan dalam mikroorganisme seperti bakteri, kapang, dan ragi. Sedangkan asam shikimat pertama kali ditemukan pada tahun 1885 dari tumbuhan Illicium religiosum dan kemudian ditemukan dalam banyak tumbuhan. Pokok-pokok reaksi biosintesa dari jalur shikimat adalah sebagai berikut:
Pembentukan asam shikimat dimulai dari kondensasi aldol antara suatu tetrosa yaitu eritrosa dan asam fosfoenolpiruvat. Pada kondensasi ini,gugus metilen C=CH dari asam fosfoepiruvat berlaku sebagai nukleofil dan beradisi dengan gugus karbonil C=O dari eritrosa menghasilkan suatu gula yang terdiri dari 7 atom karbon. Selanjutnya reaksi yang analog (intramolekuler) menghasilkan asam 5- dehidrokuinatyang mempunyai lingkar sikloheksana yang kemudian diubah menjadi asam shikimat. Asam prefenat terbentuk oleh adisi asam fosfoenolpiruvat kepada asam shikimat. Berikutnya aromatisasi dari asam prefenat menghasilkan fenitpiruvat yang menghasilkan fenilalanin melalui reaksi reduktif aminasi. Akhirnya, deaminasi dari fenilalanin menghasilkan asam sinamat. Reaksi parallel yang sejenis terhadap tirosin yang mempunyai tingkat oksidasi yang lebih tinggi menghasilkan asam perusahaan-kumarat dan selanjutnya asam sinamat, mengalami transformasi biogenetik, menghasilkan turunan fenilpropanoid.
Pertanyaan

ü  mekanisme kurkumin sebagai antikangker

Senyawa turunan fenol (kurkumin) mempunyai efek menghambat premaligan dan maligan sel kangker ketika proses inisiasi dan metatesis. kurkumin sebagai antineoplasmit mempunyai fungsi mengatur aktivitas cyclooxygenase (COX) dan lipoksigenase (LOG) sehingga mengurangi sehingga mengurangi aktivitas metabolisme sel kangker.
Sebagai antikangker pertama-tama kurkumin dikaitkan dengan aktifitasnya sebagai antiinflamasi yaitu inhibitor enzim cyclooxygenase (COX), enzim yang mengkatalisis sintesis prostanoid dari asam arakidonat. Penelitian lebih lanjut menunjukan kurkumin aktif dalam menghambat proses karsinogenesis pada tahap inisiasi dan promosi/progresi. kurkumin juga memiliki efek memacu apoptosis yaitu proses kematian sel dalam rangka mempertahankan integritas tubuh secara keseluruhan.
Dengan adanya inhibitor COX maka overproduksi prostanoid akan dicegah dan akan mengurangi efek inflamasi, dan pada sel kangker hal ini akan mencegah ploriferansi dan memacu apoptosis. proses apoptosis dipicu karena adanya akumulasi asam arakidonat akibat adanya inhibitor COX. Akumulasi asam arakidonat akan mengaktifkan enzim sphingomyclinase yang mengkatalisis pembentukan ceramide dan sphingomyclin. caramide merupakan up regulasi dari proses apoptosis. proses apoptosis ini lazim terjadi secara normal pada sel-sel epitel usus proses ini dipicu adanya overekspresi gen APC (Adenopolymatous Poniposis Coli), namun demikian pada sel-sel kangker telah terjadi alterasi gen AOC maka overproduksi ceramide merupakan alternatif untuk pemacu proses apoptosis.

PENGELOLAAN ALAT KESEHATAN DI RUMAH SAKIT

PENGELOLAAN ALAT KESEHATAN DI RUMAH SAKIT            Berbagai peralatan yang diperlukan di Rumah Sakit seperti alat untuk menginfus da...